Tampilkan postingan dengan label cerita motivasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita motivasi. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Januari 2022

Kekurangan Bukan Akhir Dari Segala-galanya

 


Bab 1  

Rasa Sepi, Terhina dan Tersisih Di Tengah Keramaian…

Hendi berdiri mematung di bawah pohon Kiara payung yang rindang di halaman sekolah. Matanya melotot marah memperhatikan teman-teman sekolahnya yang mencibir, sembari berteriak dan berlarian mengitari dirinya.

“Bla…bla…bla…Hendi gagap, Hendi gagap, Hendi gagap…” teriak mereka bersahutan. Mereka selalu menjadikan Hendi sebagai bahan olok-olokan saban hari, terutama Hartono.

Ketidakmampuan Hendi untuk berbicara secara normal seperti layaknya Hartono dan kawan-kawannya atau alias gagap, hingga jadi sasaran empuk ejekan mereka. Setiap istirahat sekolah merupakan saat yang sangat menyakitkan dan menyesakkan dada Hendi. Berbeda dengan teman-temannya yang lain menyambut waktu istirahat dengan sukacita, berlarian sambil bermain dan ada yang memanfaatkan waktu dengan bercanda, jajan serta mengobrol ala anak-anak yang mengasyikan.

Sementara, di SDN 120 Medan yang terletak di perempatan jalan Gunung Krakatau dengan Jalan Bilal Medan itu terlihat Hartono, anak seorang bintara TNI itu punya pengaruh yang dominan di tengah-tengah teman sekelasnya. Dia selalu mengomando teman-temannya untuk memperolok-olok Hendi. Seperti saat itu, murid-murid kelas 5 SDN 120 Medan bergerombol berlarian mengitari Hendi, sambil  mengejek.

Hendi gondok bukan main, terlihat wajahnya berkerut-kedut dan matanya mencorong tak lekang dari wajah Hartono yang jadi motor penggerak teman-temannya sekelas menghina dirinya. Saking marahnya, leher Hendi terasa tersekat tak mampu bicara sama sekali. Ada keinginan dalam hati Hendi untuk menghajar Hartono, agar mereka semua menghentikan olok-olokannya. Walau kondisi fisiknya tak memungkinkan Hendi untuk meradang karena badannya sedikit lebih kecil dari Hartono, namun amarahnya sudah menguasai isi alam pikirnya. Makanya, secara perlahan-lahan Hendi mendekati Hartono.

Hartono dapat membaca maksud Hendi mendekati dirinya. Wow! Ternyata, Badan Hartono yang lebih besar tidak membuat nyalinya lebih besar. Dirinya gentar juga lihat kenekatan Hendi. Terutama tuh…mata Hendi yang mencorong seperti terbakar api amarah. Makanya, Hartono langsung mencari dukungan. Dia pun menoleh memberi isyarat dengan ekor matanya pada temannya, Gito, Sonson dan Kendo. Ketiga temannya itu cepat tanggap melihat keinginan Hartono untuk layani kemarahan Hendi. Mereka segera menghampiri Hartono. Mereka berdiri sejajar di  sisi kanan-kiri Hartono dan siap untuk menghadang Hendi.  Mereka siap mengeroyok Hendi.

Wah! Hendi menghentikan langkahnya. Dia berpikir, tidak mungkin ia menghadapi Hartono dan kawan-kawannya sekaligus. Itu tindakan konyol,  bisik hatinya. Akhirnya ia terpaksa memutuskan untuk mengalah dan masuk ke dalam kelas saja. Namun, seketika langkahnya terhenti takkala dengan sigap Hartono dan kawan-kawannya menghadang gerak langkahnya. Hartono cs tak membiarkan pemuas ego yang mengasyikan mereka berlalu…

“Hweee…gagap mau ke mana kau…!” hardik Hartono, sambil mengejek. Kedua tangan Hartono menggerak-gerakkan kedua daun telinganya dan menjulurkan lidahnya, mengejek. Begitu juga dengan Gito, Sonson dan Kendo melakukan hal yang sama.

“Ayo ngomong kau… Jangan melotot aja kau bisanya…!”sambung Kendo.

Kemarahan Hendi hampir meledak. Dadanya kembang-kempis menahan gejolak hatinya. Dia siap meradang Hartono dan kawan-kawannya. Hendi sudah tidak peduli kekuatan lawan lagi. Nafsu amarahnya sudah tak terbendung, tangannya terkepal itu langsung diayunkan ke wajah Hartono. Hartono dengan sigap berkelit. Tubuh Hendi terhuyung ke depan. Tiba-tiba Gito mendorong tubuh Hendi dari belakang. Alhasil, Hendi terjatuh terjengkang. Kesempatan ini tak dilewatkan Hartono, makanya dia bermaksud menginjak tubuh Hendi yang sudah tak berdaya…

 Tapi, tiba-tiba muncul Ibu Guru Erika, guru kelas mereka menghardik.

“Hartono hentikan!!!” teriak Ibu Guru Erika melerai pertikaian mereka. Ibu Guru Erika menghampiri Hartono dan Hendi. Teman-teman Hartono langsung mengkeret dan segera melangkahkan kakinya menjauhi Hartono dan Hendi. Mereka takut memperoleh hukuman dari Ibu Guru Erika yang sangat galak itu. Tanpa tedeng aling-aling Ibu Guru Erika langsung menjewer telinga Hartono maupun Hendi. Seketika wajah Hartono menjadi pucat pasi, ketakutan. Sementara mata Hendi berkaca-kaca.

“Awas kalian kalau berkelahi lagi!!!” ancam Ibu Guru Erika. Sebenarnya Ia tahu biang keributan, yaitu Hartono. Ibu Guru Erika sangat prihatin dan kasihan pada Hendi karena cacatnya itu, dia selalu dijadikan objek ejekan dan mainan teman-temannya sekelas. “Dan kamu Hartono… Ibu harap kamu belajar menghargari sesama temanmu! Kekurangan yang dimiliki temanmu jangan kamu jadikan objek olok-olokan, ngerti!!!” sambung Ibu Guru Erika. Hartono menganggukkan kepalanya, sambil menunduk.

“Nah, sekarang kamu Hartono segera minta maaf ama Hendi…!” perintah Ibu Guru Erika. Hartono menjulurkan tangannya pada Hendi, sambil menundukkan kepalanya. Begitu juga, Hendi segera menyambut tangan Hartono. Dijabatnya tangan Hartono dan disaksikan oleh Ibu Guru Erika serta teman-temannya sekolahnya yang berkerumun mengelilingi mereka.

Begitu kedua tangan mereka saling berjabat tangan, terdengar riuh suara tepukan tangan teman-temannya sekolah. Namun, suara tepukan tangan itu terdengar di telinga Hartono seperti palu-godam, menyakitkan. Suatu penghinaan bagi dirinya. Niat baik Ibu Guru Erika itu disalah-artikan oleh Hartono. Hati Hartono tidak terima ia dipermalukan seperti itu  di depan teman-temannya.

Rasa sakit hati Hartono itu dipendamnya rapat-rapat, agar Ibu Guru Erika tidak mengetahuinya. Ada keinginan dalam hati Hartono untuk membuat perhitungan dengan Hendi kelak.

Tak lama kemudian Ibu Guru Erika meninggalkan Hendi dan Hartono menuju kantor Kepala Sekolah. .Begitu juga, teman-teman sekolah lainnya pada berhamburan bermain kembali di halaman sekolah. Tinggallah Hendi dan Hartono berdua saling berhadapan. Hartono menatap tajam wajah Hendi dan melangkahkan kakinya berlalu. Ketika berselisih, Hartono dengan sengaja menyenggol tubuh Hendi dengan bahunya, sambil bergumam.

“Awas kau nanti…!”

Hendi termangu dengar ancaman Hartono. Dirinya tidak gentar menghadapi Hartono seorang, namun yang Hendi cemaskan adalah tindakan Hartono yang suka main keroyokan. Sesuatu yang Hendi tidak mengerti mengapa dirinya selalu dimusuhi dan dijauhi teman-temannya??? Apa salah dirinya??? Apa karena cacatnya ini, sehingga ia tidak layak bergaul dengan mereka??? Apa cacatnya ini menular, hingga ia dijauhi? Demikian segala pertanyaan berkecamuk dalam benaknya Hendi. Akhirnya ia terduduk lemas di bawah pohon Akasia Payung, satu dari tiga pohon besar yang ada di halaman sekolahnya itu. Pandangan Hendi menerawang jauh menembus keramaian anak-anak yang asyik bermain dan bercanda di halaman sekolah SDN 120 Medan itu.

Kelanjutan kisahnya yok baca di link: KBM  sebuah aplikasi di play store.