Jumat, 20 Februari 2009

Keranjingan Video game


-->
Orang tua mana yang tidak mengeluh dan kuatir, jika melihat anak sudah keranjingan main video game? Apalagi, anak yang keranjingan main video game sampai membuat anak lupa waktu, belajar, tugas dan sebagainya. Memang kalau kita amati, anak yang keranjingan main video game ini hampir sepanjang waktu setiap harinya berada di depan Play Station dan juga video game di komputer, Hp atau tablet/iPad. Pendek kata, video game ini dapat menjadi sumber masalah antara orang tua dengan anak. Anak yang sudah keranjingan video game ini sangat sulit diatur. Bahkan tidak jarang, orang tua bertengkat dengan sang anak. Orang tua menginginkan anak dapat membagi waktunya untuk belajar, mengerjakan tugas dan bersosialisasi. Namun sebaliknya, anak menganggap orang tua terlalu cerewet, tak pengertian, tak bisa melihat anaknya senang dan tak memberi kepercayaan pada anak.
Hal yang menguatirkan, jika anak menghabiskan waktu dengan main video game dapat menyebabkan merosotnya prestasi belajar anak. Begitu juga, anak dapat tidak mempunyai kemampuan untuk bersosialisasi dengan baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulannya di masyarakat.
Lebih berbahaya lagi, pengaruh dari bermain video game dapat menyebabkan meningkatnya agresivitas anak. Ini dapat saja terjadi karena pengaruh permainan yang menampilkan perilaku agresif. Seperti permainan yang menampilkan perkelahian brutal, berdarah-darah, sadis, adegan penyiksaan, pembunuhan dan lain-lain. Jenis permainan yang digemari tersebut dan dinikmati secara berulang-ulang, maka secara tanpa sadar dan berangsur-angsur perilaku agresif tersebut akan terekam dalam memori alam bawah sadar anak. Akibatnya, anak menjadi terbiasa menyaksikan adegan kekerasan, sehingga sikap agresif pada anak begitu mudah terbentuk.

Dampak permainan video game

Ternyata, video game ini tidak hanya digemari oleh anak-anak saja, tidak sedikit orang tua yang merasa tertarik dan tertantang bermain video game. Setelah ditelaah, ternyata ada beberapa manfaat yang positif dirasakan pemain video game ini, sehingga orang menjadi ketagihan bermain video game. Manfaat bermain video game ini, antara lain:
  • Dapat memberi rasa rileks dan mengendurkan urat saraf dari kesibukan rutin atau kecapekan setelah bekerja.
  • Melatih kemampuan untuk memusatkan perhatian dan konsentrasi pemainnya.
  • Melatih memecahkan masalah dengan mempergunakan analisa.
  • Melatih kemampuan untuk mengatur sistematis kerja untuk mencapai tujuan.
  • Mengembangkan kecepatan reaksi dan persepsi audio visual.
  • Tidak membuat orang gampang putus asa.
  • Melatih mengembangkan kesabaran dan ketekunan.
  • Melatih mengembangkan imajinasi dan kreativitas berpikir secara lebih luas.
  • Membentuk rasa percaya diri.
Dampak negatif permainan video game yang harus diantisipasi, antara lain:
  • Dapat membuat pemainnya lupa waktu, lupa belajar, lupa tugas dan tanggung jawab.
  • Dapat membuat pemainnya tidak produktif karena waktunya habis dipergunakan untuk bermain video game.
  • Dapat meningkatkan sikap agresivitas pemainnya, karena pengaruh aksi-aksi kekerasan yang terbiasa disaksikannya.
  • Dapat menyebabkan anti sosial, karena keranjingan main video game.
  • Dapat menyebabkan ketegangan emosional antara orang tua dengan anak yang kecanduan video game.

Bagaimana cara menghadapi anak yang keranjingan main video game?

Kita harus mensikapi anak yang keranjingan video game ini dengan bijaksana. Antisipasinya, bukan dengan menjauhkan anak dari video game, namun lebih menitik beratkan pada pengontrolan dan pengendalian permainan anak.
Pengontrolan (pengendalian) yang akan kita lakukan, jangan sampai dirasakan anak sebagai suatu bentuk pengekangan. Melainkan lebih diarahkan untuk membentuk saling pengertian antara orang tua dengan anak. Diharapkan tumbuhnya kesadaran anak untuk mau membagi waktu dengan tepat, kapan waktu bermain dan kapan waktu belajar, menyelesaikan tugas serta tanggung-jawabnya.
Untuk itu, maka kita dapat melakukan beberapa langkah pendekatan pada anak, antara lain:
  • Hindari perlakuan otoriter pada anak.
Kita jangan mempergunakan cara keras dan kasar menghadapi anak yang asyik keranjingan main video game. Memaksakan anak untuk segera menghentikan atau membatasi waktu bermain video game dengan ancaman, kekerasan, atau paksaan terhadap anak akan sia-sia belaka. Sebab, kekerasan yang dipaksakan, hanya mengubah perilaku anak bersifat sementara karena anak merasa takut disakiti, diusir, atau dihukum. Akan tetapi sikap keras ini dapat menimbulkan konsekwensi lain, atau menjadi sumber munculnya pemikiran anak untuk melakukan sesuatu perbuatan yang tidak sesuai dengan harapan orang tua. Ini dilakukannya sebagai bentuk reaksi dari pengekangan yang dialaminya. Anak bisa saja menjadi suka mencuri-curi waktu untuk main video game, tanpa sepengetahuan orang tua. Kemungkinan lain, anak dapat saja melakukan perbuatan lain sebagai bentuk kompensasi kekecewaan anak dan perbuatan tersebut sangat merugikan anak itu sendiri. Hal lain yang harus kita ingat, perlakuan keras dan kasar terhadap anak, hanya akan merangsang timbulnya sikap reaktif anak. Secara ekstrem dan lambat laun anak belajar menentang (membangkang) terhadap perintah orang tua.
Maka untuk mensikapi perilaku anak, kita harus dapat mengendalikan emosi dan berusaha mencari cara yang tepat dan dapat diterima anak dengan terbuka. Cara tersebut tidak menimbulkan reaksi penolakan (tanpa menimbulkan kekecewaan) anak.
  • Membangun pengertian anak.
Untuk membangun pengertian anak, kita harus dapat memilih waktu yang tepat berbicara dengan anak. Ketika berbicara, kembangkanlah komunikasi secara dua arah atau interaktif. Kita harus menghindari sifat menggurui atau mencela anak. Waktu bicara dapat dilakukan di saat anak tidak melakukan kegiatan apapun. Seperti saat makan bersama, bermain bersama atau rekreasi bersama anak dan sebagainya. Hal ini penting diperhatikan, agar anak mau menerima secara terbuka apa yang akan dibicarakan.
Saat bercakap-cakap dengan anak, kita dapat mengarahkan pembicaraan untuk membangkitkan atau menyentuh rasa dewasa (rasa penting) anak. Kita jadikan anak sebagai subjek yang dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan sendiri apa yang harus diperbuatnya. Bagaimana seharusnya ia membagi waktunya, antara bermain, belajar dan menyelesaikan tugas atau tanggung-jawabnya. Misalnya dengan mengatakan,” Andi, kamu main video game sangat hebat sekali. Begitu juga cara kamu mengatasi rintangan-rintangan itu sangat cekatan dan mengagumkan sekali. Kamu pun harus menunjukkan kehebatanmu itu dalam mengejar prestasi belajarmu… Ibu yakin sekali, kamu bisa…
Kata-kata yang mengandung pujian dan penghargaan terhadap kemampuan anak, lebih efektif dalam membangun pengertian dan menggugah kesadaran anak. Kesadaran anak inilah yang menjadi kunci pada anak untuk mau melakukan pembagian waktunya, antara bermain dan belajar.
Kemudian ajak anak untuk berpikir bagaimana melakukan belajar sama baiknya dengan waktu bermain video game. Kalau bermain video game dibutuhkan strategi taktis dalam mencapai kemenangan. Begitu juga belajar, tentu membutuhkan strategi taktis, agar belajar itu menjadi kegiatan yang mengasyikkan juga.
Untuk menggugah kesadaran anak tersebut memang membutuhkan kesabaran dan kemauan kita mengembangkan komunikasi secara intensif dengan anak. Kita harus bisa menjadi mitra dialog atau teman diskusi anak.
  • Gunakan trik-trik permainan video game yang digemari anak menjadi umpan balik.
Agar anak mau melakukan kegiatan belajar, mengerjakan tugas dan tanggung-jawabnya, selain bermain video game, maka kita dapat mempergunakan kiat-kiat permainan video game yang digemari anak sebagai umpan balik. Kita dapat memberi penguatan atau dukungan emosional, bagaimana mengimplementasikan kiat-kiat permainan video game dalam kegiatan lainnya. Dengan mempergunakan umpan balik dari kiat-kiat permainan video game dalam mencapai kemenangan atau keberhasilan tersebut dapat membangkitkan kesadaran anak untuk melakukan kegiatan lainnya. Misalnya dengan mengatakan, “Andi, untuk mencapai juara atau kemenangan itu, ternyata membutuhkan kecakapan atau keahlian ya…? Ibu yakin, kamu mampu menjadi juara kelas, jika mau mencontoh cara-cara yang terdapat dalam permainan itu…” Atau, “Ternyata untuk mencapai puncak prestasi dalam permainanmu itu membutuhkan keuletan, ketelitian, kesungguhan, konsentrasi, disiplin dan strategi khusus ya, Budi…? Nah, Ibu mau Budi jadi yang terhebat di kelas, tidak hanya main video game saja. Buktikan cara-cara yang kamu mainkan itu dalam belajar, tentu kamu bisa jadi juara kelas…” Dengan demikian, akan tumbuh perasaan positif dan motivasi anak untuk mau melakukan kegiatan lainnya.
  • Memberi anak rasa tanggungjawab.
Apabila anak sudah sadar dan tergerak, bahwa dirinya juga membutuhkan kegiatan lain untuk mengembangkan kemampuan pribadinya, seperti belajar, bersosialisasi, mengerjakan tugas dan sebagainya, maka kita dapat memberi rasa tanggungjawab pribadi pada anak. Cara memberi rasa tanggungjawab pribadi anak ini, bukan dengan cara menekan, memaksa (mengancam) anak harus begini-begitu. Melainkan berusaha menumbuhkan kesadaran dari dalam lubuk hatinya sendiri.
Ajak anak berdialog untuk membagi waktunya dengan baik. Komitmen apa yang harus diperbuat oleh dirinya sendiri, apabila dirinya tak melaksanakan kegiatan sesuai dengan pembagian waktunya, antara bermain dengan kegiatan lainnya. Seperti kalau prestasi belajarnya melorot, apa tindakan yang harus diperbuat untuk dirinya; bagaimana cara mengingatkan anak yang lalai melakukan kegiatan lainnya; berapa banyak waktu yang dia butuhkan untuk bermain video game seharinya atau seminggunya.
Dengan kata lain, kita berusaha untuk mengkomunikasikan hukuman (sanksi) berdasarkan persetujuan anak. Anak dilibatkan dalam mengambil keputusan terhadap pengaturan kegiatannya sendiri maupun bentuk sanksi atas kelalaiannya, tentu akan menumbuhkan rasa tanggungjawab anak atas tindakannya.
  • Seleksi jenis permainan video game anak.
Untuk mencegah meningkatnya sikap agresivitas anak, akibat pengaruh permainan video game, maka dibutuhkan perhatian kita untuk menyeleksi jenis permainan yang cocok untuk anak. Kita harus menghindarkan anak dari jenis permainan video game yang dapat merangsang meningkatnya agresivitas anak. Seperti permainan bunuh-bunuhan, perkelahian secara brutal atau berdarah-darah, penyiksaan dan sebagainya. Alangkah lebih baik, jika kita dapat memilihkan jenis permainan yang merangsang daya nalar, pengetahuan, menghibur, imajinasi dan kreativitas anak.
Syarat untuk dapat menjalankan petunjuk ini terletak pada:
Pertama, sangat tergantung dari kesediaan kita untuk mau merubah cara pendekatan (memperlakukan) pada anak.
Kedua, membutuhkan kesabaran.
Ketiga, kesediaan kita untuk mau menghargai pendapat, keinginan dan kemampuan anak untuk dapat mengarahkan kegiatannya sendiri. Bukan menempatkan anak sebagai objek yang kaku dan harus patuh menurut kemauan kita semata.
Jika ketiga syarat ini dapat kita jadikan patokan bertindak dalam menghadapi anak, maka kitapun dengan mudah mengembangkan petunjuk di atas, dalam mengatasi anak yang keranjingan main video game.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar