Jumat, 20 Februari 2009

Keranjingan Video game


-->
Orang tua mana yang tidak mengeluh dan kuatir, jika melihat anak sudah keranjingan main video game? Apalagi, anak yang keranjingan main video game sampai membuat anak lupa waktu, belajar, tugas dan sebagainya. Memang kalau kita amati, anak yang keranjingan main video game ini hampir sepanjang waktu setiap harinya berada di depan Play Station dan juga video game di komputer, Hp atau tablet/iPad. Pendek kata, video game ini dapat menjadi sumber masalah antara orang tua dengan anak. Anak yang sudah keranjingan video game ini sangat sulit diatur. Bahkan tidak jarang, orang tua bertengkat dengan sang anak. Orang tua menginginkan anak dapat membagi waktunya untuk belajar, mengerjakan tugas dan bersosialisasi. Namun sebaliknya, anak menganggap orang tua terlalu cerewet, tak pengertian, tak bisa melihat anaknya senang dan tak memberi kepercayaan pada anak.
Hal yang menguatirkan, jika anak menghabiskan waktu dengan main video game dapat menyebabkan merosotnya prestasi belajar anak. Begitu juga, anak dapat tidak mempunyai kemampuan untuk bersosialisasi dengan baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulannya di masyarakat.
Lebih berbahaya lagi, pengaruh dari bermain video game dapat menyebabkan meningkatnya agresivitas anak. Ini dapat saja terjadi karena pengaruh permainan yang menampilkan perilaku agresif. Seperti permainan yang menampilkan perkelahian brutal, berdarah-darah, sadis, adegan penyiksaan, pembunuhan dan lain-lain. Jenis permainan yang digemari tersebut dan dinikmati secara berulang-ulang, maka secara tanpa sadar dan berangsur-angsur perilaku agresif tersebut akan terekam dalam memori alam bawah sadar anak. Akibatnya, anak menjadi terbiasa menyaksikan adegan kekerasan, sehingga sikap agresif pada anak begitu mudah terbentuk.

Dampak permainan video game

Ternyata, video game ini tidak hanya digemari oleh anak-anak saja, tidak sedikit orang tua yang merasa tertarik dan tertantang bermain video game. Setelah ditelaah, ternyata ada beberapa manfaat yang positif dirasakan pemain video game ini, sehingga orang menjadi ketagihan bermain video game. Manfaat bermain video game ini, antara lain:
  • Dapat memberi rasa rileks dan mengendurkan urat saraf dari kesibukan rutin atau kecapekan setelah bekerja.
  • Melatih kemampuan untuk memusatkan perhatian dan konsentrasi pemainnya.
  • Melatih memecahkan masalah dengan mempergunakan analisa.
  • Melatih kemampuan untuk mengatur sistematis kerja untuk mencapai tujuan.
  • Mengembangkan kecepatan reaksi dan persepsi audio visual.
  • Tidak membuat orang gampang putus asa.
  • Melatih mengembangkan kesabaran dan ketekunan.
  • Melatih mengembangkan imajinasi dan kreativitas berpikir secara lebih luas.
  • Membentuk rasa percaya diri.
Dampak negatif permainan video game yang harus diantisipasi, antara lain:
  • Dapat membuat pemainnya lupa waktu, lupa belajar, lupa tugas dan tanggung jawab.
  • Dapat membuat pemainnya tidak produktif karena waktunya habis dipergunakan untuk bermain video game.
  • Dapat meningkatkan sikap agresivitas pemainnya, karena pengaruh aksi-aksi kekerasan yang terbiasa disaksikannya.
  • Dapat menyebabkan anti sosial, karena keranjingan main video game.
  • Dapat menyebabkan ketegangan emosional antara orang tua dengan anak yang kecanduan video game.

Bagaimana cara menghadapi anak yang keranjingan main video game?

Kita harus mensikapi anak yang keranjingan video game ini dengan bijaksana. Antisipasinya, bukan dengan menjauhkan anak dari video game, namun lebih menitik beratkan pada pengontrolan dan pengendalian permainan anak.
Pengontrolan (pengendalian) yang akan kita lakukan, jangan sampai dirasakan anak sebagai suatu bentuk pengekangan. Melainkan lebih diarahkan untuk membentuk saling pengertian antara orang tua dengan anak. Diharapkan tumbuhnya kesadaran anak untuk mau membagi waktu dengan tepat, kapan waktu bermain dan kapan waktu belajar, menyelesaikan tugas serta tanggung-jawabnya.
Untuk itu, maka kita dapat melakukan beberapa langkah pendekatan pada anak, antara lain:
  • Hindari perlakuan otoriter pada anak.
Kita jangan mempergunakan cara keras dan kasar menghadapi anak yang asyik keranjingan main video game. Memaksakan anak untuk segera menghentikan atau membatasi waktu bermain video game dengan ancaman, kekerasan, atau paksaan terhadap anak akan sia-sia belaka. Sebab, kekerasan yang dipaksakan, hanya mengubah perilaku anak bersifat sementara karena anak merasa takut disakiti, diusir, atau dihukum. Akan tetapi sikap keras ini dapat menimbulkan konsekwensi lain, atau menjadi sumber munculnya pemikiran anak untuk melakukan sesuatu perbuatan yang tidak sesuai dengan harapan orang tua. Ini dilakukannya sebagai bentuk reaksi dari pengekangan yang dialaminya. Anak bisa saja menjadi suka mencuri-curi waktu untuk main video game, tanpa sepengetahuan orang tua. Kemungkinan lain, anak dapat saja melakukan perbuatan lain sebagai bentuk kompensasi kekecewaan anak dan perbuatan tersebut sangat merugikan anak itu sendiri. Hal lain yang harus kita ingat, perlakuan keras dan kasar terhadap anak, hanya akan merangsang timbulnya sikap reaktif anak. Secara ekstrem dan lambat laun anak belajar menentang (membangkang) terhadap perintah orang tua.
Maka untuk mensikapi perilaku anak, kita harus dapat mengendalikan emosi dan berusaha mencari cara yang tepat dan dapat diterima anak dengan terbuka. Cara tersebut tidak menimbulkan reaksi penolakan (tanpa menimbulkan kekecewaan) anak.
  • Membangun pengertian anak.
Untuk membangun pengertian anak, kita harus dapat memilih waktu yang tepat berbicara dengan anak. Ketika berbicara, kembangkanlah komunikasi secara dua arah atau interaktif. Kita harus menghindari sifat menggurui atau mencela anak. Waktu bicara dapat dilakukan di saat anak tidak melakukan kegiatan apapun. Seperti saat makan bersama, bermain bersama atau rekreasi bersama anak dan sebagainya. Hal ini penting diperhatikan, agar anak mau menerima secara terbuka apa yang akan dibicarakan.
Saat bercakap-cakap dengan anak, kita dapat mengarahkan pembicaraan untuk membangkitkan atau menyentuh rasa dewasa (rasa penting) anak. Kita jadikan anak sebagai subjek yang dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan sendiri apa yang harus diperbuatnya. Bagaimana seharusnya ia membagi waktunya, antara bermain, belajar dan menyelesaikan tugas atau tanggung-jawabnya. Misalnya dengan mengatakan,” Andi, kamu main video game sangat hebat sekali. Begitu juga cara kamu mengatasi rintangan-rintangan itu sangat cekatan dan mengagumkan sekali. Kamu pun harus menunjukkan kehebatanmu itu dalam mengejar prestasi belajarmu… Ibu yakin sekali, kamu bisa…
Kata-kata yang mengandung pujian dan penghargaan terhadap kemampuan anak, lebih efektif dalam membangun pengertian dan menggugah kesadaran anak. Kesadaran anak inilah yang menjadi kunci pada anak untuk mau melakukan pembagian waktunya, antara bermain dan belajar.
Kemudian ajak anak untuk berpikir bagaimana melakukan belajar sama baiknya dengan waktu bermain video game. Kalau bermain video game dibutuhkan strategi taktis dalam mencapai kemenangan. Begitu juga belajar, tentu membutuhkan strategi taktis, agar belajar itu menjadi kegiatan yang mengasyikkan juga.
Untuk menggugah kesadaran anak tersebut memang membutuhkan kesabaran dan kemauan kita mengembangkan komunikasi secara intensif dengan anak. Kita harus bisa menjadi mitra dialog atau teman diskusi anak.
  • Gunakan trik-trik permainan video game yang digemari anak menjadi umpan balik.
Agar anak mau melakukan kegiatan belajar, mengerjakan tugas dan tanggung-jawabnya, selain bermain video game, maka kita dapat mempergunakan kiat-kiat permainan video game yang digemari anak sebagai umpan balik. Kita dapat memberi penguatan atau dukungan emosional, bagaimana mengimplementasikan kiat-kiat permainan video game dalam kegiatan lainnya. Dengan mempergunakan umpan balik dari kiat-kiat permainan video game dalam mencapai kemenangan atau keberhasilan tersebut dapat membangkitkan kesadaran anak untuk melakukan kegiatan lainnya. Misalnya dengan mengatakan, “Andi, untuk mencapai juara atau kemenangan itu, ternyata membutuhkan kecakapan atau keahlian ya…? Ibu yakin, kamu mampu menjadi juara kelas, jika mau mencontoh cara-cara yang terdapat dalam permainan itu…” Atau, “Ternyata untuk mencapai puncak prestasi dalam permainanmu itu membutuhkan keuletan, ketelitian, kesungguhan, konsentrasi, disiplin dan strategi khusus ya, Budi…? Nah, Ibu mau Budi jadi yang terhebat di kelas, tidak hanya main video game saja. Buktikan cara-cara yang kamu mainkan itu dalam belajar, tentu kamu bisa jadi juara kelas…” Dengan demikian, akan tumbuh perasaan positif dan motivasi anak untuk mau melakukan kegiatan lainnya.
  • Memberi anak rasa tanggungjawab.
Apabila anak sudah sadar dan tergerak, bahwa dirinya juga membutuhkan kegiatan lain untuk mengembangkan kemampuan pribadinya, seperti belajar, bersosialisasi, mengerjakan tugas dan sebagainya, maka kita dapat memberi rasa tanggungjawab pribadi pada anak. Cara memberi rasa tanggungjawab pribadi anak ini, bukan dengan cara menekan, memaksa (mengancam) anak harus begini-begitu. Melainkan berusaha menumbuhkan kesadaran dari dalam lubuk hatinya sendiri.
Ajak anak berdialog untuk membagi waktunya dengan baik. Komitmen apa yang harus diperbuat oleh dirinya sendiri, apabila dirinya tak melaksanakan kegiatan sesuai dengan pembagian waktunya, antara bermain dengan kegiatan lainnya. Seperti kalau prestasi belajarnya melorot, apa tindakan yang harus diperbuat untuk dirinya; bagaimana cara mengingatkan anak yang lalai melakukan kegiatan lainnya; berapa banyak waktu yang dia butuhkan untuk bermain video game seharinya atau seminggunya.
Dengan kata lain, kita berusaha untuk mengkomunikasikan hukuman (sanksi) berdasarkan persetujuan anak. Anak dilibatkan dalam mengambil keputusan terhadap pengaturan kegiatannya sendiri maupun bentuk sanksi atas kelalaiannya, tentu akan menumbuhkan rasa tanggungjawab anak atas tindakannya.
  • Seleksi jenis permainan video game anak.
Untuk mencegah meningkatnya sikap agresivitas anak, akibat pengaruh permainan video game, maka dibutuhkan perhatian kita untuk menyeleksi jenis permainan yang cocok untuk anak. Kita harus menghindarkan anak dari jenis permainan video game yang dapat merangsang meningkatnya agresivitas anak. Seperti permainan bunuh-bunuhan, perkelahian secara brutal atau berdarah-darah, penyiksaan dan sebagainya. Alangkah lebih baik, jika kita dapat memilihkan jenis permainan yang merangsang daya nalar, pengetahuan, menghibur, imajinasi dan kreativitas anak.
Syarat untuk dapat menjalankan petunjuk ini terletak pada:
Pertama, sangat tergantung dari kesediaan kita untuk mau merubah cara pendekatan (memperlakukan) pada anak.
Kedua, membutuhkan kesabaran.
Ketiga, kesediaan kita untuk mau menghargai pendapat, keinginan dan kemampuan anak untuk dapat mengarahkan kegiatannya sendiri. Bukan menempatkan anak sebagai objek yang kaku dan harus patuh menurut kemauan kita semata.
Jika ketiga syarat ini dapat kita jadikan patokan bertindak dalam menghadapi anak, maka kitapun dengan mudah mengembangkan petunjuk di atas, dalam mengatasi anak yang keranjingan main video game.

Kamis, 19 Februari 2009

Mengatasi Mertua

Kadang kehadiran orang tua dimerasakan sangat dibutuhkan dalam mendewasakan relasi antarpasutri. Sebaliknya, tidak sedikit yang merasa kehadiran mertua malah menjadi sumber masalah. Mertua terlalu dominan mengintervensi urusan rumah tangga, plus kehidupan pribadi Anda dan pasangan, sehingga Anda menjadi merasa tak nyaman dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

Kecenderungan dominasi mertua dapat dilihat dari mulai masalah kecilpun biasanya tak luput dari perhatiannya. Seperti kebutuhan sehari-hari, mertua acapkali dengan atraktif mengatur dan mendikte segala kebutuhan berdasarkan citra rasanya. Bahkan, kebutuhan pasangan sekalipun, Anda tidak kuasa untuk menentukan sendiri apa kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya serta cara melayaninya.

Hal yang paling berat Anda rasakan, jika setiap perkataan mertua sudah menjadi “kata perintah” wajib segera dipatuhi. Mengeritik dan membantah sudah dianggap sebagai wujud perlawanan pada orang tua, sehingga dirinya bisa marah besar.

Hal lain, yang semakin membuat Anda merasa tak nyaman, jika mertua kerapkali mulai mendikte kehidupan pribadi Anda. Setiap gerak langkah Anda tak luput dari pengawasan mertua. Anda harus mampu memenuhi kriteria yang diinginkannya. Dirinya serba tahu apa yang harus Anda lakukan.

Yang lebih tragis, bila pasangan begitu sangat tergantung oleh kehendak mertua Anda. Anda merasa menjadi tersisih dalam relasi dengan pasangan. Apapun rencana harus mohon persetujuan mertua. Kehendak mertua adalah mutlak sebagai keputusan yang tak dapat diganggu gugat. Alhasil, relasi yang terbangun dengan pasanganpun kerapkali diisi dengan ketegangan.

Menghadapi kenyataan rumah tangga yang berada di bawah bayang-bayang mertua memang paling tidak mengenakkan, membuat Anda tidak nyaman dan mungkin menjadi sangat menyiksa batin Anda. Bahkan, tidak sedikit rumah tangga yang menjadi berantakan.

Makanya, Anda harus menyelamatkan bahtera rumah tangga Anda dari intervensi mertua, agar dapat mandiri dan mencapai kehidupan yang harmonis serta bahagia. Untuk itu, dibutuhkan solusi yang tepat, agar eksistensi Anda tidak hilang dalam relasi dengan pasangan. Begitu juga, Anda pun dapat mengatur dan mengurus rumah tangga secara mandiri. Namun hubungan dengan mertua tetap berjalan dengan baik.

Kiat mengatasi pengaruh mertua, antara lain:

  • Kalau memungkinkan usahakan untuk tidak serumah dengan mertua


Untuk menghindari pengaruh intervensi mertua terhadap urusan rumah tangga Anda, maka salah satu jalan yang terbaik adalah dengan cara memisahkan diri dan tidak tinggal serumah. Jarak rumah yang Anda tinggali hendaknya relatif cukup jauh dengan domisili mertua (orang tua). Hal ini bukan dimaksudkan untuk mengucilkan kehidupan orang tua dari keluarga Anda, melainkan untuk menghindari benturan-benturan keinginan dalam urusan rumah tangga Anda sendiri. Terutama untuk menciptakan kemandirian dalam berumah tangga, kenyamanan dan keharmonisan relasi pasutri serta kebahagiaan keluarga Anda.

Ingat, Anda yang telah memutuskan untuk membentuk keluarga sendiri, maka Anda harus berani mengambil keputusan untuk hidup mandiri terlepas dari pengaruh dan ketergantungan pada orang tua. Anda harus menghindari benturan kepentingan dan keinginan antara Anda, pasangan dan orang tua (mertua). Anda bangun pondasi rumah tangga Anda sendiri dengan selalu mengutamakan kesepakatan bersama pasangan. Jatuh bangun urusan rumah tangga Anda, menjadi tanggung jawab bersama antarpasutri.

Permasalahannya sekarang adalah bagaimana cara meyakinkan pasangan untuk mau menerima usul hidup secara mandiri, bebas dari pengaruh dan ketergantungan pada orang tua (mertua). Untuk menyampaikan permasalahan ini dibutuhkan kehati-hatian. Walaupun masalahnya sangat rasional, yaitu untuk kehidupan keluarga yang lebih mandiri dan bebas dari pengaruh intervensi orang tua (mertua). Namun masalahnya sangat sensitif bagi pasangan karena menyangkut adanya keterikatan emosional yang kuat antara dirinya dengan orang tuanya. Ketika Anda hendak menyampaikan usul, jangan sampai Anda menyinggung perasaan pasangan.

Oleh karena itu, untuk menyampaikan usul untuk hidup terpisah dari mertua butuh pertimbangan matang, agar tidak menimbulkan perselisihan. Untuk itu, hal pokok yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam menyampaikan tujuan hidup terpisah dari orang tua (mertua), antara lain:

- Tentukan/perhitungkan kapan waktu yang tepat untuk bicara dengan pasangan.

- Memperhatikan kesiapan mental pasangan.

- Menentukan tempat yang ideal untuk berbicara dengan pasangan.

- Kondisi dan situasi yang kondusif.

- Cara penyampaian yang rasional.

- Menghindari sikap emosional dalam menyampaikan maksud dan tujuan.

- Manfaatkan titik peka/titik lemah pasangan untuk menyampaikan tujuan.

- Tentukan secara bersama tujuan tempat tinggal dan waktu kepindahan yang ideal.

Hal yang tersulit, setelah Anda mampu meyakinkan pasangan adalah tugas selanjutnya untuk memberi pengertian, meyakinkan dan menepis kekuatiran mertua. Anda harus dapat meyakinkan mertua dengan baik, mengapa kemandirian berumah tangga itu harus segera dilaksanakan. Hal ini penting Anda lakukan untuk mencegah timbulnya perselisihan atau mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau diluar rencana. Terutama untuk tetap memelihara hubungan dan ikatan emosional antara anak dengan orang tua. Untuk itu, Anda harus dapat mengemukakan cukup alasan yang kuat dan rasional, seperti:

- harus berani belajar hidup mendiri sedini mungkin.

- Membangun citra keluarga sendiri.

- Menjaga citra dan nama baik orang tua di mata saudara, sahabat, rekan bisnis dan masyarakat.

- Bukan bermaksud untuk memisahkan atau memutuskan hubungan dan kedekatan dengan orang tua.

- Masih dapat menentukan waktu berkumpul bersama keluarga dengan orang tua secara berkala.

  • Menakhlukkan hati mertua

Kalau Anda tidak memungkinkan mengajak pasangan untuk hidup terpisah dengan mertua karena alasan tertentu, maka Anda dapat menempuh cara lain. Untuk mengatasi/membuat pengaruh mertua tidak lagi menjadi penghambat dalam relasi Anda dengan pasangan, maka Anda harus dapat menakhlukkan hati mertua. Anda harus mampu menarik hati dan perhatian mertua untuk selalu berpihak pada Anda. Bukan dengan jalan menjauhkan diri, menjaga jarak, saling bermusuhan atau bersikap pasif.

Walaupun mertua selama ini selalu bersikap tidak bersahabat, mendikte dan selalu mencurigai Anda, namun bukan berarti pintu untuk menakhlukkan hati mertua tertutup rapat. Selama ini mungkin sikap Anda selalu berlawanan dengan sikap mertua, sehingga Anda kurang mampu memahami jiwa mertua. Masing-masing pihak selalu menjaga jarak dan saling mencurigai. Alhasil, yang muncul adalah sikap konfrontasi atau Anda cenderung bersikap pasif dengan selalu menjaga jarak dengan mertua.

Untuk dapat menakhlukkan mertua, Anda harus dapat merubah total sikap negatif yang selama ini Anda pertahankan. Terutama pernyataan sikap, seperti ”Ah, akukan kawin dengan anaknya, bukan dengan orang tuanya atau keluarganya…” Pernyataan sikap seperti ini harus dapat Anda ubah menjadi, “Aku kawin dengan dirinya, maka aku pun harus dapat beradaptasi dan mensesuaikan diri dengan orang tuanya dan keluarganya…” Jika Anda dapat berpedoman pada pernyataan kedua, maka Andapun siap untuk membuka diri dan mencari cara bagaimana, agar diri Anda dapat diterima dengan tangan terbuka oleh mertua maupun keluarganya.

Tugas utama Anda adalah bagaimana cara mengambil hati dan menempatkan mertua, agar dirinya merasa senang, dihargai, diperhatikan, diutamakan dan penting. Begitu juga, Anda harus pandai menempatkan diri di hadapan mertua, agar dapat disenangi dan dibutuhkan mertua.

Dengan kata lain, Anda tidak perlu memusingkan apa yang diperbuat mertua terhadap Anda, namun yang utama bagaimana caranya, agar mertua merasa senang, sangat butuh kehadirian Anda dan tergantung pada Anda. Disinilah pentingnya Anda menyusun strategi pendekatan untuk menghadapi dan untuk mendapatkan kepercayaan mertua.

Untuk menyusun strategi pendekatan pada mertua, terlebih dahulu Anda mencari tahu motif mertua tidak menyukai Anda dan selalu mencurigai Anda, sehingga dirinya selalu melakukan intervensi terhadap urusan rumah tangga Anda. Dengan demikian, Anda mengetahui pengetahuan dasar mengenai sikap dan perilaku Anda yang dapat membuat dirinya semakin tidak menyukai Anda dan Anda pun mengetahui titik peka atau titik lemah mertua yang membuat mertua dapat merasa nyaman, senang dan bangga. Begitu juga, Anda mengetahui sikap dan perilaku yang bagaimana yang dapat membuat mertua merasa terbantu, merasa puas, merasa senang, merasa gembira dan bangga, sehingga dirinya merasa senang melihat Anda berada didekatnya atau kehadiran Anda memang sangat dibutuhkannya dan bukan merupakan suatu ancaman baginya.

Langkah-langkah yang dapat Anda lakukan untuk menjalankan strategi pendekatan pada mertua, antara lain:

- Anda harus aktif menjalin interaksi dan komunikasi dengan mertua, walaupun pada awalnya sikap mertua sangat tidak bersahabat. Anda harus terus mencoba melakukan pendekatan dengan mertua, jangan mengenal kata menyerah sampai berhasil mencapai tujuan. Kata kuncinya, Anda harus memberi perhatian dan kepedulian secara khusus pada mertua.

- Anda pun harus bersedia beradaptasi dengan kebiasaan, adat dan tatakrama yang berlaku dalam keluarga pasangan.

- Sentuh dan manfaatkan titik peka mertua atau memberi perhatian khusus pada hal-hal yang menjadi kebanggaan, hobi, kesukaan, minat, kebiasaannya maupun keahliannya. Misalnya, kalau mertua sangat menyukai buah kiwi, maka Anda dapat memberi atau menyediakan buah kiwi tersebut secara khusus untuk dirinya. Kalau mertua hobi nonton film, ajaklah selalu dirinya menonton film yang paling menarik baginya.

- Usahakan mertua terus merasa senang dan puas atas pelayanan Anda sesuai dengan yang diharapkan atau seleranya.

- Jadilah pendengar yang baik di saat mertua berbicara, simak apa yang diucapkan, tanggap dengan makna yang tersirat (tersurat) dari ucapannya dan tentukan cara mensikapi makna tersebut sesuai dengan kebutuhan serta yang diinginkannya.

- Anda harus siap dan bersedia untuk membantunya, baik diminta atau tidak.

- Anda menjadi orang pertama di sisinya, jika dia butuh sesuatu (pertolongan).

- Hindari sikap suka membantah, mendebat, mencela, mengkritik maupun kebiasaan suka memotong pembicaraannya.

Jika Anda dapat melaksanakan dengan senang hati langkah-langkah strategi pendekatan di atas dan bukan hanya karena terpaksa, maka yakinlah Anda pun dalam waktu relatif singkat dapat menakhlukkan hati mertua Anda. Dengan takhluknya hati mertua, berarti tidak ada lagi penghalang dalam relasi dengan pasangan Anda. Sikap mertua yang suka mengintervensi tentu akan berkurang secara drastis. Anda pun akan mendapat dukungan dan kasih sayang mertua dalam membina rumah tangga Anda. Dengan demikian, Anda dapat menciptakan hubungan yang baik dengan mertua dan Anda pun dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan pasangan.

Gemar Bertanya

Kita kadangkala kewalahan dan pusing mendapat berondongan pertanyaan si kecil yang gemar bertanya. Adakalanya, pertanyaan yang diajukan cukup sederhana, namun sulit untuk menjawabnya. Misalnya, “Darimana adik lahir, Ma…?” Kita sampai tidak tahu, bagaimana cara menjawab pertanyaan yang diajukan anak tersebut. Kita sulit menentukan kata yang cocok untuk menjawab pertanyaan anak itu. Kita merasa tabu untuk mengatakan jawaban yang sebenarnya pada anak seusia balita (2-5 tahun). Kita sulit melukiskan alat produksi atau alat vital perempuan pada anak. Sedangkan anak membutuhkan jawaban yang memuaskan dirinya. Kalau kita menjawab sekenanya, takut dapat menyesatkan anak dan jawaban itu menjadi masalah di kemudian hari. Sampai-sampai kita tidak dapat menemukan kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan anak. Pendek kata, kita sering dihinggapi kebuntuan kata setiap menghadapi teror pertanyaan anak. Kita pun menjadi tidak sampai hati melihat anak menjadi muram dan cemberut karena tidak mendapat jawaban yang memuaskan rasa ingin tahunya.

Di lain hal, kita kadangkala tidak siap untuk menerima berondongan pertanyaan si kecil. Misalnya, di saat kita lelah sehabis bekerja, sedang sibuk mengerjakan sesuatu, sedang menerima tamu dan sedang ada masalah. Karena ketidaksiapan kita tersebut dan tidak ingin direpotkan oleh anak, acapkali kita berlaku kasar pada anak. Pertanyaan anak, malah kita tanggapi dengan bentakan atau tidak dipedulikan, sehingga anak terdiam atau menangis. Anak pun menjadi kecewa berat.

Adakalanya kita tidak sabar mendengar berbagai pertanyaan anak dan malas untuk menjawab, sehingga kita terangsang untuk mematahkan atau mengalihkan pertanyaan anak. Pertanyaan anak itu sangat merepotkan dan memusingkan kepala, karena dianggap sudah sangat mengganggu orang tua.

Namun apa yang telah kita lakukan terhadap anak yang gemar bertanya, apalagi pertanyaan berantai tak putus-putus tersebut dengan sikap kasar, mematahkan, tak peduli atau mengalihkan pertanyaan anak, maka kita sesungguhnya telah mematikan dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tunas-tunas intelektual anak. Padahal, kegemaran anak bertanya menunjukkan anak yang kreatif. Kreativitas berpikir sangat dibutuhkan dalam pengembangan dorongan berprestasi pada anak.

Nah, sebelum terlambat, maka kita perlu mencari cara menghadapi anak yang gemar bertanya, agar dapat kita arahkan dengan benar dan bermanfaat dalam proses belajar anak. Untuk itu, kita perlu lebih dalam mengetahui mengapa anak suka bertanya dan bagaimana cara yang tepat menghadapi pertanyaan anak, agar bermanfaat bagi anak.

Mengapa anak gemar bertanya?

Pertanyaan anak kecil mungkin kita anggap sebagai hal yang sangat merepotkan karena kita kesulitan untuk mencari jawaban yang tepat dan praktis serta dapat dipahami (dimengerti) oleh daya nalar anak. Namun kita yang merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan anak, sebaiknya kita mau melihat lebih jauh ke depan. Pertanyaan anak ini, jika dikelola, diarahkan dengan benar akan sangat bermanfaat dalam proses belajar anak.

Timbulnya pertanyaan-pertanyaan anak memberi petunjuk atau pertanda pertumbuhan fungsi nalar anak berkembang sangat baik. Potensi kecerdasan anak pun kelihatan cukup menonjol. Di mana kepekaan anak terhadap rangsangan sangat tinggi, sehingga anak selalu tertantang mengeksplorasi “rasa ingin tahu”-nya. Anak selalu mencari informasi pengetahuan, pengertian dari apa saja yang menarik perhatiannya dengan “metoda bertanya”.

Tumbuh-kembangnya metoda bertanya anak ini, sangat tergantung pada sejauh mana kepuasan yang diperoleh anak atas jawaban pertanyaan yang diajukannya. Semakin terbuka nara sumber memberi pencerahan atas rasa ingin tahu anak, maka anak semakin terangsang mengeksplorasi rasa ingin tahunya. Semakin berlanjut metoda bertanya anak, maka semakin berkembang fungsi-fungsi nalar anak dan semakin cerdas kemampuan berlogika anak.

Bagaimana cara menghadapi anak gemar bertanya?

Berbahagialah kita, jika mempunyai anak yang gemar bertanya. Anak yang gemar bertanya berarti anak menunjukkan kecerdasan yang menonjol dan semangat untuk maju. Anak termotivasi untuk mencari informasi pengetahuan sebanyak-banyaknya. Metoda bertanya yang selalu dipergunakan anak dapat merangsang tumbuhnya imajinasi dan kreativitas berpikir anak, jika mendapat dukungan dan pengarahan yang baik.

Untuk mendukung rasa ingin tahu anak yang sedemikian besar ini, maka langkah-langkah yang dapat kita lakukan, antara lain:

Pertama, Jangan mematikan semangat bertanya anak.

Kita mungkin tidak menyadari hal ini, namun jika kita sering melarang anak bertanya dan malas menjawab pertanyaan yang diajukan anak, sebenarnya kita telang menghambat berkembangnya kemampuan fungsi nalar dan kemampuan berlogika anak serta mematikan imajinasi dan kreativitas berpikir anak.

Kedua, Biarkan anak bertanya.

Jika anak bertanya, maka kita harus bersedia meluangkan waktu dan memberi dukungan emosional pada anak (seperti memeluk, memegang bahu anak, menatap langsung mata anak dan memberi senyuman manis untuk menyatakan rasa senang atas pertanyaan anak) serta memberi penguatan/pujian atas pertanyaan anak. Kemudian usahakan untuk memberikan jawaban yang benar, ringkas dan mudah dipahami anak. Jika tidak dapat dijawab langsung, gunakan perumpamaan atau ilustrasi untuk memudahkan.

Ketiga, Beri kebebasan bertanya pada anak.

Untuk mengembangkan kreativitas berpikir anak, maka kita harus memberi kebebasan anak untuk bertanya apa saja yang menarik perhatian dan minatnya. Kita pun harus siap meluangkan waktu dan melayani keingin tahuan anak.

Keempat, Mengembangkan rasa ingin tahu anak.

Untuk mengarahkan dan mengembangkan rasa ingin tahu anak, maka sering-seringlah mengajak anak untuk mengamati langsung berbagai hal. Kita bisa mengajak anak ke tempat-tempat yang merangsang rasa ingin tahu anak. Misalnya, ke kebun binatang, Planetarium, Sea World, pantai, gunung dan sebagainya.

Kelima, Ajak anak untuk mendengarkan cerita yang menarik perhatian dan minat anak.

Untuk merangsang rasa ingin tahu, imajinasi dan kreativitas berpikir anak, kita dapat mengajak anak menonton cerita (film/TV) bersama atau kita dapat bercerita secara interaktif dengan anak. Kita dapat melibatkan anak secara emosional dalam mengamati isi cerita. Kita dapat merangsang anak berpikir dengan cara memberi komentar atau bertanya.

Keenam, Sediakan fasilitas bermain anak yang merangsang imajinasinya.

Untuk mengembangkan rasa ingin tahu anak dan kreativitas anak, maka kita dapat menyediakan mainan yang merangsang daya imajinasi anak. Seperti mainan building block (balok susun), Puzzle, mewarnai gambar dan lain-lain. Namun sebaiknya jangan mainan yang sudah jadi.

Demikianlah langkah-langkah yang dapat kita kembangkan untuk menghadapi dan mengarahkan anak yang gemar bertanya. Jangan merasa terbebani untuk melayani anak. Namun ingatlah, bahwa hasilnya sebanding dengan pengorbanan yang kita lakukan. Anak akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang cerdas. Kemampuan berlogika anak pun akan terus berkembang dan sangat bermanfaat untuk kehidupan anak setelah dewasa nanti. Mana tahu anak menjadi seorang pemikir dan penemu yang dapat mengukir sejarah peradaban manusia di kehidupan mendatang.

Guru Menyebalkan


Tidak sedikit di antara pelajar bermasalah dengan guru. Entah itu karena penampilan guru, cara mengajar, sikap guru maupun tindakan guru yang pernah menyinggung perasaan pelajar. Akibatnya pelajar menjadi antipati terhadap kehadiran guru di depan kelas. Alhasil, minat dan semangat belajar untuk mengikuti pelajaran menjadi drop atau hilang. Rasa tidak suka terhadap guru menyebabkan pelajar pun membenci pelajaran yang diberikan guru. Secara ekstrem, ada kecenderungan pelajar untuk menghindari atau tidak ingin mengikuti pelajaran yang diberikan guru tersebut.

Mencari kompensasi untuk mengalihkan rasa tak senang dengan membolos, membuat kegaduhan, menentang guru, mengobrol, mencoret-coret buku, dan mengabaikan penjelasan guru di dalam kelas ternyata tidak bijaksana dan bukan jalan keluar yang baik. Secara jujur yang merugi tentu pelajar sendiri. Pelajar menjadi ketinggalan pelajaran atau gagal menguasai mata pelajaran yang diasuh guru yang tidak pelajar senangi itu.

Lebih bijaksana, jika pelajar mampu mengubah rasa tak senang dan benci pada guru itu menjadi sumber kekuatan bagi pelajar untuk belajar. Untuk itu, yang harus pelajar lakukan adalah:

µ Pelajar harus melenyapkan rasa benci pada guru dari dasar lubuk hati.

Walau sangat sulit, namun tidak ada jalan lain, pelajar “harus” melakukan, kalau mau berhasil dalam belajar. Pelajar harus mengembangkan pikiran positif. Guru adalah manusia biasa yang tak luput dari kekurangan, sehingga dia juga dapat mengalami kesulitan dalam mempersiapkan diri karena beberapa faktor yang menghimpitnya. Untuk itu, tugas pelajar yang menjembatani jalan pikiran pelajar dengan maksud baik guru tersebut. Kata memaafkan akan membuka jalan pikiran ke arah kemajuan dan keterbukaan. Semua masalah akan terselesaikan, jika pelajar mau memaafkan dan terbuka. Ingat memupuk rasa kebencian, tentunya bukan perbuatan orang-orang yang bernalar dan hanya merugikan diri sendiri saja.

µ Pelajar harus merubah cara pandang terhadap hukuman guru.

Jika dihukum guru, maka pelajar harus melihat hukuman yang diberikan pada pelajar secara positif. Hukuman tersebut diberikan dalam upaya (proses) penyadaran dan tantangan bagi pelajar untuk lebih giat belajar. Dalam belajar pelajar harus mengenyampingkan rasa malu, amarah, dan rasa sakit hati untuk memperoleh hasil belajar sebagaimana pelajar kehendaki. Hukuman merupakan cambuk dan tantangan untuk mengembangkan cara ingin tahu dan bagaimana cara menguasai bahan pelajaran. Bagaimana pun sulitnya suatu pelajaran, pelajar harus mampu mencari cara penyelesaian yang baik dengan mengembangkan cara-cara belajar yang baik dan efektif.

Jika pelajar mendapat hukuman, padahal pelajar merasa tak bersalah, maka berusahalah berjiwa besar untuk tidak membenci guru. Pelajar harus mampu mengenyampingkan apa yang diperbuat guru dengan menunjukkan kualitas diri untuk meraih simpati dan kesadaran guru untuk mengoreksi penilaiannya yang salah.

µ Pelajar harus mengubah pola belajar.

Kalau pelajar selama ini belajar bersifat pasif, serba menerima dan menunggu begitu saja apa yang diberikan guru, maka harus pelajar ubah menjadi pola belajar aktif. Pelajar harus berani mengungkapkan ketidaktahuan pada guru dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan bahan yang diajarkannya. Biasakan dengan pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”, tergantung apa yang hendak pelajar tanyakan. Pola belajar aktif akan membangun kedekatan pelajar dengan guru dan membuat guru merasa senang dan lebih mengoptimalkan pemberian ilmu yang dikuasainya. Suasana belajarpun tentunya berubah yang tadinya terasa “membosankan” menjadi lebih bergairah dan merangsang motivasi belajar. Hal penting yang harus pelajar ingat adalah buanglah jauh-jauh rasa “sungkan” dan “malu” untuk mengeluarkan pendapat atau pertanyaan dalam mengembangkan rasa ingin tahu pelajar itu.

µ Ketika pelajar hendak belajar di sekolah tidak dengan pikiran kosong.

Sudah suatu keharusan sebelum pelajaran yang hendak dipelajari di sekolah, terlebih dahulu dipelajari di rumah. Bagian yang belum dipahami di rumah dapat pelajar tanyakan secara langsung pada guru saat pelajaran berlangsung. Begitu juga, pemahaman yang berbeda yang pelajar peroleh di rumah dan apa yang diterangkan guru dapat pelajar tanyakan dimana letak kekeliruannya. Sehingga peran aktif pelajar dalam belajar akan menciptakan pola interaksi yang aktif antara pelajar dengan guru dan teman. Gurupun akan lebih banyak memberikan perhatian dan ilmu pengetahuannya.

µ Pelajar harus memiliki teknik belajar yang baik.

Dengan memiliki teknik belajar yang baik akan membantu pelajar mengoperasikan cara bernalar, berbuat dan bagaimana mengaktifkan simpul-simpul rasa ingin tahu pelajar. Biasakan diri belajar taktis, metodis dan imajinatif. Belajar taktis berarti berusaha mengarahkan proses berpikir, bertindak cepat dan efektif secara terarah langsung menuju objek yang dipelajari. Untuk melatih pengetahuan taktis ini dengan membiasakan diri mengamati segala sesuatu secara detail. Metodis berarti menyusun prosedur proses penalaran (tindakan) efektif dalam memproses pokok masalah sehingga dapat mengurai, menyusun, menimbang atau memecahkan pokok masalah. Imajinatif berarti cara berpikir kreatif dalam menelaah masalah. Untuk memudahkan berpikir kreatif dalam mengobservasi adalah dengan cara membayangkan gambaran bentuk objek masalah dan pikirkan unsur-unsur penting yang membentuk gambaran atau sesuatu yang dapat mempengaruhi gambaran tersebut melalui proses analisis, sintesis dan evaluasis. Pendek kata, pelajar akan dipandu untuk menyusun kerangka berpikir step by step (tahap demi tahap) untuk memecahkan masalah (pelajaran).

µ Pelajar harus mampu menunjukkan nilai plus diri pelajar.

Menjadi orang yang tidak diperhitungkan dan diremehkan adalah suatu yang sangat menyesakkan dada. Oleh karena itu, pelajar harus menggali kelebihan diri pelajar dan mengasahnya. Ingat setiap manusia itu punya potensi dan kelebihan masing-masing, hanya orang yang bijak yang menyadari potensi dirinya itu. Perilaku aktif pelajar pun perlu mendapat perhitungan, jangan anggap remeh diri pelajar sendiri. Semua orang punya kesempatan dan peluang yang sama, hanya tergantung siapa yang jeli memanfaatkan moment dengan aktivitas konstruktif dan kreatif.

µ Pelajar harus membiasakan diri dengan berpikir kritis.

Berpikir kritis di sini bukan membiasakan diri untuk melakukan perdebatan, namun untuk menggali suatu pemahaman yang utuh. Berpikir kritis diartikan aktif mempertanyakan segala hal yang berhubungan dengan yang dipelajari. Pertanyaan yang dikembangkan itu untuk mengetahui manfaat, proses terbentuknya, hubungannya dengan lain hal, cara mengerjakan (mengaplikasikan) dan lain-lain. Semakin aktif pelajar bertanya, semakin banyak tahu pelajar dan guru pun bersemangat untuk menjelaskan materi pelajaran secara menyeluruh. Antusias yang pelajar tunjukkan untuk mengetahui secara mendalam dari materi pelajaran, sehingga akan membuat guru pun menjadi senang hati. Senang hati dikarenakan kehadirannya di depan kelas benar-benar merasa dibutuhkan. Orang yang merasa senang hati, tentu tidak akan segan memberikan segala sesuatu yang diketahuinya. Guru pun akan menunjukkan kredibilitasnya, bahwa dirinya benar-benar menguasai materi pelajaran tersebut (paling tidak merangsang guru untuk memperdalam pengetahuannya), sehingga pelajar akan merasa puas mendapat pemahaman pelajaran sampai tuntas.

Cara Konsentrasi Belajar


Siapa yang tidak ingin menjadi anak pintar, anak yang selalu disanjung, diidolakan karena prestasi yang menonjol? Menjadi anak pecundang atau tidak menonjol tentu paling tidak mengenakkan dan kadangkala tidak dianggap orang (kata orang sini dikacangi). Padahal, setiap anak mempunyai kesempatan dan peluang yang sama baik untuk menjadi anak yang berprestasi. Janganlah kita mengacu, menjadi anak yang berprestasi harus memiliki IQ (Intellegence Quetient) tinggi. Itu sudah basi!!!

Menurut Thomas Alva Edison, peranan IQ itu hanya 1% saja menunjang keberhasilan seseorang, namun yang 99% adalah kemauan dan kerja keras.

Jika harapan tersebut dapat diwujudkan, tentu akan membuat hati merasa senang sekali. Begitu juga, orang tua, adik, abang, kakak dan sebagainya tentu merasa bangga. Prestasi dan kemampuan yang kita miliki dapat dijadikan symbol, kebanggaan dan kebahagiaan keluarga. Kelebihan yang kita miliki menjadi bahan cerita dan bahan untuk membanggakan keluarga yang tak habis-habisnya.

Tentu kita berharap dapat melakukan belajar dengan perasaan gembira. Kalau guru menerangkan pelajaran, maka kitapun “langsung nyambung” dan mudah memahami apa yang dijabarkan. Kitapun betah berlama-lama memusatkan perhatian pada pelajaran. Persoalannya, bagaimana mewujudkan harapan-harapan tersebut menjadi suatu kenyataan?

Padahal, saat kita mengikuti pelajaran di sekolah tidak jarang dihinggapi oleh perasaan jemu, bosan dan malas. Bahkan rasa mengantukpun sering menjangkiti kita, saat dengar penjelasan guru di depan kelas. Hal lain, kita sering mengalami kesulitan untuk memfokuskan perhatian dan konsentrasi belajar. Kesulitan memfokuskan perhatian dan konsentrasi belajar di sekolah membuat kita tak mampu mencerna apa yang dijabarkan guru. Begitu juga, saat belajar sendiri membuat kita menjadi malas dan mengantuk.

Komponen Penggerak Belajar

Ada tiga komponen yang harus kita miliki, agar kita dapat melakukan kegiatan (proses) belajar, yaitu: Minat, Perhatian dan Motivasi.

Minat dapat diartikan sebagai keinginan yang kuat untuk memenuhi kepuasan kita, baik berupa keinginan memiliki atau melakukan sesuatu. Besarnya minat atau keberartian minat ini dapat dipandang dari 2 sisi, yaitu:

a. Minat sebagai sebab, yaitu tenaga pendorong yang merangsang kita memperhatikan objek tertentu lebih dari objek-objek lainnya.

b. Minat sebagai akibat, yaitu berupa pengalaman perasaan yang menyenangkan yang timbul sebagai akibat dari kehadiran seseorang, atau objek tertentu, atau sebagai hasil daripada partisipasi kita di dalam suatu bentuk kegiatan.

Mengingat pada kegiatan yang didorong oleh minat tentu mengandung unsur kegembiraan untuk melakukannya. Belajar pun dapat berlangsung dengan baik, jika didorong oleh minat yang kuat. Sebaliknya, aktivitas tanpa minat yang kuat akan menimbulkan suatu penolakan atau pertentangan dari dalam batin kita untuk segera mengabaikan aktivitas tersebut. Jika dipaksakan juga, akan memberi suatu kondisi yang tidak mengenakkan hati, sehingga menimbulkan rasa malas, bosan dan mengantuk. Akhirnya mudah terpengaruh untuk beralih ke aktivitas lain yang lebih menarik perhatian.

Perhatian adalah proses pemusatan pengerahan aktivitas tenaga psikis (pikiran) dan fisik terutama indera dan gerakan tubuh pada fokus tertentu. Pengerahan aktivitas pikiran dan fisik tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar kesadaran yang turut serta pada aktivitas tersebut. Dengan kata lain, intensitas perhatian kita itu sangat didorong oleh kadar kesadaran yang turut pada aktivitas pengamatan kita tersebut, seperti adanya minat dan motivasi. Semakin tinggi intensitas perhatian kita pada suatu kegiatan akan semakin sukses kegiatan yang kita lakukan tersebut. Sebaliknya, jika perhatian kita lemah atau terpecah, maka menimbulkan aktivitas yang berkualitas rendah dan menimbulkan ketidakseriusan. Ketidakseriusan merupakan awal terbentuknya rasa malas dan bosan.

Motivasi adalah dorongan atau usaha untuk mewujudkan perbuatan dalam bentuk aktivitas mencapai kebutuhan atau tujuan tertentu. Untuk menggerakkan motivasi dari dalam diri kita, maka harus ada cukup alasan/motif tertentu yang merangsang perbuatan itu. Jadi alasan/motif yang kuatlah yang dapat memotivasi kita giat belajar. Sebaliknya, aktivitas yang tidak didasari motivasi yang kuat, maka akan menimbulkan ketidakseriusan dan perhatian tidak optimal, sehingga menimbulkan dorongan untuk mengalihkan aktivitas tersebut ke aktivitas yang lain.

Ketiga komponen minat, perhatian dan motivasi ini merupakan faktor-faktor yang ada pada setiap orang untuk melakukan aktivitas tertentu. Juga ketiga komponen ini saling mempengaruhi, sehingga bermutu atau tidaknya aktivitas kita itu sangat tergantung pada ketiga komponen yang mendasari aktivitas tersebut, termasuk aktivitas belajar. Dalam aktivitas belajar, jika ketiga komponen minat, perhatian dan motivasi tidak optimal, maka kita pun akan mengalami kesulitan melakukan konsentrasi belajar.

Konsentrasi Belajar

Berdasarkan penelaahan para ahli pendidikan, penyebab rendahnya kualitas dan prestasi belajar, sebahagian besar disebabkan oleh lemahnya kemampuan melakukan konsentrasi belajar. Padahal, bermutu atau tidaknya suatu kegiatan belajar atau optimalnya hasil belajar sangat tergantung pada intensitas kemampuan kita untuk melakukan konsentrasi belajar.

Ketidakberdayaan melakukan konsentrasi belajar ini, merupakan problematik aktual di kalangan pelajar. Kita sering kali mengalami pikiran bercabang (duplikasi pikiran), saat melakukan kegiatan belajar. Pikiran bercabang bisa muncul tanpa kita sadari. Tentunya kita pun merasa terganggu sekali saat tak mampu berkonsentrasi dalam belajar. Saat belajar, kadangkala tanpa kita undang muncul kepermukaan alam pikiran mengenai masalah-masalah lama, keinginan-keinginan lain atau yang terhambat menjadi pengganggu aktivitas belajar kita. Alhasil, kitapun beralih dan larut ke alam pikiran yang melintas tersebut.

Di sini perlu kita sadari, bahwa konsentrasi belajar itu tidak datang dengan sendirinya atau bukan dikarenakan pembawaan bakat seseorang yang dibawa sejak lahir. Melainkan konsentrasi belajar itu harus diciptakan dan direncanakan serta dijadikan kebiasaan belajar. Setiap orang pada dasarnya punya potensi dan kemampuan yang sama untuk dapat melakukan konsentrasi belajar.

Konsentrasi belajar itu maksudnya adalah pemusatan daya pikiran dan perbuatan pada suatu objek yang dipelajari dengan menghalau atau menyisihkan segala hal yang tidak ada hubungannya dengan objek yang dipelajari.

Suatu proses pemusatan daya pikiran dan perbuatan tersebut maksudnya adalah aktivitas berpikir dan tindakan untuk memberi tanggapan-tanggapan yang lebih intensif terhadap fokus atau objek tertentu. Fokus atau objek tertentu itu, tentunya telah melalui tahapan penyeleksian kualitas yang direncanakan. Prosedur tahapan penyeleksian akan kualitas objek yang direncanakan tak lain adalah pengembangan minat, motivasi dan perhatian pada objek belajar.

Penyebab-penyebab timbulnya kesulitan konsentrasi belajar, antara lain:

Ø Lemahnya minat dan motivasi pada pelajaran.

Ø Perasaan gelisah, tertekan, marah. Kuatir, takut, benci dan dendam.

Ø Suasana lingkungan belajar yang berisik dan berantakan.

Ø Kondisi kesehatan jasmani.

Ø Bersifat pasif dalam belajar.

Ø Tidak memiliki kecakapan dalam cara-cara belajar yang baik.

Untuk mengembangkan kemampuan konsentrasi belajar dibutuhkan, antara lain:

µ Kesiapan belajar (ready learning). Sebelum melakukan aktivitas belajar kita harus benar-benar dalam kondisi fresh (segar) untuk belajar. Untuk siap melakukan aktivitas belajar ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu kondisi fisik dan psikis. Kondisi fisik harus bebas dari gangguan penyakit, kurang gizi dan rasa lapar. Kondisi psikis harus steril dari gangguan konflik kejiwaan atau ketegangan emosional, seperti cemas, kecewa, patah hati, iri dan dendam. Masalah-masalah konflik kejiwaan ini harus diselesaikan terlebih dahulu. Pikiran harus benar-benar jernih, jika hendak melakukan kegiatan belajar.

µ Menanamkan minat dan motivasi belajar dengan cara mengembangkanImajinasi Berpikir”.

Untuk membangkitkan minat dan motivasi belajar, maka perlu kita ketahui:

1. Apa yang dipelajari,

2. Untuk apa mempelajari materi pelajaran yang hendak dipelajari,

3. Apa hubungan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari (manfaat mempelajari dan apa yang dapat kita lakukan dengan pengetahuan tersebut),

4. Bagaimana cara mempelajarinya.

Dengan mengetahui keempat hal tersebut di atas, kita akan belajar secara terarah atau lebih terfokus pada materi pelajaran. Kemudian untuk membangkitkan faktor intelektual-emosional belajar kita, maka perlu mengembangkan dan membiasakan “berimajinasi dalam berpikir”. Maksudnya, kita membiasakan untuk menjelajah dengan berusaha membayangkan gambaran bentuk yang dipelajari. Kemudian pikirkan unsur-unsur penting yang membentuk gambaran tersebut. Dengan demikian kita akan digiring pada pola belajar aktif dan kreatif.

µ Cara belajar yang baik. Untuk memudahkan konsentrasi belajar dibutuhkan panduan untuk pengaktifan cara berpikir, penyeleksian fokus masalah dan pengarahan rasa ingin tahu. Juga, harus memuat tujuan yang hendak dicapai dan cara-cara menghidupkan dan mengembangkan rasa ingin tahu kita, hingga tuntas terhadap apa yang hendak dipelajari. Dengan kata lain, berusaha menyusun kerangka berpikir dan bertindak step by step dalam memecahkan masalah.

µ Lingkungan belajar harus kondusif. Belajar membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk memperoleh hasil belajar secara optimal. Harus diupayakan tempat dan ruangan yang apik, teratur dan bersih. Suasanapun harus nyaman untuk belajar.

µ Belajar aktif. Jika kita sulit berkonsentrasi belajar di sekolah atau sulit mengerti apa yang dijelaskan guru dan sebagainya, maka kita harus dapat mengembangkan pola belajar aktif. Kita harus aktif belajar dan berani mengungkapkan ketidaktahuan pada guru atau teman. Buang rasa sungkan, rasa malu dan rasa takut pada guru. Guru tidak akan memberi hukuman pada kita yang proaktif dalam belajar. Jika kita proaktif dalam belajar, maka kita akan mendapat perhatian khusus guru. Kita yang belajar yang proaktif akan menghalau timbulnya proses pengembaraan pikiran (duplikasi pikiran). Kita akan tetap fokus pada pelajaran. Intensitas konsentrasi belajar pun akan menjadi semakin optimal.

µ Perlu disediakan waktu untuk menyegarkan pikiran (resfreshing) saat menghadapi kejemuan belajar. Saat kita belajar sendiri di rumah dan menghadapi kesulitan (jalan buntu) mempelajari materi pelajaran, kadangkala menimbulkan rasa jemu dan bosan untuk berpikir. Jika hal ini terjadi, maka jangan paksakan diri kita untuk terus melanjutkan belajar. Jika dipaksakan akan menimbulkan kepenatan dan kelelahan, sehingga akan menimbulkan antipati untuk belajar. Jalan keluarnya kita harus menyediakan waktu 5-10 menit untuk beristirahat sejenak dengan mengalihkan perhatian pada hal lain yang bersifat menyenangkan dan menyegarkan. Jika kepenatan dan kelelahan daya pikir atau daya kerja otak kita hilang dan pikiran kembali fresh, maka kita dapat kembali melanjutkan pelajaran yang tertunda tersebut.