Wacana perubahan kurikulum seperti mengada-ngada saja, bahkan pemikiran konyol apabila didasarkan oleh sikap reaktif dan impulsive. Setiap terkuak daya serap siswa rendah dan kualitas pendidikan tidak merata, lantas yang selalu dikambing-hitamkan adalah kesalahan kurikulum. Padahal yang menyebabkan rendahnya mutu out-put dan kualitas lembaga pendidikan di Indonesia disebabkan oleh Multi faktor. Seperti: kurangnya perhatian pemerintah pusat, propinsi dan kota, pembiayaan pendidikan yang rendah, sarana dan prasarana yang belum memadai, kualitas guru yang belum ideal, perilaku SDM yang enggan untuk berubah dan mempertahankan status quo, Masih minimnya kesejahteraan guru, sistem pengajaran klasikal yang tidak ideal, seperti 40-48 orang perkelas, dan lain-lain.
Kalau ditelaah lebih mendalam, yang sangat esensial sekali adalah siswa masih terperangkap pola belajar datang, duduk, dengar, catat dan hafal (D3CH). Hal ini tentu kita semua sepakat, Pendidikan Nasional kita perlu inovasi agar mutu pendidikan nasional dapat ditingkatkan. Salah satu aspek yang perlu inovasi dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan nasional adalah mendobrak tradisi belajar peserta didik kita. Kalau kita perhatikan, peserta didik kita masih menjadi objek belajar dan terkungkung dalam budaya pasif. Tradisi belajar pasif membuat siswa tidak mampu mengoptimalkan kapasitas kompetensinya. Sudah seharusnya kita mengarahkan peserta didik kita menjadi subjek belajar atau penjadi pelaku belajar yang super aktif. Untuk itu, perlu inovasi yang dapat dipergunakan peserta didik agar dirinya mampu menjadi subjek belajar yang super aktif, baik dalam arti verbal maupun non verbal, walau pendidikan melalui system klasikal.
Sebagai konstribusi yang perlu diperhitungkan dan harus ada adalah sebuah panduan metodologi belajar atau strategi keterampilan belajar bagi peserta didik. Selama ini dirasakan belum adanya panduan yang riil untuk membantu peserta didik untuk mengetahui bagaimana belajar itu harus dilakukan. Bagaimana cara membuka pikiran, merespon stimulus yang dihadapkan padanya, merencanakan belajar dan sistematis belajar, baik belajar dalam bimbingan guru maupun belajar mandiri. Bagaimana peserta didik membangun proses penalaran, sikap dan psikomotornya.
Untuk dapat mengorganisir jalan pikiran, mengendalikan pikiran dan mengarahkan pikiran, sikap dan psikomotor dengan baik dalam belajar, peserta didik mutlak membutuhkan metodologi belajar yang efektif. Metodologi belajar tersebut menjadi “alat” atau “kail” yang mengatur dan mengorganisir step by step jalan pikiran yang digunakan untuk menangkap, mengamati, mencerna, menginterpretasikan, menafsirkan, merangkai dan menyimpulkan ilmu pengetahuan dengan baik. Dengan perkataan lain anak dengan alat tersebut dapat mengerti apa yang dipelajarinya, mengetahui bagaimana mempelajarinya dan mampu mengoperasionalkan ilmu yang diperolehnya.
Tentu diharapkan peserta didik memiliki metode belajar yang efektif sebagai panduan cara berpikir, sikap dan psycho motornya dalam belajar untuk mengurai atas objek yang dipelajari. Peserta didik mampu memahami bentuk operasional yang menghubungkan antarunsur yang dipelajari secara menyeluruh membentuk sebuah pengertian. Juga, membantu menjembatani komunikasi timbal-balik dengan pemberi stimulus belajar (guru). Pada diri peserta didik pun terus terpacu untuk membangun jalan pikirannya untuk menjadi atau menguasai sesuatu hingga tuntas. Dan yang lebih essensial lagi pada siswa sadar akan dirinya yang belajar, sehingga belajar dilakukan dengan penuh larutan kegembiraan untuk belajar.
Demikianlah saya sampaikan saran ini dengan maksud sebagai bahan masukan pemikiran begitu “urgen”nya sebuah panduan metodologi belajar bagi peserta didik dalam meningkatkan prestasi dan mutu pendidikan di Indonesia. Saya berharap pihak yang terkait mau memikirkan, menyusun, memperkenankan dan menggerakkan pengembangan metodologi belajar bagi peserta didik sekolah di Indonesia.
Wasalam,
Hendra Surya
(Penulis Menjadi Manusia Pembelajar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar