Taukah Anda bagaimana memaksimalkan potensi kecerdasan...
Bagaimana cara buat proses belajar menjadi gampang...
Bagaimana cara smart mengatasi kesulitan belajar...
Bagaimana cara membangun konsentrasi belajar secara prima...
Bagaimana cara cerdas belajar berpikir tingkat tinggi... Bagaimana cara cerdas mengembangkan kreativitas... Bagaimana cara cerdas mengatasi bad mood belajar... Jawabannya, dapat Anda peroleh dari buku "Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar" Buku ini merupakan Buku Terbaik 2012 Perpustakaan Nasional, berdasarkan seleksi penilaian dewan juri yang terdiri dari pakar Indonesia, di antaranya: Dr Soekarman Kertosedono, MLS,Prof. DR. Edi Setyawati, Prof. DR. HAR Tilaar, DR. Alfons Taryadi dan Susana Cahyani M.Hum yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional.
Jika Anda menginginkan buku ini dapat menghubungi Penerbit "PT. ELEX
Media Komputindo", telp: (021)536-50110, 536-50111 Ext 3224 Web Page:http://www.elexmedia.co.id/
Jakarta, Kompas - Pembelajaran Matematika di sekolah-sekolah saat ini masih bersifat abstrak sehingga anak kesulitan memahami konsep-konsep Matematika serta logika anak menjadi tidak berkembang. Karena itu, sistem pendidikan Matematika harus diubah agar tepat sasaran.
Metode pembelajaran Matematika yang tidak tepat itu justru mengakibatkan anak-anak lemah dalam menghitung.
”Padahal, kemampuan menghitung dibutuhkan untuk penguasaan sains, seperti Fisika dan Kimia,” kata Ketua Dewan Pembina Ikatan Guru Indonesia (IGI) Ahmad Rizali, Selasa (1/3).
Ilmuwan Yohanes Surya yang juga pimpinan Surya Institute mengatakan, pendidikan Matematika di sekolah lebih menekankan anak menghafal tanpa mengerti bagaimana proses berpikir logis untuk memahami konsep dasarnya.
”Cara belajar Matematika yang dikenalkan kepada anak-anak tidak gampang dan tidak menyenangkan. Anak selalu tegang jika belajar Matematika sehingga mereka sulit menyukai dan menguasai konsep dasar Matematika,” kata Yohanes dalam pelatihan ”Matematika Gampang, Asyik, dan Menyenangkan (Gasing)” di Tangerang.
”Buta” Matematika
Ahmad mengatakan, dari hasil The Program for International Student Assessment (PISA) 2009, penguasaan Matematika siswa setingkat SMP di Indonesia sekitar 76,6 persen berada di bawah level 2 dari 6 level yang berlaku secara internasional. Kenyataan ini menunjukkan banyak siswa Indonesia yang masih ”buta” Matematika.
Menurut pendefinisian level profisiensi Matematika dari OECD, siswa di bawah level 2 dianggap tidak akan mampu berfungsi efektif di kehidupan abad ke-21.
Tuntutan dunia global sekarang ini adalah manfaat belajar Matematika untuk kehidupan sehari-hari, termasuk pembentukan karakter cermat dan tekun.
”Pendidikan Matematika harus direvolusi. Itu dimulai dari kurikulum. Kita butuh pembenahan yang serius dengan masukan dari ahli yang paham pengajaran Matematika dan ahli Matematikanya,” kata Ahmad.
Yohanes mengatakan, akibat lemahnya pemahaman Matematika sebagian siswa Indonesia, menyebabkan anak-anak lemah dalam penguasaan Fisika dan Kimia. (ELN)
Kalau kita menelaah kualitas produk lembaga pendidikan kita tentu sungguh memprihatinkan. Coba bayangkan, dalam praktek proses pembelajaran di kelas terlihat persentasi anak yang menguasai materi pembelajaran sangat kecil sekali. Apalagi, kalau SDM gurunya sangat rendah, bagaimana pula output yang dihasilkannya?
Tentu kehadiran bapak-ibu di sini punya keinginan yang kuat untuk memperoleh teknik atau cara praktis meningkatkan kualitas putra-putri bapak-ibu, bukan?
Sebenarnya, untuk menjadi manusia pembelajar itu sederhana. Namun, kadangkala kita sendiri yang membuat rumit atau ruwet. Sebab, kita harus berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang benar. Inti untuk menjadi manusia pembelajar itu tak lain adalah sadar metode. Apapun yang akan kita perbuat akan terasa mudah dilakukan, jika kita mempergunakan metode. Coba bayangkan, kita melihat jaringan komponen computer yang menghasilkan data-data yang sungguh menabjubkan, tentu bagi yang awam terlihat ruwet dan memusingkan kepala. Tapi bagi yang ahli computer, dia memandangnya biasa saja. Karena dia mengetahui rangkaian operasional jaringan computer tersebut.
Nah, sebenarnya untuk memahami apa yang dipelajari, kita tidak boleh dalam keadaan pikiran pasif dan pikiran kosong dengan menampung mentah-mentah apa yang diberikan atau disajikan. Sebab, jika pikiran kita pasif, maka kita mudah kehilangan konsentrasi. Sebab, pikiran mudah bercabang atau menerawang pada ingatan atau pikiran lain yang tidak ada hubungannya dengan apa yang kita pelajari. Parahnya, kita pun mudah terjebak belajar menghafal. Ingat, belajar menghafal membuat pengetahuan yang kita peroleh sangat rendah atau tataran yang terbangun hanya pada tingkatan ingatan belaka atau sekedar mengingat saja. Makanya, .agar materi yang diberikan dapat kita mengerti atau pahami, maka kita perlu membangun atau mempersiapkan simpul-simpul syarat otak kita terkoneksi dengan informasi yang diberikan. Atau dengan kata lain, kita membangun asosiasi atau hubungan intelektual antara stimulus dan respon otak kita. Caranya kita itu harus membiasakan diri bersikap dan berpikir aktif, yaitu merangsang daya nalar untuk menghubungkan daya tangkap dengan informasi baru yang dibahas. Kita belajar berpikir abstrak. Kita berusaha merangkai, menyusun, menggiring atau menyusun asosiasi jalan pikiran secara terfokus. Caranya, buka pikiran dan giring (arahkan) pikiransecara taktis dan terfokus pada pokok masalah dengan mempertanyakan objek yang kita pelajari. Misalnya, apa yang mau dikatakannya, apa maksudnya, bagaimana rangkaiannya, bagaimana kelanjutannya, darimana memulainya, apa saja unsur yang membentuk atau membangunnya, bagaimana bentuk rangkaiannya, siapa pencetusnya, dan sebagainya, hingga tuntas.
Proses berpikir demikian yang dinamakan berpikir taktis. Berpikir taktis ini maksudnya adalah mengandung arti upaya mengarahkan proses berpikir, bertindak cepat dan efektif secara terukur dan terarah langsung menuju objek sasaran usaha. Taktis ini menunjukkan kecekatan dan keterampilan mengelola pemikiran untuk bertindak cepat dan tepat dalam memproses suatu rangsangan yang dihadapi.
Pendek kata, untuk melatih pengetahuan taktis ini subjek belajar harus membiasakan diri belajar mengamati atau melakukan observasi segala sesuatu secara detail.
Kelanjutan berpikir taktis, yaitu berpikir metodis. Berpikir Metodis mengandung arti kemampuan menyusun kerangka berpikir secara step by step atau menyusun prosedur kerja bagaimana cara menggerakkan proses penalaran dan tindakan efektif dalam memproses pokok masalah, sehingga dapat mengurai, menyusun, menimbang dan memecahkan pokok masalah dalam bentuk pola tindakan atau prakarsa.
Untuk melatih pengetahuan metodis, membiasakan diri dengan cara analisis (mengurai unsur), sintesis (menyusun) dan evaluasis (menilai). Cara efektif untuk melatih pengetahuan metodis dapat dilakukan dengan membiasakan diri menyontoh langsung dalam penyelesaian suatu soal (masalah) atau pekerjaan atau melibatkan diri langsung dalam pemecahan masalah. Atau mengembangkan pemikiran berdasarkan tujuan, sebab-akibat, pernyesuaian dan sebagainya.
Kemudian, Berpikir Imajinatif-Kreatif. Ini mengandung arti cara berpikir kreatif dalam menelaah/memecahkan pokok masalah dengan memperhitungkan kemungkinan yang mungkin dapat dimunculkan mengatasi pokok masalah.
Untuk mudah berpikir kreatif dalam mengobservasi adalah dengan caramembayangkan gambaran bentuk objek masalah dan pikirkanunsur-unsur pentingyang membentuk gambaran (sesuatu) yang dapat mempengaruhi gambaran tersebut melalui proses analisis, sintetis dan evaluasis.
Subjek Belajar tak boleh ragu mengembangkan pikiran kreatif untuk mengkaji berbagai kemungkinan dari banyak sisi dalam mencari kunci jawaban masalah yang dihadapi (Kalau begini bagaimana ya? Atau kalau begitu bagaimana ya jadinya? Kalau dibuat seperti ini, bagaimana jadinya dan bagaimana mengantisipasi kemungkinan lain yang terjadi ya? Kalau mereka tidak setuju dengan usul saya ini, alternatif lain bagaimana yang bagus saya kemukakan pada mereka ya? Dari banyak alternatif ini, mana yang terbaik dan pantas dikemukakan?).
Untuk membangkitkan atau motivasi penggunaan metode belajar, maka dilakukan dengan cara merangsang daya nalar untuk mengorganisir pola pikir dengan memokuskan perhatian pada:
Apa yang akan dipelajari,
Untuk apa mempelajari materi pelajaran tersebut,
Apa hubungan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari (manfaatmempelajari dan apa yang dapat kita lakukan dengan pengetahuan tersebut),
Bagaimana cara mempelajarinya,
Kemudian, bangkitkan faktor intelektual-emosional dengan mengembangkan dan membiasakan “berimajinasi dalam berpikir”. Maksudnya, subjek belajar membiasakan untuk menjelajah denganberusaha membayangkan gambaran bentuk yang dipelajari. Kemudian pikirkan unsur-unsur penting yang membentuk gambaran tersebut. Dengan demikian subjek belajar akan digiring pada pola belajar aktif dan kreatif. By Hendra Surya (Penulis buku: Menjadi Manusia Pembelajar)