Rabu, 12 Oktober 2011
Cara Mengatasi Gangguan Belajar
Senin, 26 September 2011
Cara Belajar Efektif
Sabtu, 02 April 2011
Cara Terbaik Latih Disiplin Anak
VIVAnews - Tak mudah mengajarkan disiplin pada anak. Bila pendekatannya sampai salah, alih-alih mengikuti nasihat Anda, yang terjadi mereka justru akan memberontak.
Lupakan mendidik anak dengan menonjolkan kekuasaan orang dewasa, misalnya memarahi atau memukul. Karena hal ini akan mengajari si kecil untuk melawan.
Membimbing anak adalah sesuatu yang perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan sentuhan kasih sayang. Ingin tahu bagaimana mendidiknya, berikut ini caranya, dikutip dari laman Times of India.
- Jika ingin anak mengikuti kemauan Anda
Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua. Jika ingin membiasakan mereka melakukan sesuatu, Anda harus memberinya contoh. Misalnya, membuang sampah di tempat yang benar, merapikan tempat tidur setelah bangun atau mengunyah makanan tanpa bersuara.
- Jika anak-anak sulit diatur di tempat umum
Bersabarlah dan mencoba memberi pandangan yang baik pada mereka. Jika mereka masih tidak memperhatikan Anda, ancam dengan hukuman. Namun, ingat untuk tidak menaikkan nada suara Anda atau memukul mereka. Sebab, aksi itu hanya akan membuat mereka tambah nakal.
- Selalu memperlakukan anak sebagai orang dewasa
Mereka juga mencari rasa hormat dan kepentingan dari orang tua. Memberikan pujian karena berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, memberi kesempatan memutuskan baju yang akan dibeli, misalnya. Hal itu akan membuat mereka merasa dihargai.
- Cobalah untuk tidak memarahi
Jika anda ingin marah, sebenarnya itu hanya menunjukkan titik lemah Anda. Anak-anak akan dengan cepat menangkap reaksi Anda, bahkan bisa meniru perbuatan itu. Akan lebih baik, Anda mengarahkan mereka untuk melakukan sesuatu hal yang lebih positif.
- Jika anak melakukan kenakalan di depan orang lain
Jangan berteriak pada mereka. Tunggu sampai Anda kembali ke rumah atau orang lain tersebut menjauh. Kemudian menjelaskan secara tegas bahwa perilaku semacam ini tidak bisa diterima. Ingatkan juga pada mereka bahwa jika mengulangi perilaku ini, Anda akan memberikan hukuman. (Sumber: Vivanews, Rabu, 9 Maret 2011)
Selasa, 01 Maret 2011
Anak Berbakat Belum Tentu Sukses
Jakarta (ANTARA News)- Anak-anak dengan bakat luar biasa ternyata sama besar kemungkinannya untuk gagal maupun sukses pada masa dewasa. Dalam salah satu penelitian terpaling luas yang pernah diadakan, ditemukan bahwa dari 210 anak berbakat, hanya tiga persen yang akhirnya "jadi orang". Professor Joan Freeman mengatakan dari 210 anak-anak yang dia teliti, hanya setengah lusin yang bisa dikatakan meraih 'kesuksesan konvensional'. "Pada usia enam atau tujuh tahun anak berbakat memiliki potensi yang mencengangkan, tetapi banyak dari mereka terjebak dalam situasi potensi terpasung," kata Freeman seperti yang dikutip Daily Mail, Senin. Professor Freeman melacak anak-anak yang berbakat di bidang matematika, seni, dan musik sejak tahun 1974 hingga sekarang.
Kebanyakan dari mereka tidak sukses pada masa dewasa karena perlakuan yang mereka alami dan dalam beberapa kasus direngut dari masa kanak-kanak. Dalam beberapa kejadian, orang tua menekan anaknya begitu keras atau malah dipisahkan dari kelompok sebayanya, sehingga akhirnya hanya mempunyai sedikit teman. Ia juga menambahkan 'menjadi istimewa berarti lebih bisa menghadapi hal-hal yang bersifat intelektual tapi tak selalu bisa menghadapi hal-hal emosional.
Freeman juga cenderung menekankan bahwa anak-anak berbakat sama rapuhnya dengan anak biasa bahkan mungkin "punya kekuatan emosi yang lebih besar".
"Saya ingin menegaskan bahwa mereka yang berbakat juga hanya manusia biasa tapi menghadapi tantangan-tantangan, khususnya harapan yang tidak sesuai kenyataan, biasanya dipandang aneh dan tak bahagia," tegas Freeman.
"Orang tua dan guru bisa merasa terancam dengan kehadiran mereka dan bereaksi meredam kemampuan mereka. Yang mereka inginkan hanya diterima apa adanya, kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi, dan mendapatkan dukungan moral yang memadai," papar Freeman lebih jauh.
Salah satu contoh anak berbakat yang kemudian gagal untuk berkembang adalah Andrew Halliburton, yang ketika masih berusia delapan tahun telah memahami matematika untuk sekolah menengah tetapi kini hanya bekerja di warung cepat saji McDonald.
Contoh lain yang menarik adalah Anna Markland dan Jocelyn Lavin yang telah menjadi bintang sekolah musik Chetham, Manchester, Inggris, ketika berusia 11 tahun. Markland yang kini berusia 46 tahun, berasal Princes Risborough, Buckinghamshire, Inggris dan pada 1982 dinobatkan sebagai Pemusik Termuda Terbaik pleh BBC. Ia kemudian belajar musik di Oxford selama dua tahun dan sekarang menjadi seorang pemusik profesional, yang menurutnya merupakan profesi terbaik di dunia. Sebaliknya, Lavin berbalik dari musik dan berpindah menekuni ilmu pengatahuan alam. Ia kemudian memmperoleh nilai A dalam bidang itu di antara 210 anak berbakat tadi.
Tetapi setelah masuk University College London, ia gagal dalam matematika dan astronomi pada usia 17 tahun. Ia kemudian keluar tanpa meraih satu gelar pun. "Saya tak tahu yang ingin saya tekuni kecuali terbang ke luar angkasa," katanya. Setelah 20 tahun berprofesi sebagai guru matematika, ia kini masih harus bermasalah dengan rumahnya yang dililit masalah kredit.
Menurut Professor Freeman, permasalahan lain bagi anak-anak istimewa, mereka sering kali cemerlang di bidang apa saja sehingga mereka cenderung ingin mencoba bidang lain padahal bidang yang terdahlu belum dikuasai betul. Pada dasarnya anak cerdas akan gagal jika mereka ditempatkan di bawah tekanan untuk berkembang. "Kepuasan dan kreatifitas dari masa anak-anak adalah dasar untuk semua pekerjaan besar," pungkas Freeman.
(Ber/A038/BRT). Sumber: ANTARA News, 28 September 2010.
Pendidikan Matematika Perlu Diubah
Kompas, Rabu 02 Maret 2011.
Jakarta, Kompas - Pembelajaran Matematika di sekolah-sekolah saat ini masih bersifat abstrak sehingga anak kesulitan memahami konsep-konsep Matematika serta logika anak menjadi tidak berkembang. Karena itu, sistem pendidikan Matematika harus diubah agar tepat sasaran.
Metode pembelajaran Matematika yang tidak tepat itu justru mengakibatkan anak-anak lemah dalam menghitung.
”Padahal, kemampuan menghitung dibutuhkan untuk penguasaan sains, seperti Fisika dan Kimia,” kata Ketua Dewan Pembina Ikatan Guru Indonesia (IGI) Ahmad Rizali, Selasa (1/3).
Ilmuwan Yohanes Surya yang juga pimpinan Surya Institute mengatakan, pendidikan Matematika di sekolah lebih menekankan anak menghafal tanpa mengerti bagaimana proses berpikir logis untuk memahami konsep dasarnya.
”Cara belajar Matematika yang dikenalkan kepada anak-anak tidak gampang dan tidak menyenangkan. Anak selalu tegang jika belajar Matematika sehingga mereka sulit menyukai dan menguasai konsep dasar Matematika,” kata Yohanes dalam pelatihan ”Matematika Gampang, Asyik, dan Menyenangkan (Gasing)” di Tangerang.
”Buta” Matematika
Ahmad mengatakan, dari hasil The Program for International Student Assessment (PISA) 2009, penguasaan Matematika siswa setingkat SMP di Indonesia sekitar 76,6 persen berada di bawah level 2 dari 6 level yang berlaku secara internasional. Kenyataan ini menunjukkan banyak siswa Indonesia yang masih ”buta” Matematika.
Menurut pendefinisian level profisiensi Matematika dari OECD, siswa di bawah level 2 dianggap tidak akan mampu berfungsi efektif di kehidupan abad ke-21.
Tuntutan dunia global sekarang ini adalah manfaat belajar Matematika untuk kehidupan sehari-hari, termasuk pembentukan karakter cermat dan tekun.
”Pendidikan Matematika harus direvolusi. Itu dimulai dari kurikulum. Kita butuh pembenahan yang serius dengan masukan dari ahli yang paham pengajaran Matematika dan ahli Matematikanya,” kata Ahmad.
Yohanes mengatakan, akibat lemahnya pemahaman Matematika sebagian siswa Indonesia, menyebabkan anak-anak lemah dalam penguasaan Fisika dan Kimia. (ELN)Kamis, 02 Desember 2010
Rabu, 04 Agustus 2010
FROGGY
Kalau tak ada perubahan, akhir 2011, masyarakat Indonesia dapat menyaksikan sebuah floatingcastle yang berdiri megah di salah satu sudut Kota BSD,Tangerang. Kastil itu menakjubkan, indah seperti yang sering kita lihat di negeri impian. Sebuah impian yang terus mengikuti seorang anak hingga dia tumbuh menjadi dewasa, membantu orang tuanya dalam bisnis, sampai dia menjadi pengusaha dan melakukan pembaruan. Fernando Iskandar, 29 tahun, menamakan kastil indah itu sebagai Froggy. Di situ dia menanamkan impiannya yang berawal dari cerita-cerita yang dibaca dari buku-buku bergambar bacaan anak-anak.
Sebuah gambar kastil yang dia sukai digunting, ditempel di lemari pakaian,di pintu kamar, dan dibawanya hingga ke kamar mandi. Namun lebih dari sekadar impian, dia pun bertindak. Seluruh uang tabungannya dari usaha-usaha yang dia rintis sebelumnya, dia tanam di Froggy. Dia mendekati Kak Seto dan menemui saya. Dia mencari tanah yang cocok dan menemukan arsitek kelas satu yang bisa menerjemahkan isi kepalanya.
Menelusuri Bakat
Adalah Jimmy Iskandar, orang tua yang hari itu penuh bahagia.Senin, 2 Agustus 2010, dia baru saja mengerti apa yang dilakukan putranya. Sejak era 1970-an Jimmy dikenal sebagai orang yang sangat ulet membangun usaha fotografi. Berkat ketekunannya itu dia berhasil memperkenalkan foto di atas kanvas yang amat diminati tokoh-tokoh masyarakat. Setiap kali saya mendatangi studionya,saya selalu menemukan foto-foto keluarga terkenal yang memilih difoto oleh Jimmy dan fotografer-fotografer andalannya di Tarzan Foto Studio. Bahkan Tarzan Foto pula yang dipercaya Istana Negara untuk memotret kepala-kepala negara yang berkunjung ke Indonesia. Mereka harus memotret secara sempurna dalam batasan waktu yang sangat terbatas. Tentu saja Fernando
dibesarkan dalam lingkungan fotografi yang sangat kental. Bedanya dia kini hidup di dunia digital yang serba cepat dan kaya bakat. Saat krisis menimpa Indonesia, dia pun tersadarkan, dia mencari mentor ke sana kemari sampai dia bertemu dengan pengusaha perempuan yang progresif,Dewi Motik.
Dia pun nyantrik (berguru), mengikuti Ibu Dewi Motik ke mana-mana,melihat bagaimana keputusan bisnis diambil. Dia menemukan sebuah dunia baru.“Di rumah saya yang lama, saya begitu besar sehingga dunia saya tampak kecil. Di luar, saya melihat dunia itu begitu besar sehingga diri saya tampak begitu kecil,”ujarnya. Bak katak yang hidup keenakan di dalam tempurungnya dia pun keluar dari zona nyaman itu. Dia meronta. Dia pun berkenalan dengan dimensi-dimensi yang lebih luas. Dari Kak Seto, dia belajar hal baru lagi, yaitu soal talenta anak-anak Indonesia yang terkurung dalam ambisi orang lain. Dia pun menemukan faktafakta yang mengejutkan dari teman-teman di sekitarnya. Banyak orang tersesat di rimba belantara antara bakat, sekolah, dan pekerjaan. Bakatnya A, sekolahnya C, dan kerjanya E.Semuanya tidak saling berhubungan. Maka sia-sialah sekolah. Tak pernahkah Anda melihat seorang anak berbakat melukis bersusah payah kuliah menjadi akuntan,dan saat bekerja dia lebih senang menjadi orang kreatif di biro iklan, namun istrinya mendesak agar menekuni profesinya sebagai akuntan. Tak banyak orang yang menyadari bahwa untuk berhasil seseorang harus memilih apa yang terbaik dari hidupnya. Bukankah lebih baik menjadi pelukis yang luar biasa daripada menjadi dokter atau akuntan yang biasa-biasa saja? Apakah kita menyadari hal ini?
Di era materialisme seperti saat ini orang lebih berani mengikuti arus daripada keluar dengan kekuatan dirinya. Semua ingin cepat-cepat menghasilkan ketimbang melakukan investasi pada bakatnya.Di sisi lain,kita menemukan orang-orang sukses abad ini ternyata terdiri atas orang-orang yang berani menantang arus besar itu, hidup sebagai outlier yang keluar dari kotaknya. Kak Seto menyambung. ”Apa jadinya bila seorang Albert Einstein yang senang matematika, sedari kecil dipaksa orang tuanya mengikuti American Idol? Atau apa jadinya kalau Picasso yang suka melukis dianggap bodoh karena tak senang matematika? Demikian juga dengan Michael Angelo yang senang membuat patung namun dipaksa orang tuanya menjadi dokter?” Dari kajian-kajian yang ada mengenai talenta, sekarang jelaslah bahwa pendidikan yang menyamaratakan dapat mematikan telenta.
Seperti rumput yang dipangkas sama tingginya, anak-anak yang dilahirkan dengan talenta yang berbeda berteriak. Mereka hidup tertekan, tidak bisa berbicara lain selain ikut maunya orang-orang dewasa.Mereka hidup dalam pasungan dan terkungkung dalam kesulitan. Dapat dibayangkan hari tua anak-anak yang dibesarkan dalam kurungan bakat yang demikian adalah hari tua yang kering, melakukan apa yang tidak diinginkan. Hari-hari tidak bahagia, tanpa senyum,penuh keluhan.
Edutography
Lantas apa hubungannya antara kastil Froggy dengan bakat tadi? Inilah yang disambung Froggy dalam konsep ”edutography”, yang memadukan kombinasi education, entertainment, dan photography. Berbeda dengan Tarzan Photo yang memotret foto kenangan, Froggy justru memotret masa depan. Froggy menggali bakat anak-anak dengan pendekatan multidimensi sampai ditemukan apa yang sesungguhnya menjadi lentera jiwa mereka. Pekerjaan ini menjadi tanggung jawab Kak Seto. Lebih dari itu, bakat-bakat itu perlu digerakkan, saya sendiri termasuk orang yang sangat berhatihati dalam memandang bakat. Maklum saja generasi saya adalah generasi yang terkurung, sulit meletupkan energi-energi yang terpancar dari bakat yang merupakan pemberian Tuhan. Bagi orang segenerasi saya, bakat hanyalah sekadar potensi belaka.
Jadi apalah artinya mengenal bakat kita kalau potensi itu gagal “menemukan pintunya?” Tetapi bagi anak-anak saya, sejalan dengan kemajuan dalam temuan-temuan baru dan teknologi digital, saya pun mendukung eksplorasi yang tiada henti terhadap talenta-talenta hebat yang terpendam di hati paling dalam anakanak Indonesia.Lebih dari sekadar mengeksplorasi, anak-anak itu harus ditumbuhkan myelin-nya agar mereka tidak diam di tempat, melainkan terus bergerak mencari dan menemukan pintunya.
Mereka harus menyentuh, bahkan mendobrak pintu-pintu itu. Temuan-temuan terbaru di dunia digital, dibantu para pendidik terdepan,mestinya bisa membantu anak-anak itu mengembangkan mimpi-mimpinya. Pada Froggy saya menaruh harapan agar anakanak kita mampu menemukan potensi dan menggapai pintu masa depan dengan bahagia.
RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI
http://www.seputar- indonesia. com/edisicetak/ content/view/ 342610/38/