Rabu, 25 Juli 2018

Cara Membuat Anak Sukses Belajar



https://play.google.com/store/books/details/Hendra_Surya_Cara_Luarbiasa_Membuat_PEDE_Percaya_D?id=_SplDwAAQBAJ
Kalau kita menelaah kualitas produk lembaga pendidikan kita tentu sungguh memprihatinkan. Coba bayangkan, dalam praktek proses pembelajaran di kelas terlihat persentasi anak yang menguasai materi pembelajaran sangat kecil sekali. Apalagi, kalau SDM gurunya sangat rendah, bagaimana pula output yang dihasilkannya?
            Tentu kehadiran bapak-ibu di sini punya keinginan yang kuat untuk memperoleh teknik atau cara praktis meningkatkan kualitas putra-putri bapak-ibu, bukan?
            Sebenarnya, untuk menjadi manusia pembelajar itu sederhana. Namun, kadangkala kita sendiri yang membuat rumit atau ruwet. Sebab, kita harus berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang benar. Inti untuk menjadi manusia pembelajar itu tak lain adalah membentuk mindset belajar asyik dan sadar metode. Apapun yang akan anak perbuat akan terasa mudah dilakukan, jika anak menyukai apa yang anak lakukan dan mempergunakan metode.
            Ingat, rasa suka, senang, gembira merupakan motor penggerak dari apa yang akan anak lakukan. Sebaliknya, jika hendak belajar sudah dilandasi oleh perasan berat, beban kewajiban, tertekan dan enggan bersifat melemahkan dan cenderung tidak menghasilkan sesuatu, walaupun dipaksakan hasilnya tidak optimal.
            Lantas, pertanyaannya bagaimana membuat anak menjadi mencintai atau gemar belajar?
Usaha yang harus kita lakukan untuk menarik perhatian dan minat anak untuk belajar, pertama kita harus bisa melakukan pendekatan personal terhadap anak. Kehadiran kita di hadapan anak tidak diartikan atau dicurigai sebagai bentuk intervensi atau mendikte anak untuk belajar. Melainkan usaha membangun komunikasi dan interaksi yang baik dengan anak secara timbal balik. Kita harus dapat menjadi mitra dialog anak. Begitu juga, kita harus dapat menciptakan suasana hubungan yang dirasakan anak tidak saja dalam bentuk hubungan antara orang tua dengan anak. Melainkan, merasakan juga bentuk hubungan sebagai teman dialog anak yang setara untuk mendiskusikan, mendengar dan membangun dialog interaktif berbagai masalah anak, baik masalah yang bersifat menyenangkan maupun masalah yang paling tidak mengenakkannya.
Kemudian kita dengan sabar berupaya menggiring “keterbukaan pikiran anak” terhadap pemikiran yang merangsang daya nalarnya dan mau menerima bentuk pemikiran kita dan tantangan yang menarik rasa ingin tahunya, sehingga terbentuk minat dan perhatian anak untuk belajar. Keterbukaan pikiran anak bisa terjadi, jika anak dalam keadaaan senang, gembira dan bersemangat. Hal ini dapat kita lihat di mana ia mau mengemukakan apa yang dia rasakan, baik mengenai hobinya, permainan, maupun cerita yan digemarinya dan sebagainya. Di sinilah saat kita memanfaatkan peluang keterbukaan pikiran anak tersebut. Caranya kita bisa mengajukan pertanyaan yang dapat menggiring rasa ingin tahunya. Kita harus bisa membuat anak merasa tertantang untuk melakukan eksplorasi proses pembelajaran. Diharapkan anak termotivasi untuk menguasai atau memiliki kemampuan tertentu sesuai dengan stimulus yang diterimanya. Di samping itu, kita harus mengemukakan cita rasa enaknya mengusai kemampuan tertentu dari hasil proses belajar anak, atau dengan kata lain membangkitkan sense of learning di hati anak, sehingga muncul kepermukaan hati anak rasa keterbutuhan akan belajar menguasai sesuatu.
Pertanyaan-pertanyaan penggiring yang dapat kita ajukan kepada anak, seperti:
-      Bagaimana rasanya, jika kamu bisa memiliki kelebihan seperti Si Anu (tokoh tertentu yang dikaguminya) , ya...? Ibu yakin, kamu bisa juga seperti dia. Amir...! Caranya bagaimana ya, Mir? Dia bisa, tentu kamu pun bisa ya Mir?
-          Bagaimana menurutmu reaksi teman-temanmu, jika kamu jadi si Anu ya?
-          Asyik juga kalau kamu bisa merancang permainan seperti ini, ya?
-          Bagaimana ya caranya membuat/meraihnya?
-          Apa yang harus dilakukan menurutmu, agar seperti...?
-          Mengapa bisa begitu Aldi?
-          Bagaimana cara mengatasi masalah itu, Bud?
-          Apa yang terjadi seandainya.. .?
-          Bagaimana seharusnya, ya...?
Contoh-contoh seperti pertanyaan tersebut tentu dapat memberi sugesti pada anak. Secara tak langsung kita membangkitkan dan menggerakkan hasrat ingin tahu dan mendorong anak untuk berpikir secara positif dan terarah pada satu tujuan. Di sini kita harus kreatif menciptakan pertanyaan yang dapat merangsang minat, motivasi dan perhatian anak. Kita harus jeli melihat dan memanfaatkan situasi dan suasana yang terbangun pada saat kita berhadapan dengan anak.
Dengan bangkitnya hasrat ingin tahu anak ini, tentu memudahkan kita untuk mengarahkan anak pada kegiatan belajar. Anak pun dapat memahami dengan belajar dia mengerti dan bisa berbuat sesuatu.
Jangan lupa, kita haus senantiasa memberi penguatan kepada anak, bahwa dirinya mampu berbuat atau mempelajari segala sesuatu. Tanamkan kepada anak bahwa dirinya punya nilai plus tersendiri atau kecakapan khusus yang perlu digali dan dikembangkan. Kemudian kita dapat membangkitkan minat dan perhatian anak pada pelajaran dengan mempergunakan pertanyaan perangsang, seperti:
-          Sekarang kita belajar apa, Mir?
-          Untuk apa kita belajar ini...?
-          Mengapa itu perlu kita pelajari, Mir?
-          Apa yang bisa kita perbuat dengan mengetahui materi pelajaran itu?
-          Bagaimana cara mempelajarinya, Mir?
Dengan mengajukan pertanyaan seperti di atas, berarti kita telah berusaha untuk memokuskan perhatian anak dan mengarahkannya pada tujuan untuk mempelajari suatu materi pelajaran. Dengan mengembangkan perhatian secara terpusat tersebut, bisa membangkitkan minat belajar anak. Anak pun akan merasa tertantang untuk mempelajari pelajaran itu lebih lanjut. Dengan kata lain, timbulnya minat dan berkembangnya keinginan untuk menguasai kecakapan tertentu dari hasil proses belajar, tentu menjadi motif atau alasan yang cukup kuat bagi anak untuk memotivasi dirinya melakukan pembelajaran. Penting diperhatikan: luangkan waktu kita sebanyak mungkin untuk mendampingi anak dan mendiskusikan materi pelajaran anak.
Bagaimana membangkitkan sadar metode pada anak?
Coba bayangkan, kita melihat jaringan komponen computer yang menghasilkan data-data yang sungguh menakjubkan, tentu bagi yang awam terlihat ruwet dan memusingkan kepala. Tapi bagi yang ahli computer, dia memandangnya biasa saja. Karena dia mengetahui rangkaian operasional jaringan computer tersebut.
            Nah, sebenarnya untuk memahami apa yang dipelajari, anak tidak boleh dalam keadaan pikiran pasif dan pikiran kosong dengan menampung mentah-mentah apa yang diberikan atau disajikan. Sebab, jika pikiran pasif, maka anak mudah kehilangan konsentrasi. Sebab, pikiran mudah bercabang atau menerawang pada ingatan atau pikiran lain yang tidak ada hubungannya dengan apa yang dipelajari. Parahnya, anak pun mudah terjebak belajar menghafal. Ingat, belajar menghafal membuat pengetahuan yang peroleh sangat rendah atau tataran yang terbangun hanya pada tingkatan ingatan belaka atau sekedar mengingat saja. Makanya, .agar materi yang diberikan dapat anak mengerti atau pahami, maka anak perlu tahu bagaimana cara membangun koneksi atau mempersiapkan simpul-simpul syarat otaknya dengan informasi yang diberikan padanya. Atau dengan kata lain, cara anak membangun asosiasi atau hubungan intelektual antara stimulus dan respon otaknya. Caranya anak itu harus membiasakan diri bersikap dan berpikir aktif, yaitu merangsang daya nalar untuk menghubungkan daya tangkap dengan informasi baru yang dibahas. Anak sejak dini diajarkan untuk belajar berpikir abstrak sesuai dengan tingkat penalarannya. Anak berusaha merangkai, menyusun, menggiring atau menyusun asosiasi jalan pikiran secara terfokus. Caranya, buka pikiran dan giring (arahkan) pikiran secara taktis dan terfokus pada pokok masalah dengan mempertanyakan objek yang anak pelajari. Misalnya, apa itu/ini? Mengapa bisa begitu? Apa yang mau dikatakannya? apa maksudnya? bagaimana rangkaiannya? bagaimana kelanjutannya, ? darimana memulainya? apa saja unsur yang membentuk atau membangunnya? bagaimana bentuk rangkaiannya? siapa pencetusnya? dan sebagainya, hingga tuntas. Proses berpikir demikian yang dinamakan berpikir taktis.
Kelanjutan berpikir taktis, yaitu berpikir metodologis. Berpikir Metodologis mengandung arti kemampuan menyusun kerangka berpikir secara step by step atau menyusun prosedur kerja bagaimana cara menggerakkan proses penalaran dan tindakan efektif dalam memproses pokok masalah, sehingga dapat mengurai, menyusun, menimbang dan memecahkan pokok masalah dalam bentuk pola tindakan atau prakarsa.
Pendek kata, tanamkan pada anak pemikiran bagaimana cara membuat sesuatu mudah dikuasai atau dikerjakan. Fokuskan pada belajar proses yang menguatkan, seperti kata sugesti kamu bisa, kamu mampu, kamu dapat menyusun langkah bertahap untuk menyelesaikannya. (Catatan hindari penggunaan kata yang membebani dan melemahkan semangat belajar, seperti kamu harus belajar keras, ulet dan sebagainya). Walau kata-kata tersebut mempunyai makna membangun, namun dapat menimbulkan makna antiklimaks.
Untuk melatih pengetahuan metodologis, membiasakan diri dengan cara analisis (mengurai unsur), sintesis (menyusun) dan evaluasis (menilai). Cara efektif untuk melatih pengetahuan metodologis dapat dilakukan dengan membiasakan diri menyontoh langsung dalam penyelesaian suatu soal (masalah) atau pekerjaan atau melibatkan diri langsung dalam pemecahan masalah. Atau mengembangkan pemikiran berdasarkan tujuan, sebab-akibat, pernyesuaian maupun mempergunakan difinisi operasional disiplin ilmu tertentu (rumus) dan sebagainya.
Kemudian, Berpikir Imajinatif-Kreatif. Ini mengandung arti cara berpikir kreatif dalam menelaah/memecahkan pokok masalah dengan memperhitungkan kemungkinan yang mungkin dapat dimunculkan mengatasi pokok masalah.
Untuk mudah berpikir kreatif dalam mengobservasi adalah dengan cara membayangkan gambaran bentuk objek masalah dan pikirkan unsur-unsur penting yang membentuk gambaran (sesuatu) yang dapat mempengaruhi gambaran tersebut melalui proses analisis, sintetis dan evaluasis.
Subjek Belajar tak boleh ragu mengembangkan pikiran kreatif untuk mengkaji berbagai kemungkinan dari banyak sisi dalam mencari kunci jawaban masalah yang dihadapi (Kalau begini bagaimana ya? Atau kalau begitu bagaimana ya jadinya? Kalau dibuat seperti ini, bagaimana jadinya dan bagaimana mengantisipasi kemungkinan lain yang terjadi ya? Kalau mereka tidak setuju dengan usul saya ini, alternatif lain bagaimana yang bagus saya kemukakan pada mereka ya? Dari banyak alternatif ini, mana yang terbaik dan pantas dikemukakan?).
Untuk membangkitkan atau motivasi penggunaan metode belajar, maka dilakukan dengan cara merangsang daya nalar untuk mengorganisir pola pikir dengan memokuskan perhatian pada:
  1. Apa yang akan dipelajari,
  2. Untuk apa mempelajari materi pelajaran tersebut,
  3. Apa hubungan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari (manfaat  mempelajari dan apa yang dapat kita lakukan dengan pengetahuan tersebut),
  4. Bagaimana cara mempelajarinya,  
  5. Kemudian, bangkitkan faktor intelektual-emosional dengan mengembangkan dan membiasakan “berimajinasi dalam berpikir”. Maksudnya, subjek belajar membiasakan untuk menjelajah dengan berusaha membayangkan gambaran bentuk yang dipelajari. Kemudian pikirkan unsur-unsur penting yang membentuk gambaran tersebut. Dengan demikian subjek belajar akan digiring pada pola belajar aktif dan kreatif. By Hendra Surya [Penulis Buku: Rahasia Membuat Anak Cerdas dan Manusia Unggul, Cara Cerdas (Smart) Mengatasi Kesulitan belajar, Cara Belajar Orang Genius, Strategi Jitu Mencapai Kesulitan Belajar, Menjadi Manusia Pembelajar, dan lain-lain.]
 Catatan: 
Pembaca dapat mendapatkan petunjuk lebih rinci melalui ebook: 
Strategi Jitu Mencapai Kesulitan Belajar
Cara Cerdas (Smart) Mengatasi Kesulitan Belajar
Cara Belajar Orang Genius
Jadilah Pribadi Yang Unggul
Cara Membuat "Pede" (Percaya Diri) Anak

Ebook tersebut dapat dibeli di google play store dan pembayaran dapat mempergunakan pulsa Hp...

Wasalam,
Hendra Surya

Cara Luarbiasa Membuat Pede (Percaya Diri) Anak



Cara Luarbiasa Membuat "PEDE" (Percaya Diri) Anak
Orang tua mana yang tidak ingin anaknya, seperti bocah ajaib pengukir sejarah dunia. Sebut saja seperti Thomas Alva Edison, Albert Einstein, Marie Curie dan lain-lain, atau seperti Bagas Rahman Dwi Saputra atau Bagas Icil (penyanyi idola cilik 2013). Taufik Hidayat (pemain bulutangkis) dan pintarnya seperti BJ Habibie. Paling-tidak, anak punya semangat dan keberanian untuk mencontoh perilaku tokoh-tokoh tersebut meraih prestasi dalam hidupnya maupun mengaktualisasikan segenap kemampuan anak.
Namun kini yang jadi persoalan, bagaimana mewujudkan harapan-harapan orang tua tersebut menjadi suatu kenyataan? Jika kita perhatikan, anak bermasalah dengan percaya dirinya. Anak selalu mengeluh tak punya kemampuan apa-apa. Ketika belajar anak mudah menyerah dan mengeluh sulit belajar. Jika diminta untuk melakukan sesuatu, anak takut secara berlebihan dan merasa tak yakin dapat melakukannya. Apalagi keberanian anak payah. Kita sering direpotkan oleh perilaku anak di saat ada banyak teman sebaya di dekatnya. Anak malah takut bermain bersama dan anak terus berlindung di balik tubuh orang tuanya. Anak tak punya keberanian berkomunikasi dengan orang lain. Untuk menyampaikan keinginannya saja anak tak berani. Apalagi berbicara di depan banyak orang. Tidak itu saja, kita pun sering direpotkan banyak hal karena anak tidak punya keberanian untuk melakukan/memenuhi sendiri setiap keinginan maupun kebutuhannya.
Tentunya kita tidak dapat memungkiri anak yang tidak memiliki percaya diri, akan menghambat perkembangan prestasi intelektual, keterampilan maupun kemandirian anak. Anak jadi tidak cakap dalam segala hal. Anak tidak punya keberanian untuk mengaktualisasikan segenap kemampuan yang dimilikinya. Kita tentu tidak menginginkan, jika anak menjadi serba tergantung pada orang lain, terutama dari orang tuanya. Kalau anak serba tergantung, bagaimana nantinya setelah dewasa?
Mengingat begitu pentingnya membangun kemampuan percaya diri pada perkembangan anak sebagai sumber energi (kekuatan) diri anak untuk dapat mengaktualisasikan dirinya secara utuh, maka anak membutuhkan bantuan kita. Peran orang tua sangat vital dalam menumbuhkan percaya diri anak karena orang tualah yang Paling berpengaruh dan terdekat hubungannya dengan anak. Tapi banyak terjadi, orang tua kurang menyadari perannya dalam membangun percaya diri anak. Malah sebaliknya, orang tualah menjadi penyebab tidak berkembangnya percaya diri anak karena anak terlalu dimanja, tidak dibina dan dilatih.  Kita kurang menyadari anak mengalami kesulitan membangun percaya dirinya.
Kemungkinan lain, kita salah menanggapi ketidakmampuan anak mengembangkan percaya dirinya karena terlalu merepotkan orang tua. Tidak jarang kita bertindak reaktif pada anak yang tidak memiliki percaya diri. Kita kerap kali marah-marah, menjewer, memukul, mencubit atau berkata kasar yang sangat memojokkan anak. Padahal, sikap reaktif kita tersebut tidak langsung mengubah anak menjadi percaya diri. Malah, sebaliknya. Anak semakin tidak mampu mengembangkan percaya dirinya dan anak menjadi sangat tertekan. Akibatnya anak menjadi semakin tidak berdaya (hopeless).
Oleh karena itu, kita harus membantu anak memahami kesulitan, kelemahan dan hambatannya dalam membangun percaya dirinya. Kemudian kita mencarikan solusi untuk mengatasi hambatan anak dalam membangun percaya dirinya.
Untuk itu, buku ini memuat petunjuk-petunjuk praktis dan efektif untuk mengatasi hambatan membangun percaya diri pada anak. Secara keseluruhan dalam buku ini memberi petunjuk-petunjuk kepada kita:
  1. Cara mengembangkan konsep diri positif anak.
  2. Cara mengembangkan kemampuan membangun penampilan diri anak.
  3. Cara mengembangkan kemampuan anak mampu berbuat sesuatu.
  4. Cara mengeksplorasi kemampuan intelektual atau belajar anak.
  5. Cara mengembangkan kemampuan menghadapi ujian.
  6. Cara mengembangkan kemampuan kreativitas anak.
  7. Cara mengembangkan kemampuan berbicara anak.
  8. Cara mengembangkan kemampuan mendengar anak.
  9. Cara mengembangkan kemampuan bergaul atau bersosialisasi anak.
  10. Cara mengembangkan kemampuan pengendalian diri, menangani konflik atau tekanan.
  11. Cara mengembangkan kemampuan mandiri anak.
Sistematis pengulasan yang dipergunakan buku ini cukup sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. Buku ini disajikan tidak seperti buku referensi yang bersifat teoritis, melainkan mengungkap hal-hal nyata, praktis dan dilengkapi dengan contoh kasus. Pengulasan buku ini hanya meliputi 3 aspek, yaitu tinjauan latar belakang masalah, “mengapa” timbul masalah yang menyebabkan terjadinya kesulitan membangun percaya diri pada anak, dan “bagaimana” cara mengatasi masalah yang muncul tersebut.
Tentunya, setelah kita mampu memahami dan dapat mempraktekkan petunjuk-petunjuk dalam buku ini, maka kita pun mengetahui bagaimana menyikapi perilaku, melakukan pendekatan dan mengarahkan perilaku anak dengan baik. Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk merasa kuatir atau cemas terhadap kemampuan percaya diri anak.
Untuk mengetahui petunjuk luarbiasa buku ini, maka Anda dapat mengklik link di bawah ini:
Cara Luarbiasa Membuat Pede (Percaya Diri) Anak 


Ebook buku ini dapat dibeli di Google Play Store dan pembayarannya dapat mempergunakan  pulsa HP.

Skenario Love Story of Idol


http://www.wayang.co.id/index.php/toko/detail/28992SINOPSIS:  Skenario Love Story of Idol… Ikhzan (17 tahun) dan Tiara (16 tahun) adalah pasangan yang sangat serasi. Namun keduanya dipaksa berpisah oleh ayahnya Tiara. Perbedaan derajat bagai langit dan bumi menjadi alasan Wan Hamzah (48 tahun) memisahkan hubungan Tiara dengan Ikhzan. Apalagi, Wan Hamzah telah menjodohkan Tiara dengan Saiful (25 tahun), anak sahabatnya yang memiliki derajat sama. Karenanya, Tiara dipaksa pindah sekolah ke Medan.

Di Medan Tiara dipertemukan dengan Saiful, calon insinyur pertanian dari USU. Saiful pun lantas berusaha keras untuk menghapus memori Ikhzan dari benak pikiran Tiara. Sebagai putri melayu yang patuh memangku adat, Tiara terpaksa menjalani fitrahnya. Tapi hati kecilnya masih menyimpan rindu pada Ikhzan.
Bukan Ikhzan namanya kalau dia berlarut-larut dalam kesedihan. Apalagi, support teman-temannya, seperti Mirza, Dody, Fachri dan Rina membuat dirinya bangkit. Rasa terhina Ikhzan membuat semangatnya membaja untuk merubah nasibnya. Setelah menamatkan SMA, dia merantau ke Medan. Di Medan Ikhzan merintis karir menjadi penyanyi sebuah café.
Tiara sempat menyaksikan Ikhzan pentas di café, begitu juga Ikhzan. Hati Tiara begitu terenyuh dan rasanya ingin memeluk Ikhzan, tapi Saiful, tunangannya menjadi penghalang. Tiara hanya mampu memendam rasa rindunya, begitu juga Ikhzan tak kuasa melihat Tiara bersama tunangannya.
Ketika ada audisi penyanyi di sebuah televisi, Ikhzan pun tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Ternyata atas kegigihan dan Mukjizat Tuhan, Ikhzan menemukan jalan untuk membentuk talentanya. Diapun menjadi bintang yang ngetop dan beken setelah menjadi pemenang Grand Final ajang tersebut.
Keberhasilan Ikhzan mengangkat derajatnya menjadi tamparan berat dan membuka mata Wan Hamzah. Dia pun tak kuasa menghalangi putrinya untuk menentukan pilihan hatinya. Tapi keberhasilan Ikhzan ini juga menyebabkan masalah Tiara semakin berat karena terlibat konflik dengan sepupunya, Syahrani (16 tahun) yang diam-diam jatuh hati pada Ikhzan. Tiara pun menjadi delematis dalam menentukan pilihannya. Apalagi Saiful tak ingin melepaskan Tiara begitu saja.
Sementara itu, walau pun Ikhzan sudah jadi bintang, tapi dia tetap rendah hati. Sifat pemaaf inilah yang membawa dirinya kembali menemukan kekuatan cinta sejatinya dan kebahagiaan dirinya… 
Contoh skenario ini dirilis oleh google play store dan Anda dapat mendownloadnya pada link di bawah ini: