Senin, 24 Mei 2010

Potret Diri

Seandainya negeri ini dalam genggamanku…

Aku malu…

Walau badanku tinggi besar…

Suaraku besar dan menggelegar…

Mataku tajam menggetarkan…

Namaku membumbung tinggi…

Tapi aku tak punya nyali…

Aku senang dan asyik bermain lumpur…

Semut-semut kecil tunggang –langgang takut kecipratan lumpur…

Apa peduliku ‘kan semut…

Toh, semut hanya alat permainan yang membuatku nyengir…

Aku hanya takut pada srigala…

Walau Srigala yang suka curi kambing gembalaku…

Aku lebih takut lihat taring srigala yang banyak pengikutnya memangsaku dan merobohkan singgasanaku…

Demi Srigala aku rela gadaikan harga diriku dan emasku…

Aku tak peduli orang mencemoohku…

Toh, cemoohan tak ‘kan merobohkanku…

Apalagi semut-semut kecil yang tak berarti apa-apa…

Mereka tak tau arti sebuah singgasana…

Aku hanya peduli srigala ‘tuk berbaik hati beri semangkok madu ‘tuk tetap kokoh duduk di singgasanaku…

Dari singgasanaku aku masih bisa bernyanyi…

Walau nyanyianku sumbang, tapi apa peduliku…

By Hendra Surya

Kamis, 20 Mei 2010

Inovasi Kualitas Pendidikan

Wacana perubahan kurikulum seperti mengada-ngada saja, bahkan pemikiran konyol apabila didasarkan oleh sikap reaktif dan impulsive. Setiap terkuak daya serap siswa rendah dan kualitas pendidikan tidak merata, lantas yang selalu dikambing-hitamkan adalah kesalahan kurikulum. Padahal yang menyebabkan rendahnya mutu out-put dan kualitas lembaga pendidikan di Indonesia disebabkan oleh Multi faktor. Seperti: kurangnya perhatian pemerintah pusat, propinsi dan kota, pembiayaan pendidikan yang rendah, sarana dan prasarana yang belum memadai, kualitas guru yang belum ideal, perilaku SDM yang enggan untuk berubah dan mempertahankan status quo, Masih minimnya kesejahteraan guru, sistem pengajaran klasikal yang tidak ideal, seperti 40-48 orang perkelas, dan lain-lain.

Kalau ditelaah lebih mendalam, yang sangat esensial sekali adalah siswa masih terperangkap pola belajar datang, duduk, dengar, catat dan hafal (D3CH). Hal ini tentu kita semua sepakat, Pendidikan Nasional kita perlu inovasi agar mutu pendidikan nasional dapat ditingkatkan. Salah satu aspek yang perlu inovasi dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan nasional adalah mendobrak tradisi belajar peserta didik kita. Kalau kita perhatikan, peserta didik kita masih menjadi objek belajar dan terkungkung dalam budaya pasif. Tradisi belajar pasif membuat siswa tidak mampu mengoptimalkan kapasitas kompetensinya. Sudah seharusnya kita mengarahkan peserta didik kita menjadi subjek belajar atau penjadi pelaku belajar yang super aktif. Untuk itu, perlu inovasi yang dapat dipergunakan peserta didik agar dirinya mampu menjadi subjek belajar yang super aktif, baik dalam arti verbal maupun non verbal, walau pendidikan melalui system klasikal.

Sebagai konstribusi yang perlu diperhitungkan dan harus ada adalah sebuah panduan metodologi belajar atau strategi keterampilan belajar bagi peserta didik. Selama ini dirasakan belum adanya panduan yang riil untuk membantu peserta didik untuk mengetahui bagaimana belajar itu harus dilakukan. Bagaimana cara membuka pikiran, merespon stimulus yang dihadapkan padanya, merencanakan belajar dan sistematis belajar, baik belajar dalam bimbingan guru maupun belajar mandiri. Bagaimana peserta didik membangun proses penalaran, sikap dan psikomotornya.

Untuk dapat mengorganisir jalan pikiran, mengendalikan pikiran dan mengarahkan pikiran, sikap dan psikomotor dengan baik dalam belajar, peserta didik mutlak membutuhkan metodologi belajar yang efektif. Metodologi belajar tersebut menjadi “alat” atau “kail” yang mengatur dan mengorganisir step by step jalan pikiran yang digunakan untuk menangkap, mengamati, mencerna, menginterpretasikan, menafsirkan, merangkai dan menyimpulkan ilmu pengetahuan dengan baik. Dengan perkataan lain anak dengan alat tersebut dapat mengerti apa yang dipelajarinya, mengetahui bagaimana mempelajarinya dan mampu mengoperasionalkan ilmu yang diperolehnya.

Tentu diharapkan peserta didik memiliki metode belajar yang efektif sebagai panduan cara berpikir, sikap dan psycho motornya dalam belajar untuk mengurai atas objek yang dipelajari. Peserta didik mampu memahami bentuk operasional yang menghubungkan antarunsur yang dipelajari secara menyeluruh membentuk sebuah pengertian. Juga, membantu menjembatani komunikasi timbal-balik dengan pemberi stimulus belajar (guru). Pada diri peserta didik pun terus terpacu untuk membangun jalan pikirannya untuk menjadi atau menguasai sesuatu hingga tuntas. Dan yang lebih essensial lagi pada siswa sadar akan dirinya yang belajar, sehingga belajar dilakukan dengan penuh larutan kegembiraan untuk belajar.

Demikianlah saya sampaikan saran ini dengan maksud sebagai bahan masukan pemikiran begitu “urgen”nya sebuah panduan metodologi belajar bagi peserta didik dalam meningkatkan prestasi dan mutu pendidikan di Indonesia. Saya berharap pihak yang terkait mau memikirkan, menyusun, memperkenankan dan menggerakkan pengembangan metodologi belajar bagi peserta didik sekolah di Indonesia.

Wasalam,

Hendra Surya

(Penulis Menjadi Manusia Pembelajar)

Alamat : Jl. Al Abbasiyah 69B, Utan Jaya RT5/4, Kel. Pondok Jaya, Kec.Cipayung, Depok 16431, Telepon: 085281085906, E-mail: hendrasuryaw@gmail.com, Website: http://hendrasurya.blogspot.com

Selasa, 18 Mei 2010

Rahasia Membuat Anak Cerdas dan Manusia Unggul


Memiliki anak cerdas tentu menjadi impian setiap orang tua. Apalagi anak menjadi manusia unggul. Seperti bocah ajaib pengukir sejarah dunia Albert Einstein, Thomas Alva Edison, JK Rowling (Penulis buku Harry Potter) dan lain-lain. Atau seperti Gita Gautawa(penyanyi), mampu mewujudkan mimpi seperti Andrea Hirata (Penulis Laskar Pelangi) dan pintarnya kayak BJ Habibie. Paling-tidak, anak punya semangat dan keberanian untuk menyontoh perilaku tokoh-tokoh tersebut meraih prestasi dalam hidup maupun kemampuan mengaktualisasikan (memunculkan) segenap potensi yang dimilikinya.

Lantas yang jadi persoalan, bagaimana mewujudkan harapan orang tua tersebut menjadi suatu kenyataan? Permasalahan di lapangan yang membuat Anda panik, jika anak bermasalah dalam pengembangan perilakunya. Khususnya prestasi belajar anak yang buruk. Anak menjadi bandel atau anak memiliki penyimpangan perilaku. Anak tidak dapat menunjukkan prestasi yang membanggakan dan terarah untuk menjadi orang yang sukses di kemudian hari. Seperti tingkat kecerdasan anak payah, sulit belajar, malas belajar, suka berkelahi, berselisih dan bermusuhan dengan temannya. Emosi anak tidak stabil. Hanya karena masalah sepele saja, emosinya langsung meledak-ledak. Apalagi anak bermasalah dengan percaya dirinya. Kadang anak gampang murung dan kecewa. Anak selalu mengeluh dalam pergaulannya, karena dia merasa tersisih. Dia tak punya keberanian mengembangkan pergaulannya dengan teman yang punya kemampuan di atas anak. Anak tak punya keberanian berkomunikasi dengan orang lain.

Padahal, Anda tidak dapat memungkiri yang mempengaruhi kualitas kematangan kecerdasan anak dan menjadi orang sukses sangat tergantung dari lingkungan di mana dia berada, terutama orang tua, keluarga dan masyarakat di seputar anak. Dengan kata lain, kualitas kematangan anak tentunya sangat ditentukan oleh kualitas interaksi yang terbangun dalam lingkungan atau kualitas interaksi yang sengaja diaktualisasikan (dimunculkan) secara terencana dan sistematis. Jadi, campur tangan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak.

Untuk itu, Anda harus berusaha mengembangkan, mengarahkan dan meningkatkan kematangan potensi bawaan anak, seperti memaksimalkan kecerdasan anak, kepribadian anak menjadi manusia unggul. Anda tak perlu kuatir bagaimana cara membantu anak mengembangkan kecerdasan anak dan mematangkan kepribadian anak menjadi manusia unggul karena dari buku: Rahasia Membuat Anak Cerdas dan Manusia Unggul, Anda mendapat petunjuk-petunjuk praktis dan efektif yang dibutuhkan. Secara keseluruhan dalam buku ini memberi petunjuk-petunjuk kepada Anda, seperti:

Bagaimana cara meningkatkan kecerdasan anak.

Bagaimana cara mengatasi malas belajar anak.

Bagaimana cara mengarahkan anak yang gemar bertanya.

Bagaimana cara mengarahkan anak yang suka protes.

Bagaimana cara mengembangkan cara belajar.

Bagaimana cara mengelola ketakutan pada anak.

Bagaimana cara menghilangkan gagap pada anak.

Bagaimana cara mengarahkan anak yang bandel dan tidak bisa diam.

Bagaimana cara mengembangkan permainan bermain peran.

Bagaimana cara mengarahkan anak yang suka agresif.

Bagaimana cara mengembangkan belajar mandiri pada anak.

Bagaimana cara mengatasi anak yang sulit bergaul.

Bagaimana cara mengatasi anak yang suka mengamuk.

Bagaimana cara membentuk kepribadian anak.

Bagaimana cara mengembangkan ketrampilan mengatasi masalah.

Bagaimana cara menumbuhkan percaya diri pada anak.

Sistematis pengulasan yang dipergunakan buku ini pun cukup sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. Buku ini disajikan tidak seperti buku referensi yang bersifat teoritis, melainkan berisi hal-hal nyata dan praktis. Pengulasan buku ini hanya meliputi 3 aspek, yaitu tinjauan latar belakang masalah, “mengapa” timbul masalah yang menyebabkan kesulitan meningkatkan kecerdasan anak dan menjadi manusia unggul dan “bagaimana” cara mengatasi masalah yang muncul tersebut.

Tentunya, setelah Anda mampu memahami dan dapat mempraktikkan petunjuk-petunjuk dalam buku ini, tidak ada alasan bagi Anda untuk merasa kuatir atau cemas. Anda pun mengetahui bagaimana cara meningkatkan kecerdasan anak secara optimal, mengembangkan kepribadian yang mantap pada anak menjadi manusia unggul. Jika Anda belum mendapat kepuasan, maka Anda dapat mengubungi penulis melalui e-mail: hendrasuryaw@gmail.com atau Hp 085281085906.

Rabu, 20 Januari 2010

Komite Inovasi Nasional


Keinginan Presiden SBY untuk membentuk Komite Inovasi Nasional merupakan terobosan yang cukup brilian. Kita harus mendukungnya agar bangsa dan Negara Indonesia mampu bangkit dan sejajar dengan Negara maju. Kalau kita mau mempelajari sejarah bagaimana bangsa Jepang bisa menjadi bangsa dan Negara maju seperti sekarang ini. Ingat, masa Restorasi Meiji yang dilakukan oleh Kaisar Mutsuhito yang dikenal dengan gelar Tenno Meiji. Di mana pada awal masa itu bangsa Jepang jauh ketinggalan dari AS dan bangsa Eropa. Namun dengan inovasi berbagai bidang (lini) dalam waktu cukup singkat Jepang menjadi Negara maju dan dapat mengangkat dirinya sejajar dengan negara-negara barat. Bangsa Jepang mampu, mengapa bangsa Indonesia yang jauh lebih besar dari Jepang ini tidak?!

Komite Inovasi Nasional yang dimaksud harus menjadi wadah para innovator, merumuskan bagaimana kerangka berpikir, bersikap dan berbuat menjadi pelaku innovator, memikirkan, mengarahkan dan menyediakan sarana/prasarana para innovator, maupun menghimpun dan mengembangkan penemuan para innovator untuk membangun kemajuan Negara Indonesia.

Mari kita dukung keinginan Presiden SBY untuk membentuk Komite Inovasi Nasional. Sejalan dengan hal tersebut, pendidikan nasional kita pun perlu inovasi agar mutu pendidikan nasional dapat ditingkatkan dan melahirkan para innovator muda yang diharapkan mampu mengangkat kemajuan Negara Indonesia.

Salah satu aspek yang perlu inovasi dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan nasional adalah mendobrak tradisi belajar peserta didik kita. Kalau kita perhatikan, peserta didik kita masih menjadi objek belajar. Bagaimana kita harus mengarahkan peserta didik kita menjadi subjek belajar. Untuk itu, perlu inovasi yang dapat dipergunakan peserta didik agar dirinya mampu menjadi subjek belajar, walau pendidikan melalui system klasikal.

Sebagai konstribusi yang perlu diperhitungkan dan harus ada adalah sebuah panduan metodologi belajar bagi peserta didik. Selama ini dirasakan belum adanya panduan yang riil untuk membantu peserta didik untuk mengetahui bagaimana belajar itu harus dilakukan. Bagaimana cara merespon stimulus yang dihadapkan padanya, merencanakan belajar dan sistematis belajar, baik belajar dalam bimbingan guru maupun belajar mandiri. Bagaimana peserta didik membangun proses penalaran, sikap dan psikomotornya.

Untuk dapat mengorganisir jalan pikiran, mengendalikan pikiran dan mengarahkan pikiran, sikap dan psikomotor dengan baik dalam belajar, peserta didik mutlak membutuhkan metodologi belajar yang efektif. Metodologi belajar tersebut menjadi “alat” atau “kail” yang mengatur dan mengorganisir step by step jalan pikiran yang digunakan untuk menangkap, mengamati, mencerna, menginterpretasikan, menafsirkan, merangkai dan menyimpulkan ilmu pengetahuan dengan baik. Dengan perkataan lain anak dengan alat tersebut dapat mengerti apa yang dipelajarinya, mengetahui bagaimana mempelajarinya dan mampu mengoperasionalkan ilmu yang diperolehnya.

Tentu diharapkan peserta didik memiliki metode belajar yang efektif sebagai panduan cara berpikir, sikap dan psycho motornya dalam belajar untuk mengurai atas objek yang dipelajari. Peserta didik mampu memahami bentuk operasional yang menghubungkan antarunsur yang dipelajari secara menyeluruh membentuk sebuah pengertian. Juga, membantu menjembatani komunikasi timbal-balik dengan pemberi stimulus belajar (guru). Pada diri peserta didik pun terus terpacu untuk membangun jalan pikirannya untuk menjadi atau menguasai sesuatu hingga tuntas. Dan yang lebih essensial lagi pada siswa sadar akan dirinya yang belajar, sehingga belajar dilakukan dengan penuh larutan kegembiraan untuk belajar.

Demikianlah saya sampaikan saran ini dengan maksud sebagai bahan masukan pemikiran begitu “urgen”nya sebuah panduan metodologi belajar bagi peserta didik dalam meningkatkan prestasi dan mutu pendidikan di Indonesia. Saya berharap pihak yang terkait mau memikirkan, menyusun, memperkenankan dan menggerakkan pengembangan metodologi belajar bagi peserta didik sekolah di Indonesia.

Wasalam,

Hendra Surya

(Penulis Menjadi Manusia Pembelajar)

Alamat : Jl. Al Abbasiyah 69B, Utan Jaya RT5/4, Kel. Pondok Jaya, Kec.Cipayung, Depok 16431, Telepon: 085281085906, E-mail: hendrasuryaw@gmail.com, Website: http://hendrasurya.blogspot.com

Senin, 19 Oktober 2009

Belajar Sukses


Kalau kita menelaah kualitas produk lembaga pendidikan kita tentu sungguh memprihatinkan. Coba bayangkan, dalam praktek proses pembelajaran di kelas terlihat persentasi anak yang menguasai materi pembelajaran sangat kecil sekali. Apalagi, kalau SDM gurunya sangat rendah, bagaimana pula output yang dihasilkannya?

Tentu kehadiran bapak-ibu di sini punya keinginan yang kuat untuk memperoleh teknik atau cara praktis meningkatkan kualitas putra-putri bapak-ibu, bukan?

Sebenarnya, untuk menjadi manusia pembelajar itu sederhana. Namun, kadangkala kita sendiri yang membuat rumit atau ruwet. Sebab, kita harus berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang benar. Inti untuk menjadi manusia pembelajar itu tak lain adalah sadar metode. Apapun yang akan kita perbuat akan terasa mudah dilakukan, jika kita mempergunakan metode. Coba bayangkan, kita melihat jaringan komponen computer yang menghasilkan data-data yang sungguh menabjubkan, tentu bagi yang awam terlihat ruwet dan memusingkan kepala. Tapi bagi yang ahli computer, dia memandangnya biasa saja. Karena dia mengetahui rangkaian operasional jaringan computer tersebut.

Nah, sebenarnya untuk memahami apa yang dipelajari, kita tidak boleh dalam keadaan pikiran pasif dan pikiran kosong dengan menampung mentah-mentah apa yang diberikan atau disajikan. Sebab, jika pikiran kita pasif, maka kita mudah kehilangan konsentrasi. Sebab, pikiran mudah bercabang atau menerawang pada ingatan atau pikiran lain yang tidak ada hubungannya dengan apa yang kita pelajari. Parahnya, kita pun mudah terjebak belajar menghafal. Ingat, belajar menghafal membuat pengetahuan yang kita peroleh sangat rendah atau tataran yang terbangun hanya pada tingkatan ingatan belaka atau sekedar mengingat saja. Makanya, .agar materi yang diberikan dapat kita mengerti atau pahami, maka kita perlu membangun atau mempersiapkan simpul-simpul syarat otak kita terkoneksi dengan informasi yang diberikan. Atau dengan kata lain, kita membangun asosiasi atau hubungan intelektual antara stimulus dan respon otak kita. Caranya kita itu harus membiasakan diri bersikap dan berpikir aktif, yaitu merangsang daya nalar untuk menghubungkan daya tangkap dengan informasi baru yang dibahas. Kita belajar berpikir abstrak. Kita berusaha merangkai, menyusun, menggiring atau menyusun asosiasi jalan pikiran secara terfokus. Caranya, buka pikiran dan giring (arahkan) pikiran secara taktis dan terfokus pada pokok masalah dengan mempertanyakan objek yang kita pelajari. Misalnya, apa yang mau dikatakannya, apa maksudnya, bagaimana rangkaiannya, bagaimana kelanjutannya, darimana memulainya, apa saja unsur yang membentuk atau membangunnya, bagaimana bentuk rangkaiannya, siapa pencetusnya, dan sebagainya, hingga tuntas.

Proses berpikir demikian yang dinamakan berpikir taktis. Berpikir taktis ini maksudnya adalah mengandung arti upaya mengarahkan proses berpikir, bertindak cepat dan efektif secara terukur dan terarah langsung menuju objek sasaran usaha. Taktis ini menunjukkan kecekatan dan keterampilan mengelola pemikiran untuk bertindak cepat dan tepat dalam memproses suatu rangsangan yang dihadapi.

Pendek kata, untuk melatih pengetahuan taktis ini subjek belajar harus membiasakan diri belajar mengamati atau melakukan observasi segala sesuatu secara detail.

Kelanjutan berpikir taktis, yaitu berpikir metodis. Berpikir Metodis mengandung arti kemampuan menyusun kerangka berpikir secara step by step atau menyusun prosedur kerja bagaimana cara menggerakkan proses penalaran dan tindakan efektif dalam memproses pokok masalah, sehingga dapat mengurai, menyusun, menimbang dan memecahkan pokok masalah dalam bentuk pola tindakan atau prakarsa.

Untuk melatih pengetahuan metodis, membiasakan diri dengan cara analisis (mengurai unsur), sintesis (menyusun) dan evaluasis (menilai). Cara efektif untuk melatih pengetahuan metodis dapat dilakukan dengan membiasakan diri menyontoh langsung dalam penyelesaian suatu soal (masalah) atau pekerjaan atau melibatkan diri langsung dalam pemecahan masalah. Atau mengembangkan pemikiran berdasarkan tujuan, sebab-akibat, pernyesuaian dan sebagainya.

Kemudian, Berpikir Imajinatif-Kreatif. Ini mengandung arti cara berpikir kreatif dalam menelaah/memecahkan pokok masalah dengan memperhitungkan kemungkinan yang mungkin dapat dimunculkan mengatasi pokok masalah.

Untuk mudah berpikir kreatif dalam mengobservasi adalah dengan cara membayangkan gambaran bentuk objek masalah dan pikirkan unsur-unsur penting yang membentuk gambaran (sesuatu) yang dapat mempengaruhi gambaran tersebut melalui proses analisis, sintetis dan evaluasis.

Subjek Belajar tak boleh ragu mengembangkan pikiran kreatif untuk mengkaji berbagai kemungkinan dari banyak sisi dalam mencari kunci jawaban masalah yang dihadapi (Kalau begini bagaimana ya? Atau kalau begitu bagaimana ya jadinya? Kalau dibuat seperti ini, bagaimana jadinya dan bagaimana mengantisipasi kemungkinan lain yang terjadi ya? Kalau mereka tidak setuju dengan usul saya ini, alternatif lain bagaimana yang bagus saya kemukakan pada mereka ya? Dari banyak alternatif ini, mana yang terbaik dan pantas dikemukakan?).

Untuk membangkitkan atau motivasi penggunaan metode belajar, maka dilakukan dengan cara merangsang daya nalar untuk mengorganisir pola pikir dengan memokuskan perhatian pada:

  1. Apa yang akan dipelajari,
  2. Untuk apa mempelajari materi pelajaran tersebut,
  3. Apa hubungan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari (manfaat mempelajari dan apa yang dapat kita lakukan dengan pengetahuan tersebut),
  4. Bagaimana cara mempelajarinya,
  5. Kemudian, bangkitkan faktor intelektual-emosional dengan mengembangkan dan membiasakan “berimajinasi dalam berpikir”. Maksudnya, subjek belajar membiasakan untuk menjelajah dengan berusaha membayangkan gambaran bentuk yang dipelajari. Kemudian pikirkan unsur-unsur penting yang membentuk gambaran tersebut. Dengan demikian subjek belajar akan digiring pada pola belajar aktif dan kreatif. By Hendra Surya (Penulis buku: Menjadi Manusia Pembelajar)

UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN NASIONAL

Kalau kita merujuk atau mengikuti reportasi pendidikan media cetak sungguh membuat hati menjadi miris dan menyesakkan dada. Bayangkan berita tersebut selalu menyudutkan, mutu pendidikan Indonesia sangat rendah. Dari hasil laporan penelitian International Education Achieviement (IEA), menyatakan kemampuan membaca untuk tingkat SD saja Indonesia terpuruk dalam urutan 38 dari 39 peserta studi. Sedangkan kemampuan daya serap matematika siswa SLTP kita masuk urutan ke 39 dari 42 negara peserta. Begitu juga untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Indonesia masuk ke dalam urutan 40 dari 42 negara peserta. Laporan ini mengindikasikan secara umum kemampuan daya serap siswa kita sangat lemah.

Apalagi, kalau kita mau melongok praktek pembelajaran di kelas sungguh memprihatinkan. Coba bayangkan, dalam praktek proses pembelajaran di kelas terlihat persentasi anak yang menguasai materi pembelajaran sangat kecil sekali. Kalau boleh dibilang anak mampu melakukan proses pembelajaran dengan benar hanya 10-20 % saja. Itu pun siswa yang dikategorikan anak pintar atau anak cerdas saja. Apalagi, kalau SDM gurunya sangat rendah, bagaimana pula output yang dihasilkannya?

Secara umum, jika kita telaah lebih lanjut masalah rendahnya kemampuan daya serap siswa, ternyata sebahagian besar bersumber dari masalah internal dari siswa itu sendiri. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan R.L. Mooney dan Mary Alice Price di Amerika, menyatakan ada 2 kesukaran yang paling menonjol atau paling banyak dialami pelajar, yaitu:

1. Tidak tahu bagaimana cara belajar yang efektif (don’t know how to study efektively)

2. Tidak dapat memusatkan perhatian dengan baik (unable to concentrate will).

Selama ini, dalam praktek pengajaran selalu saja timbul kegamangan dan dilematis. Kesalahan atau ketidakefektifan pemilihan metoda pengajaran oleh guru tentu berdampak signifikan terhadap pola belajar siswa kita. Metoda pengajaran yang tidak memberi peluang partisipasi aktif siswa secara optimal tentu memberi out put yang rendah dan tidak berkualitas pula. Kondisi belajar seperti ini menyebabkan siswa kita terperangkap pada metoda belajar klasik dalam menjalankan aktivitas belajarnya, yaitu terpaku pada metoda belajar menghafal. Padahal, metoda klasik tersebut hanya membuat siswa hanya pintar membeo dan tataran pengetahuan yang diperolehpun sangat dangkal, yaitu ingatan belaka. Pada anak mudah sekali kehilangan gairah belajar. Apalagi anak dihadapkan pada beban materi pelajaran yang didrillkan itu terlalu sarat. Hal ini membuat anak terbelenggu dan kehilangan kebebasan untuk belajar. Anak senantiasa mudah sekali dihinggapi oleh rasa jemu dan rasa bosan dalam belajar. Kemampuan konsentrasi belajar anak pun hanya mampu bertahan antara 10-20 menit saja setiap mengikuti satu mata pelajaran.

Ketidak mampuan anak membangun intensitas konsentrasi belajar ini, sehingga bagaimana mungkin anak mampu menguasai materi pelajaran secara utuh. Dengan demikian bagaimana anak mampu mengoperasionalkan ilmu pengetahuan yang dihadapkan padanya. Hal seperti ini membuat wajar, jika mutu produk pendidikan kita sangat rendah. Harapan untuk membentuk kompetensi siswa pun seperti panggang jauh dari api.

Faktor kesulitan yang terbesar yang dihadapi setiap guru di negeri ini adalah bagaimana menyiapkan siswa untuk melakukan proses pembelajarannya dalam arti belajar dengan benar dan sungguh-sungguh. Mengingat jumlah siswa yang dihadapi cukup besar, alokasi waktu pembelajaran terbatas dan sarana/prasarana pun cukup terbatas. Sehingga sangat sulit menciptakan partisipasi siswa secara aktif seluruh siswa untuk melakukan pembelajaran. Secara ideal proses belajar itu dapat dikatakan terjadi, apabila ada proses penggalangan aktivitas keterlibatan intelektual-emosional seluruh siswa dalam belajar. Guru diharapkan mampu mendesain materi pelajaran, sehingga mempunyai daya tarik atau daya magis yang menggairahkan dan menimbulkan antusias siswa untuk mempelajari pelajaran lebih lanjut, misalnya menyiapkan alat peraga yang menarik.

Oleh karena itu, sebagai konstribusi yang perlu diperhitungkan dan harus ada adalah sebuah panduan metodologi belajar bagi siswa. Selama ini dirasakan belum adanya panduan yang riil untuk membantu siswa mengetahui bagaimana belajar itu harus dilakukan. Bagaimana cara-cara merespon stimulus yang dihadapkan padanya, merencanakan belajar dan sistematis belajar, baik belajar dalam bimbingan guru maupun belajar mandiri. Bagaimana anak membangun proses penalaran, sikapnya dan psikomotornya.

Kalau kita merujuk pada visi pendidikan yang dirumuskan UNESCO dapat diketahui, bahwa pendidikan adalah mendidik anak untuk belajar berpikir, belajar hidup, belajar menjadi diri sendiri, belajar untuk belajar hidup. Hal ini menunjukkan subjek didik menyadari proses pendidikan berarti belajar mengendalikan, mengarahkan, menggerakkan dan menyetir pikiran, sikap maupun psycho motornya untuk mencapai tujuan tertentu atau menjadi tertentu. Anak belajar tidak hanya mengetahui sebuah informasi saja, namun mengetahui makna mengapanya dan bagaimananya sesuatu yang dipelajari, sehingga kompetensi anakpun terbangun sebagaimana yang dikehendaki.

Untuk dapat mengorganisir jalan pikiran, mengendalikan pikiran, mengarahkan pikiran, sikap dan psikomotor dengan baik dalam belajar, siswa mutlak membutuhkan metodologi belajar yang efektif. Metodologi belajar tersebut menjadi “alat” atau “kail” yang mengatur dan mengorganisir step by step jalan pikiran yang digunakan untuk menangkap, mengamati, mencerna, menginterpretasikan, menafsirkan, merangkai dan menyimpulkan ilmu pengetahuan dengan baik. Dengan kata lain, anak dengan alat tersebut dapat mengerti apa yang dipelajarinya, mengetahui bagaimana mempelajarinya dan mampu mengoperasionalkan ilmu yang diperolehnya.

Tentu kita semua mengharapkan siswa memiliki metode belajar yang efektif sebagai panduan pengarahan fokus pemikiran, sikap dan psycho motornya dalam belajar untuk mengurai dan menjelaskan atas objek yang dipelajari. Dengan alat tersebut siswa mampu menangkap dan memahami bentuk bentuk operasional yang menghubungkan antarunsur atau bagian yang dipelajari secara menyeluruh membentuk sebuah pengertian atau maksud. Dengan metode tersebut membantu menjembatani komunikasi timbal-balik antara siswa dengan pemberi stimulus belajar (guru). Pada diri siswa pun terus terpacu untuk membangun jalan pikirannya untuk menjadi atau menguasai sesuatu hingga tuntas. Dan yang lebih essensial lagi pada siswa sadar akan dirinya yang belajar, sehingga belajar dilakukan dengan penuh larutan kegembiraan untuk belajar.

Demikianlah sumbang-saran ini disampaikan dengan maksud sebagai bahan masukan pemikiran begitu “urgen”nya sebuah panduan metodologi belajar bagi siswa dalam meningkatkan prestasi dan mutu pendidikan di Indonesia. Semoga, MENDIKNAS yang baru mau memikirkan, menyusun dan menggerakkan pengembangan metodologi belajar bagi siswa sekolah di Indonesia. Untuk memperkenalkan dan melatih metodologi belajar yang efektif ini pada siswa dapat dilakukan secara intensif dan terprogram oleh guru bimbingan dan konseling di sekolah. Hendra Surya (Penulis buku: Menjadi Manusia Pembelajar)

Alamat : Jl. Al Abbasiyah 69B, Utan Jaya RT5/4, Kel. Pondok Jaya, Kec. Pancoranmas, Depok 16431

Telepon: 085281085906 - 02187982716

E-mail: hendra.surya@ymail.com, hendrasuryaw@gmail.com,Website: http://hendrasurya.blogspot.com

Rahasia Sang Maestro Cilik


Al kisah Hendi Bakti (11 tahun) seorang anak yatim dan miskin. Hendi ini sejak kecil menderita gagap. Karena gagapnya itu ia selalu jadi bahan olok-olokan temannya di sekolah maupun teman satu lingkungannya yang dikomando oleh Hartono dan Tommy (11 tahun). Pendek kata, tidak ada seorang pun yang mau bersahabat dengan dirinya. Kemana pun ia pergi selalu mendapat cecaran hinaan. Dia selalu dikucilkan dan dijauhi.

Ibunyapun (37 tahun) yang sudah terlalu letih mencari sesuap nasi tak luput dari cecaran hinaan karena Hendi itu, hingga ibunya menangis batin melihat anak sulungnya itu selalu mendapat hinaan, bahkan pukulan. Akhirnya ia melarang Hendi pergi bermain-main sepulang sekolah.

Untuk melepas kerinduan bermain, Hendi membuat rumah pohon di atas pohon jambu monyet di belakang rumahnya. Di dalam pertapaan rumah pohonnya itu, petuah Ibu Guru Erika (35 tahun) semakin matang dengan timbulnya ide untuk mengisi waktu luangnya dengan membuat lukisan tempurung kelapa. Ternyata idenya itu didukung oleh Kakek Hendi (60 tahun).

Lukisan tempurung kelapa yang dibuat Hendi itu ternyata mampu menyihir dan menarik minat Ibu Sulastri (40 tahun), seorang Pembina Dewan Kerajinan Nasional. Beliau menganjurkan pada Hendi untuk mengembangkan dan memproduksi lukisan itu untuk dipasarkan di Manca Negara. Beliau pun jadi managernya Hendi.

Kemahiran Hendi itu membawa cahaya yang mampu menarik perhatian banyak pihak dan Walikota (50 tahun) dan membuat para musuhnya bertekuk lutut. Hendi pun menakhlukkan kebencian dan sikap permusuhan dengan ilmu cinta kasih. Hendi yang dibenci dan dikucilkan itu mendadak berubah dikagumi dan diidolakan. Kedekatannya dengan Wanty Ati (11 tahun) memberi jalan bagi Hendi untuk mencari cara mengatasi gagapnya.

Bukan itu saja, Hendi sang maestro cilik ini mampu memberdayakan anak-anak putus sekolah dan pengangguran di kelurahannya. Hendi pun dengan lukisannya mampu memberikan hasil tambahan bagi banyak keluarga.

Perilaku inovatif dan kreatif Hendi mengantarkan dirinya memperoleh predikat siswa mandiri dan swakarya. Hendi pun mampu mengantarkan kelurahannya memperoleh penghargaan Kelurahan Teladan. Dirinyapun mendapat mustika prestasinya dengan penghargaan Upakarti. Ternyata, cacat atau kekurangannya bukan akhir dari segala-galanya…