Jumat, 27 Februari 2009

Mengatasi Masalah Kesulitan Ekonomi Keluarga




https://play.google.com/store/books/details/Hendra_Surya_KIAT_MENGATASI_KONFLIK_ANTAR_PASUTRI?id=Rj1lDwAAQBAJ
Siapa yang tidak merasa sebal dan kesal? Jika melihat pasangan atau suami, sebagai kepala keluarga yang sangat diharapkan menjadi tulang punggung yang dapat menyokong ekonomi keluarga, namun tidak mampu berbuat banyak untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Belum lagi, sikap suami yang masa bodoh atau tidak mau mengerti terhadap urusan dan kebutuhan rumah tangga. Di mana suami melimpahkan begitu saja setiap urusan, kebutuhan dan kepentingan rumah tangga kepada sang isteri. Suami menutup mata dan tidak mau peduli terhadap kesulitan isteri. Isteri pun dengan susah payah menggantikannya menjadi tulang punggung keluarga untuk menutupi kebutuhan hidup keluarga dan mengurus segala kepentingan keluarga termasuk anak-anak.
Jika isteri berusaha menuntut tanggung-jawab dan peran suami terhadap urusan rumah tangganya, justru yang muncul adalah sikap emosionalnya. Suami menjadi pemarah dan gampang meledak amarahnya. Alhasil, tidak jarang timbul ketegangan, pertengkaran dan keributan yang mewarnai relasi antarpasangan suami isteri. Namun kekuatan fisik yang menjadikan kaum isteri menjadi kaum yang terpojok dan terus mengalah serta berjuang sendiri menanggulangi beban keluarga. 
Kejadian lain, yang menjadi sumber masalah dan rawan konflik hubungan antarpasangan, salah satu sebabnya sebagai akibat dari kehilangan sumber mata pencaharian atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan usaha yang mengalami kebangkrutan. Status baru sebagai pengangguran dapat membuat beban keluarga menjadi semakin berat. Apalagi, dirinya sebelumnya memang menjadi penyokong ekonomi keluarga tunggal.
Tidak jarang, seorang yang mengalami PHK atau yang mengalami kebangkrutan usaha sangat sulit untuik menemukan lapangan kerja baru. Tidak sedikit yang mengalami tekanan mental, sehingga tidak mampu lagi mencari solusi dalam menemukan pekerjaan baru. Alhasil, kepanikan kerapkali mewarnai relasi antarpasangan. Anda sangat berharap pasangan atau suami yang kena PHK cepat bangkit dan menemukan pekerjaan baru. Anda tentu menjadi cemas dan panik juga, melihat suami yang mengalami PHK, justru malah terperangkap atau terpuruk dalam ketakberdayaan. Apalagi, usahanya untuk mendapatkan pekerjaan baru, berulang kali mengalami kegagalan.
Kegagalan untuk mendapatkan pekerjaan baru tersebut yang kerapkali melanda pasangan atau suami menjadi pemicu ketegangan, pertengkaran dan keributan antarpasangan. Apalagi, suami menjadi berubah perangai atau sikap, akibat tekanan yang tak mampu diatasinya tersebut. Seperti sangat sensitif, susah diajak bicara dan menjadi emosional atau pemarah. Bahkan, susahnya kalau suami atau pasangan menjadi suka mabuk-mabukan dan berjudi.
Menghadapi situasi yang sedemikian sulit, tentu membuat hari-hari yang Anda lalui menjadi begitu berat. Anda seperti melalui dan menemukan jalan buntu, tidak tahu harus bagaimana dan tidak tahu apa yang harus Anda perbuat. Kadangkala timbul perasaan putus asa. Begitu juga, sikap atau pembawaan Anda maupun pasangan menjadi mudah marah dan emosional.
Namun, harus Anda sadari, kalau terus berlarut-larut terperangkap atau terpuruk dalam keputus-asaan atau ketakberdayaan, akan membuat hidup Anda terasa semakin berat. Relasi antarpasangan pun akan semakin tidak kondusif dan semakin memburuk, sehingga akan berkembang menjadi sikap saling menyalahkan. Pada akhirnya dapat membuat rumah tangga menjadi berantakan. Oleh karena itu, Anda harus dapat keluar dari keterpurukan tersebut. Anda harus dapat mengedepankan pola pikir secara rasional untuk menemukan solusi yang praktis dan tepat untuk keluar dari keterpurukan tersebut.
Untuk itu, tiada jalan lain selain Anda harus membina kembali dan membangun relasi antarpasangan dengan baik. Begitu juga, Anda harus menggalang kerjasama untuk menemukan resep mujarab untuk mengatasi kesulitan ekonomi keluarga secara bersama.
Memang menjadi sebuah ironi, kesulitan ekonomi keluarga menjadi sumber pemicu berbagai konflik dalam relasi antarpasangan suami isteri. Hal yang patut Anda sayangkan, bukannya timbul alternatif atau usaha untuk menemukan solusi atau jalan keluar dari kesulitan tersebut atau memperkokoh kebersamaan untuk mencari jalan keluarnya. Namun justru malah, sikap reaktif dan emosional yang membuat masalah menjadi semakin rumit dan berat. Oleh karena itu, Anda harus menyadari hal-hal yang dapat mendorong atau menyebabkan masalah kesulitan ekonomi keluarga berkembang menjadi konflik antarpasangan suami isteri, seperti:
Kadangkala Anda tanpa sadar telah berlaku secara emosional dalam mensikapi kondisi atau keadaan yang sangat tidak menguntungkan dan menyulitkan pemenuhan ekonomi keluarga. Anda sulit menerima kenyataan yang terjadi, seperti putusnya sumber mata pencaharian, kena PHK dan mengalami kebangkrutan. Lantas, Anda langsung mensikapi dengan sikap reaktif dan emosional, sebagai ungkapan perasaan kecewa, cemas dan panik.
Kebiasaan buruk sebagai manifestasi perasaan kecewa, cemas dan panik yang acapkali Anda perlihatkan saat pasangan atau suami tidak mampu berbuat lebih banyak sesuai dengan harapan Anda, seperti kebiasaan mengomel, marah, menekan, menuntut dan mendesak pasangan dengan kata “harus segera” menemukan sumber mata pencaharian baru atau pekerjaan yang layak dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Itu Anda lakukan tanpa mau memperhatikan atau mempedulikan kesulitan maupun perasaan pasangan. Bahkan, tidak jarang sikap emosional turut menyertai ucapan maupun tindakan Anda untuk menyudutkan pasangan, seperti marah-marah, menjelekkan, melecehkan dan memaki pasangan.
Padahal, tanpa Anda sadari kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut, bukanlah membantu menyelesaikan persoalan. Namun akibatnya justru malah sebaliknya, menjadi sangat kontra produktif. Alhasil, pasangan yang sudah sangat tertekan akibat kehilangan pekerjaan atau penghasilan yang sangat minim, menjadi semakin tertekan dan mudah panik. Belum lagi, efek tekanan mental tersebut semakin menggoyahkan kestabilan emosinya, sehingga dapat menjadi tak terkontrol lagi. Maka tak heran, sikap reaktif akan dibalas sikap reaktif juga. Pasangan menjadi mudah tersinggung karena harga dirinya selalu dipojokkan atau dilecehkan, sehingga membangkitkan sikap emosionalnya. Sikap emosional pasangan ini, mudah mencari out-letnya, jalan keluarnya atau kompensasinya. Misalnya, suka marah-marah, mengamuk, masa bodoh, mabuk-mabukan, berjudi dan sebagainya.

Kehilangan mata pencaharian, kena PHK dan mengalami kebangkrutan usaha, tentu berdampak negatif pada kestabilan emosi seseorang. Apalagi, orang tersebut memiliki ketidaksiapan mental untuk menerima suatu kondisi yang paling tidak mengenakkan atau tragis dan kejadian yang luar biasa, sehingga dapat mengakibatkan shock mental pada dirinya.
Tekanan mental ini membuat orang tersebut terpuruk secara emosional dan mengalami ketegangan emosional secara berlanjut. Orang tersebut sangat sulit menerima kenyataan dirinya telah di PHK atau mengalami kebangkrutan. Pengalaman tersebut membuat dirinya merasa seperti orang bodoh dan merasa tak berarti apa-apa lagi. Dia cenderung untuk menyalahkan diri sendiri, mengutuk diri sebagai orang tak berdaya, kehilangan semangat dan antusiasme kerja, sulit tidur serta sesekali muncul perasaan menyesakkan dada yang membuat dirinya sangat menderita dan tidak berdaya. Dirinya merasa tak sanggup untuk bangkit melawan perasaan negatif yang muncul sebagai akibat tekanan psikologisnya.
Kondisi orang seperti ini, membuat dirinya cenderung terus menangisi nasib dirinya dan selalu meratap mengasihani diri. Jika ada orang yang berusaha untuk mengingatkan dan mendesak dirinya untuk bangkit dari keterpurukannya, namun dirinya terkesan masa bodoh. Dirinya asik dengan halusinasi dirinya sendiri. Tetapi ada juga yang bereaksi sebaliknya, dirinya sangat sensitif dan selalu curiga terhadap maksud orang lain. Dia cenderung menyalahtafsirkan setiap ucapan orang lain yang ditujukan padanya dan itu dianggapnya sebagai upaya untuk memojokkan, mempermalukan dan menghina dirinya saja, sehingga tidak jarang malah timbul ketegangan atau konflik.
Kehilangan pekerjaan atau terkena PHK dapat membuat orang yang mengalaminya menjadi sangat terpukul atau down. Jiwanya pun sangat terpukul dan labil oleh kejadian yang sangat tidak diharapkannya tersebut. Kejadian tersebut dapat juga meruntuhkan kepercayaan dirinya. Dirinya menjadi bimbang terhadap keyakinan kemampuan skillnya dan keyakinan untuk mendapatkan pekerjaan pengganti. Apalagi, usianya sudah tergolong tidak muda lagi, sehingga menyebabkan hatinya menjadi menciut untuk bersaing dengan pencari kerja yang masih muda. Belum lagi, pertimbangan posisi dan gaji yang bakalan diterimanya, jika bekerja kembali di tempat lain, sebagai pekerja baru. Dirinya sulit membayangkan imbalan materi yang bakalan diterimanya dengan tingkat kebutuhannya saat ini. Akhirnya dirinya terjebak dan berkutet dalam alam halusinasi yang diciptakannya sendiri dan dirinya menjadi gamang menghadapi realita yang ada dihadapannya.
Yang paling pahit dirasakan seseorang akibat PHK adalah hancurnya lambang kebanggaan dan kepercayaan diri terhadap diri sendiri. Di mana tadinya mungkin mempunyai posisi atau jabatan yang sangat strategis dan menyandang nama yang sangat pretitius, namun tiba-tiba semuanya menjadi hancur dan lenyap seketika. Diri pun menjadi terpuruk ke dalam ke-papa-an.
Kebimbangan atau kegamangan yang menyertai orang yang kehilangan pekerjaan atau menghadapi tekanan tersebut membuat semangat hidup menjadi melorot tajam. Diri lebih banyak dihantui oleh perasaan takut, seperti takut gagal, takut ditolak dan sebagainya daripada semangat untuk berbuat (action). Jika dirinya diajak berembuk untuk mendapatkan pekerjaan baru, maka dirinya cenderung suka mendebat, meragukan dan membuat argumentasi yang negatif dan pesimistis. Alhasil, yang muncul justru ketegangan emosional dan konflik.
Setelah Anda mempelajari uraian di atas, tentang kondisi tekanan kejiwaan yang dialami pasangan, sebagai akibat kehilangan sumber mata pencaharian, terkena PHK, pendapatan yang terlalu minim, sampai yang mengalami kebangkrutan usaha, dapat memberi gambaran pada Anda, bahwa sesungguhnya pasangan Anda sangat membutuhkan pertolongan, agar dirinya dapat keluar dari kesulitan yang melandanya atau menghimpitnya. Dirinya sangat tidak mengharapkan sikap maupun tindakan Anda yang dapat membuat beban mentalnya semakin berat dan kronis. Di sinilah pentingnya kehadiran Anda, untuk dapat memahami kondisi mental pasangan saat ini dan berusaha menberi bantuan padanya untuk keluar dari kesulitannya. Untuk itu, maka langkah-langkah pendekatan yang dibutuhkan untuk membantu pasangan keluar dari kesulitan yang menghimpitnya, sebagai berikut:

Kehilangan pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian dan lambang kebanggaan diri, tentu memberi dampak negatif pada pasangan. Pasangan tentu mengalami kegoncangan mental atau shock mental. Situasi yang demikian, tentu sangat sulit untuk dilalui dan dihadapi oleh pasangan. Kepercayaan dirinya pun dapat goyah atau runtuh dan jiwanya pun dalam keadaan yang labil serta emosinya pun tidak stabil.
Oleh karena itu, Anda harus menyadari pasangan sedang berada dalam keadaan yang sulit dan labil, sehingga sangat membutuhkan pertolongan Anda, sebagai orang yang terdekat darinya. Anda harus dapat memberi dukungan emosional pada pasangan. Dukungan emosional yang Anda berikan tentu sangat berarti sekali pada pasangan untuk memulihkan semangat hidupnya dan kepercayaan dirinya. Berbeda kalau Anda menekannya, menyalahkannya, melecehkannya dan menuntutnya. Reaksi negatif yang Anda perlihatkan tersebut, malah dapat mengakibatkan pasangan semakin tertekan dan emosional.
Cara memberi dukungan emosional yang dapat Anda lakukan, antara lain:
- Anda harus menaruh perhatian dan kepedulian terhadap derita pasangan karena derita pasangan berarti derita Anda juga. Untuk itu, Anda perlu mengajak pasangan untuk mau membicarakan tentang masalahnya.
- Anda harus menyediakan diri sebagai klinik center pasangan atau sebagai tempat untuk memulihkan semangat hidup dan kepercayaan dirinya.
- Anda harus siap menjadi pendengar baik terhadap keluhan atau curhat pasangan.
- Anda harus dapat membantu menyadarkan pasangan untuk mau menerima kenyataan yang dihadapinya. Walaupun kenyataan itu dirasakannya sangat pahit dan berat. Namun itu telah terjadi dan tak dapat ditolak. Anda pun dapat membantu mengungkapkan, semakin keras pasangan menolak kenyataan atau tidak dapat menerima kenyataan atau menyesali kenyataan itu, maka pasangan akan merasakan kepahitan yang nyata. Pasangan akan semakin hanyut dan tenggelam ke dalam keterpurukan. Keterpurukan ini, tentu berdampak negatif terhadap segala aspek kehidupan pasangan maupun keluarga. Padahal, apa yang dialami saat ini, bukan akhir dari segala-galanya. Masih banyak hal yang masih dapat diperbuat. Tentu syaratnya Anda harus melupakan apa yang telah terjadi dan memulai kembali dengan semangat yang baru dan tantangan yang baru juga.
- Jangan lupa untuk membongkar beban mental dan mengembalikan semangat hidup pasangan membutuhkan suasana yang kondusif dan rileks. Bila perlu Anda dapat mengajak pasangan ke suatu tempat yang dapat menyegarkan dan menenangkan pikirannya.
- Jangan biarkan pasangan tenggalam dalam keterpurukan, ketakberdayaan dan kesedihan hati secara berlarut-larut. Untuk itu, diperlukan dukungan semangat atau spirit bagi pasangan secara kontinuitas.

Jika pasangan telah dapat menerima kenyataan yang terjadi dengan lapang dada dan ikhlas, maka Anda pun dapat membantu membangun kembali semangat hidup dan kepercayaan diri pasangan. Untuk membangun kembali semangat hidup dan kepercayaan diri pasangan, Anda dapat mengajak atau mendorong pasangan untuk segera menyusun planning (rencana) kembali untuk mendapatkan lapangan kerja baru dengan semangat baru dan potensi yang ada. Yang penting diperhatikan dalam menyampaikan usul untuk menyusun rencana tidak dengan cara menekan atau memojokkan pasangan. Pasangan diminta untuk menyusun berbagai alternatif yang mungkin dapat dikerjakan atau perbuat untuk mendapatkan lapangan kerja baru berdasarkan potensi yang ada.
Kalau ingin mendapatkan pekerjaan baru berdasarkan lowongan kerja, maka yang perlu diperhitungkan dan langkah-langkah untuk mendapatkannya, meliputi:
- Jenis pekerjaan yang dikehendaki.
- Dipikirkan bagaimana cara mendapatkan pekerjaan.
- Cara menyusun lamaran yang jitu dan efektif.
- Jangan ragu menemukan dan memanfaatkan jaringan kerja. Atau Anda berusaha untuk menemukan tokoh kunci yang dapat membantu mendapatkan pekerjaan, informasi tentang pekerjaan atau lowongan kerja, dan bahkan mendapatkan surat rekomendasi dan sebagainya.
- Jangan takut gagal dalam mencari lapangan kerja baru.
- Utamakan “action” atau berbuat/tindakan untuk mendapatkan pekerjaan.
- Cara mengantisipasi, jika menemukan kegagalan.
Nah, jika lowongan kerja terasa sudah sulit didapat, maka Anda menganjurkan pada pasangan untuk mengkaji kemungkinan menciptakan lapangan kerja sendiri. Seandainya Anda atau pasangan sudah terpatri ingin mempunyai usaha sendiri, maka jangan berhenti pada tahap keinginan saja. Jangan takut untuk memulai. Jangan biarkan diri dikalahkan oleh rasa takut menemui kegagalan. Untuk itu, Anda harus mampu memompa semangat untuk berhasil.

Sebagai kata kunci untuk berhasil membangun sebuah usaha adalah hanya dua kata, yakni lakukanlah segera. Apa saja yang bisa Anda lakukan berdasarkan potensi dan kemampuan yang Anda miliki, maka lakukanlah segera. Masalahnya sekarang adalah Anda harus jeli menangkap ide dan peluang untuk membuka usaha baru. Masalah ide atau peluang membuka usaha baru dapat Anda cari dari Koran, buku-buku, majalah, potensi yang ada pada diri sendiri, lingkungan dan sebagainya. Yang penting kepiawaian dan kreativitas Anda untuk melihat sesuatu untuk dijadikan peluang usaha.
Jika ingin mempunyai usaha, maka jangan terpaku atau berhenti hanya kerena masalah atau alasan permodalan. Untuk memulai suatu usaha tidak harus memulainya dengan modal besar. Anda dapat memulai atau merintis peluang usaha dengan modal yang relatif kecil, namun punya prospektif yang besar dan luas. Untuk itu, Anda harus jeli memilih peluang usaha yang tidak menuntut modal usaha yang besar. Misalnya, Anda dapat menjual usaha jasa, pembuatan kerajinan, pemanfaatan barang limba dan sebagainya. Terutama jangan remehkan peluang usaha dari pemanfaatan bahan-bahan yang tidak terpakai atau yang tidak diperhitungkan orang, namun setelah diolah sedemikian rupa, sehingga mempunyai potensi atau nilai ekonomis yang tinggi. Atau Anda dapat mendatangi biro perjalanan yang mengadakan paket perjalanan wisata atau umroh untuk mendapatkan fee dari setiap orang yang dapat berhasil Anda bawa dan mau ikut umroh atau wisata. Dan sebagainya.
Sebagai catatan, saat Anda memulai usaha baru, maka segala tenaga dan pikiran harus dikerahkan sepenuhnya untuk usaha tersebut. Masalah ditolak, ditertawakan, dilecehkan atau diremehkan orang bisa menjadi santapan sehari-hari. Oleh karena itu, Anda tidak boleh goyah oleh suara-suara sumbang tersebut. Anda tidak boleh putus asa, karena tidak ada seorang pun pengusaha yang langsung sukses tanpa mengalami kesulitan.
Untuk menunjang kesuksesan, ada baiknya Anda maupun pasangan aktif memperluas wawasan dengan cara memperluas pergaulan, baik perseorang maupun ikut organisasi. Begitu juga, jangan dilupakan untuk berusaha mendapatkan tokoh kunci yang dapat menopang dan mendukung pengembangan usaha Anda. Dari tokoh kunci tersebut, diharapkan Anda mendapat, antara lain:
- Pembinaan, pengarahan dan bimbingan pengembangan usaha secara prospektif.
- Sebagai pendamping atau bapak angkat.
- Dapat menjadi penjamin mendapatkan permodalan.
- Sebagai mitra usaha.
- Dan sebagainya.
Demikianlah cara atau petunjuk-petunjuk yang dapat Anda pergunakan untuk mengatasi kesenjangan komunikasi antarpasangan dalam menanggulangi kesulitan ekonomi keluarga secara efektif. Begitu juga, petunjuk-petunjuk di atas, memberi alternatif dan pemikiran yang dapat dipertimbangkan sebagai sebuah solusi bagi Anda semua untuk membuka peluang lapangan kerja sendiri dalam mengantisipasi kesulitan mendapatkan lapangan kerja. 


Rabu, 25 Februari 2009

Resensi Buku


Judul Buku : Cinta Sang Idola

Penulis : Hendra Surya

Penerbit : Pustaka Obor Populer

Tebal Buku : vii + 257 halaman

Ukuran Buku : 13,5 x 20 Cm


Novel Cinta Sang Idola sungguh menarik dan layak dibaca oleh anak remaja. Di mana tehnik penyajian novel ini ringan sangat cocok dengan selera anak remaja dan gaya yang ditampilkan pun cukup unik dengan mengusung gaya pop bertutur orang Melayu Deli. Sementara, sipenutur orang yang baru ngetop dan bergaya orang Jakarta. Kisah yang diangkat sangat dekat dengan kejadian yang kerapkali melanda kaum remaja. Jalinan ceritanya sangat mengesankan, seperti kisah nyata. Harubiru lika-liku jalinan asmara, bagai Romeo dan Juliet. Tapi Uniknya lagi, jalinan cerita novel ini dapat memberi berbagai inspirasi bagi pembaca mensiasati alam pikir dan kreativitas mengembangkan diri untuk menunjukkan Ini Gue lho!!!

Sebagai remaja yang baru tumbuh, merasakan cinta yang baru bersemi, tentu indahnya bukan main. Begitu juga yang dirasakan Ikhzan dan Tiara, kedua anak melayu ini. Mereka berdua ini kan lagi asyik dilanda gelombang cinta. Cinta yang bersemi pun menembus batas perbedaan yang menyolok di antara mereka berdua.

Tapi betapa hancur hati keduanya, ketika cinta mereka dipisahkan secara paksa oleh ayahnya Tiara. Perbedaan derajat bagai langit dan bumi jadi alasan Wan Hamzah memisahkan hubungan Tiara dengan Ikhzan. Apalagi, Wan Hamzah telah menjodohkan Tiara dengan Saiful. Makanya, Tiara dengan paksa dipindahkan sekolahnya ke Medan. Di Medan Tiara dipertemukan dengan Saiful, calon insinyur pertanian dari USU. Saiful pun lantas berusaha keras untuk menghapus memori Ikhzan dari benak pikiran Tiara. Sebagai putri melayu yang patuh memangku adat, Tiara terpaksa menjalani fitrahnya… Tapi hati kecilnya masih menyimpan rindu untuk menemukan kembali bunga cintanya…

Sementara, Ikhzan berusaha bangkit dari keterpurukan jiwanya dan tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Apalagi, support temannya, seperti Mirza, Dody, Fachri dan Rina sangat membantu dirinya. Rasa terhina Ikhzan membuat semangatnya membaja untuk merubah nasib. Setelah menamatkan SMA, dia merantau. Di Medan Ikhzan merintis karier menjadi penyanyi restoran.

Luka hati Ikhzan dan Tiara ternyata terbuka kembali, ketika mereka secara tak sengaja saling menyaksikan. Tiara lihat Ikhzan sudah jadi seorang penyanyi restoran dan mulai mendapat banyak penggemar. Sedang Ikhzan saksikan Tiara berdampingan dengan tunangannya. Mereka ingin saling meluruk dalam dekapan, melepas jejak rindu, tapi tak sampai. Betapa pedih hati mereka rasanya…

Ketika ada audisi Idol di Medan, Ikhzan pun tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Ternyata atas kegigihan dan Mukjizat Tuhan, Ikhzan temukan jalan untuk membentuk talentanya. Diapun jadi bintang yang ngetop dan beken setelah menjadi pemenang Grand Final Indonesian Idol.

Di sini Ikhzan buktikan kekurangan bukan jadi halangan untuk maju. Kemampuan mensiasati alam pikir dan kreativitas untuk mengenali dan mengembangkan bakat tersembunyi mengantarkan dirinya temukan talenta yang brilian. Ikhzan mampu meniti dan mengembangkan talenta pada jalur yang benar, makanya jadi orang top dan beken.

Di samping itu, Ikhzan membuktikan untuk membuka mata, bukan harus dengan kekerasan, tapi dengan talenta yang mengagumkan dan membuat orang bangga pada dirinya. Bagaimana sikap Wan Hamzah melihat Ikhzan menjadi bintang top dan selebriti? Bagaimana sikap Ikhzan sendiri terhadap Wan Hamzah dan Tiara setelah dia menjadi orang beken? Keberhasilan Ikhzan ini, apakah juga membawa kebahagiaannya kembali dan menemukan cintanya kembali? Atau Ikhzan menemukan bunga cintanya yang lain…

Cinta itu tidak bisa dipaksakan. Tapi siapa yang percaya akan kekuatan cinta, maka dia akan meraih kebahagiaan…

Senin, 23 Februari 2009

Anak dan Narkoba

Orang tua mana yang tidak merasa kuatir dan panik, jika mendengar dan menyaksikan peredaran narkoba kini sudah memasuki sekolah? Bahkan, ada anak SD yang mulai terjangkiti penyalahgunaan narkoba. Kini terbayang di benak pikiran, jangan-jangan peredaran narkoba sudah memasuki sekolah anak…! Jangan-jangan anak sudah mulai terpengaruh dan ingin mencoba-coba narkoba! Sudah tentu dalam hati kecil kita, tidak ingin anak terjerumus dalam kenakalan remaja maupun terlibat penyalahgunaan narkoba, bukan? Tentu jawabannya, tidak!!! Sudah pasti, setiap orang tua selalu menginginkan anaknya kelak jadi orang dan sukses.

Harapan orang tua pasti ingin anaknya, seperti bocah ajaib pengukir sejarah dunia Albert Einstein, Thomas Alva Edison, JK Rowling (Penulis buku Harry Potter) dan lain-lain. Atau seperti Sherina (penyanyi), Taufik Hidayat (pemain bulu tangkis) dan pintarnya kayak BJ Habibie. Paling-tidak, anak punya semangat dan keberanian untuk mencontoh perilaku tokoh-tokoh tersebut meraih prestasi dalam hidupnya maupun mengaktualisasikan segenap kemampuan anak, tanpa dibayang-bayangi ketakutan terpengaruh kenakalan remaja maupun penyalahgunaan narkoba.

Lantas yang jadi persoalan, bagaimana mewujudkan harapan-harapan orang tua tersebut menjadi suatu kenyataan? Jika kita perhatikan anak terancam bermasalah dalam kenakalan remaja dan maupun terlibat penyalahgunaan narkoba. Lingkungan anak sekarang menjadi tidak aman dan tidak kondusif untuk bebas dari narkoba.

Kini, kita tidak dapat memungkiri penting sekali untuk melakukan tindakan preventif (pencegahan) penyalahgunaan narkoba pada anak sedini mungkin. Kita tidak boleh terlambat atau menunggu mengantisipasi penyalahgunaan narkoba pada anak. Apalagi menggantungkan diri pada sekolah anak. Jangan sampai anak telah menggunakan narkoba baru kita bertindak. Sebab, sekali anak telah terjerumus, maka sangat sulit bagi anak untuk keluar dari lingkaran setan narkoba. Mencegah itu lebih mudah dibandingkan mengobati. Apalagi masalah penyalahgunaan narkoba, bukan masalah yang sepele. Oleh karena itu, untuk mengatasi kerentanan kenakalan remaja maupun penyalahgunaan narkoba mutlak dibutuhkan keterampilan menolak (refusal skill) narkoba pada anak.

Untuk mengembangkan keterampilan menolak (refusal skill) narkoba memang tidak sederhana, melainkan dibutuhkan pengembangan kepribadian anak secara total dan berkaitan erat dengan keterampilan hidup (life skill) anak.

Permasalahan di lapangan yang membuat kita panik, jika anak bermasalah dalam pengembangan perilakunya. Seperti anak suka berkelahi, berselisih dan bermusuhan dengan temannya. Emosi anak tidak stabil. Hanya karena masalah sepele saja, emosinya langsung meledak-ledak. Apalagi anak bermasalah dengan percaya dirinya. Kadang anak gampang murung dan kecewa. Anak selalu mengeluh dalam pergaulannya, karena dia merasa tersisih. Dia tak punya keberanian mengembangkan pergaulannya dengan teman yang punya kemampuan di atas anak. Anak tak punya keberanian berkomunikasi dengan orang lain.

Tentunya kita tidak dapat memungkiri anak yang mengalami gangguan pengembangan perilakunya, tidak percaya diri, tidak memiliki keterampilan mengatasi masalah maupun keterampilan bergaul, tentu menghambat perkembangan pola kepribadian yang matang pada anak. Pola kepribadian anak yang tidak matang tentu sangat rentan terhadap kenakalan remaja maupun terlibat penyalahgunaan narkoba.

Mengingat begitu pentingnya keterampilan menolak (refusal skill) narkoba pada anak sebagai pertahanan diri dan self control anak terhadap pengaruh kenakalan remaja maupun penyalahgunaan narkoba. Keterampilan menolak (refusal skill) ini juga, menjadi sumber energi (kekuatan) diri anak untuk dapat mengaktualisasikan dirinya secara utuh, maka anak membutuhkan bantuan kita. Peran orang tua sangat vital dalam menumbuhkan keterampilan menolak (refusal skill) narkoba anak karena orang tualah yang paling berpengaruh dan terdekat hubungannya dengan anak.

Untuk itu, kita harus membantu anak mengatasi kesulitan, kelemahan dan hambatannya dalam mengembangkan pola kepribadian yang matang dan keterampilan menolak (refusal skill) narkoba ini pada anak. Hal-hal penting yang harus diperhatikan untuk membantu mengembangkan pola kepribadian yang matang dan keterampilan menolak narkoba pada anak, antara lain:

Mengetahui pribadi anak yang rentan terhadap narkoba.

Mengetahui cara mengatasi penyimpangan perilaku anak.

Mengetahui cara membentuk kepribadian yang baik pada anak.

Mengetahui cara menumbuhkan percaya diri pada anak.

Mengetahui cara mengembangkan keterampilan mengatasi masalah pada anak.

Mengetahui cara mengembangkan keterampilan menolak narkoba pada anak

Mengetahui cara menghadapi anak yang kedapatan menyalahgunakan narkoba.

Untuk mendapatkan panduan cara di atas, dapat kita peroleh melalui buku-buku pengembangan anak. Sumber penulisan ini berdasarkan buku panduan: Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak usia Dini, terbitan BNN, 2007, Percaya Diri Itu Penting, Drs. Hendra Surya, Elex Media Komputindo, 2007.

Jika Anak Pakai Narkoba


Orang tua mana yang tidak hancur hatinya, jika mengetahui anaknya telah terlibat menyalahgunakan narkoba? Tentu, rasanya kepala ini mau pecah dan dunia mau runtuh. Hilang sudah harapan orang tua terhadap anak. Orang tua seperti mendapat aib besar yang sungguh memalukan dan menghancurkan harkat, maupun martabat keluarga. Reaksi emosional orang tua pun langsung meledak. Ledakan amarah tersebut bercampur aduk dengan perasaan sedih, kecewa, kesal dan malu. Dari banyak kasus yang terjadi, orang tua langsung naik darah dan bertindak kasar terhadap anak, seperti berkata kasar, membentak, memaki, menyumpah maupun memukuli anak. Bahkan, tidak sedikit orang tua yang shock berat, malu dan jatuh sakit karena ulah anak tersebut.
Ironinya, orang tua baru mengetahui anaknya terlibat penyalahgunaan narkoba setelah terlambat. Atau orang tua ternyata barisan orang yang paling akhir mengetahui keterlibatan penyalahgunaan narkoba anak. Orang tua baru mengetahui anak terlibat narkoba setelah stadium kronis. Akibatnya, anak terlambat ditolong. Anak masuk keperawatan setelah mengalami kerusakan otak permanen. Misalnya, anak telah menderita psikosis, HIV, Hepatitis C, IMS (Inveksi Menular Seksual) dan sebagainya. Akibatnya, program perawatan yang diberikan ke anak menjadi lebih susah dan rumit.

Mengapa orang tua terlambat mengantisipasi penyalahgunaan narkoba
pada anak?
Orang tua terlambat mendeteksi penyalahgunaan narkoba oleh anak karena anak begitu pandai menutupi keterlibatannya di mata orang tuanya. Pendek kata, anak tetap ingin menjadi anak yang manis di rumah. Di rumah anak lebih banyak memilih berdiam diri di kamarnya. Ketika anak keluar rumah pun, tanpa menimbulkan kecurigaan yang berarti. Ketika anak meminta uang berlebih, kita cepat percaya dengan berbagai macam alasan anak. Begitu juga, ketika ada barang berharga yang khusus diberikan kepada anak banyak yang hilang, kita cepat percaya ketika dikatakan sedang dipinjam temannya, namun barang tersebut ternyata tak pernah kembali. Hal lain, ketika banyak barang di rumah yang hilang, tak seorang pun berani menuduh anak.
Hal lain, orang tua tak mudah percaya kalau anaknya dikatakan telah menyalahgunakan narkoba. Orang tua berusaha menghindari realita dan tuntutan untuk bertindak pada anaknya. Orang tua tak yakin, tak rela dan berusaha keras melakukan penyangkalan (menampik) anak terlibat penyalahgunaan narkoba. Nah, jikalau ada kecurigaan, itu pun tak penuh. Orang tua enggan melakukan konfrontasi dengan anak. Orang tua takut jika tuduhan itu tak benar dapat melukai perasaan anak. Orang tua hanya sekedar mencari bukti narkoba di kamar anak, di saat anak tidak ada di rumah.
Padahal, penyangkalan ini merupakan suatu sikap yang paling berbahaya. Penyangkalan ini dapat berakibat menjadi pembunuh anak. Orang tua jadi terlambat bertindak, karena anak yang sudah kecanduan hanya butuh waktu beberapa saat untuk overdosis, terinveksi HIV, Hepatitis C dan sebagainya. Salah mengambil keputusan menyebabkan penyesalan seumur hidup.
Rasa malu orang tua atau keluarga pada umumnya menjadi penghambat nomor satu untuk mengantisipasi dengan benar terhadap anak yang kedapatan menyalahgunakan narkoba. Orang tua atau keluarga memandang, jika salah satu anggota keluarga ada yang terlibat penyalahgunaan narkoba dianggap merupakan suatu aib besar yang harus ditutupi rapat-rapat atau harus disembunyikan. Rasa malu dan rasa bersalah mendorong orang tua untuk berusaha menangani dengan cara keras sendiri. Di satu sisi dengan kemarahan, namun di sisi lain dengan sikap protektif penuh. Orang tua jarang membawa anak yang terlibat kemana pun ketika pertama sekali menemukan anak bermasalah dengan narkoba. Pada umumnya, kali pertama orang tua berusaha menangani sendiri atau membawa anak ke dokter hanya untuk rawat jalan.
Sikap protektif keluarga yang didorong oleh rasa malu dan rasa bersalah karena merasa telah gagal sebagai orang tua, sebahagian besar telah menyebabkan anak gagal untuk pulih. Orang tua atau keluarga ada yang berusaha keras untuk menangani sendiri kasus kecanduan anak dengan mengisolasi anak di rumah atau mengungsikan anak ke tempat lain. Namun, orang tua lupa kalau pecandu adalah pribadi yang sakit yang selalu menggunakan akal kreatifnya mencari cara meloloskan diri dan menghalalkan berbagai cara untuk mengecoh sekedar mendapatkan narkoba.
Perilaku lain, orang tua terkecoh sikap kompromis anak. Orang tua yakin ketika anak melakukan penyangkalan dirinya bermasalah dengan narkoba. Anak menolak keras, jika dia dikatakan bermasalah dengan narkoba. Anak mengatakan dia mampu berhenti mengonsumsi narkoba karena dia tidak separah pecandu lainnya. Di mana anak berpikir, dirinya tidak bermasalah dengan narkoba dan tidak membutuhkan pertolongan orang lain dan tak butuh program pemulihan. Namun janji anak itu hanya omong kosong. Sebab, anak seperti berkepribadian ganda. Di satu sisi, dirinya ingin pulih, seperti pribadi dirinya si anak baik sebelum mengenal narkoba. Di sisi lain, pribadi yang tidak ingin pulih, sebagai pecandu. Tapi yang jelas, anak yang sudah menjadi pecandu adalah orang yang sakit, baik secara fisik maupun mental, sehingga tidak dapat mengambil keputusan sendiri. Keputusannya selalu ambivalen dengan kenyataannya. Tak ubahnya, seperti orang mabuk ocehannya tak dapat dipegang kebenarannya karena dia hanya membual.
Sikap orang tua atau keluarga yang terlalu lemah. Bisa jadi karena anak terlalu dimanja dan orang tua memiliki sikap serba tak tega. Sehingga ketika anak bermasalah dengan narkoba menjadi kewalahan menanganinya di rumah karena anak lebih berani dan lebih galak dibandingkan orang tua. Orang tua sering kali menjadi sulit bertindak di tengah ketakutannya, sehingga selalu mengabulkan segala permintaan si anak untuk mendapatkan narkoba. Bahkan, ada ditemui orang tua sendiri yang mengantarkan anaknya untuk mendapatkan narkoba, karena orang tua tidak ingin anak mendapat kecelakaan di jalan atau kabur dari rumah.
Di samping itu, ada pandangan keliru yang menganggap kecanduan narkoba hanya merupakan masalah fisik belaka, sehingga pemulihannya pun hanya menekankan bersifat pemulihan fisik saja. Anggapan, anak dinyatakan pulih, jika fisiknya bersih, sehingga pemahaman orang tua yang keliru ini mendorong keluarga berusaha memberi perawatan jangka pendek, yaitu pemulihan fisik. Anggapan keliru ini didorong oleh keinginan masalah keterlibatan anak dengan narkoba jangan sampai ada orang lain yang tahu. Orang tua tak ingin orang lain tahu anaknya adalah seorang pecandu. Padahal, proses pemulihan anak dari ketergantungan narkoba meliputi pemulihan fisik, mental, emosional dan spiritual anak. Fisik pecandu dinyatakan bersih narkoba tak membuat seorang pecandu sembuh. Sebab, masih dibutuhkan perubahan kualitas hidup, perubahan sikap, membentuk kemampuan mengatasi masalah, membentuk percaya diri, menentukan teman yang steril narkoba, membentuk kemauan hidup dan tujuan hidup yang jelas untuk menyatakan seseorang itu sudah sembuh.
Apabila kita cermati, ada beberapa gejala yang memberi petunjuk kepada kita, bahwa anak telah terlibat pemakaian narkoba, antara lain:
- Perubahan tingkah laku anak yang tiba-tiba, serta mudah menaruh curiga terhadap orang lain, terutama orang yang tidak dikenalnya.
- Anak mudah marah.
- Anak suka membangkang terhadap nasihat orang tua maupun gurunya.
- Anak suka menjual barang-barang berharga miliknya sendiri atau orang lain.
- Kadang-kadang anak suka mengenakan kaca mata hitam gelap pada saat tidak tepat, untuk menyembunyikan matanya yang bengkak dan merah.
- Anak jadi suka bersembunyi di kamar mandi atau gudang dalam waktu lama dan berkali-kali.
- Anak melarang keras orang tuanya memasuki kamarnya.
- Anak suka bolos.
- Nilai raport turun drastis.
- Lebih senang menyendiri.
- Sering berbohong.
- Kesehatan menurun dan badan kurus.
- Cara berpakaian sembaranganan dan tidak terurus serta suka pakai baju lengan panjang untuk menyembunyikan bekas suntikan atau sayatan pada lengannya.
- Anak sering didatangi oleh orang yang belum kenal keluarga atau teman-temannya.
Memang, tidak semua anak yang telah memperlihatkan tanda-tanda atau gejala di atas terlibat narkoba. Mungkin anak bermasalah dengan perilakunya yang menyimpang. Namun, kebanyakan para penyalahgunaan (pecandu) narkoba akan selalu mempertunjukkan gejala-gejala seperti di atas. Paling tidak, jika anak telah memperlihatkan tanda-tanda atau gejala-gejala seperti di atas, maka kita harus lebih cermat dan serius memperhatikan serta menyelidiki penyimpangan perilaku anak, sebelum masalah anak menjadi kronis dan jadi masalah.

Bagaimana menghadapi anak yang kedapatan menyalahgunakan narkoba?

Jika kita menemukan atau mendapati anak terlibat penyalahgunaan narkoba, maka langkah-langkah yang harus kita lakukan adalah, sebagai berikut:

Pertama, Jangan Panik.
Jika menghadapi kenyataan anak telah menyalahgunakan narkoba, kita harus dapat menguasai gejolak perasaan yang tak menentu dengan lapang dada dan sabar. Kita harus bersikap tenang dan objektif. Bersikap tenang dan objektif dapat membuat kita berpikir jernih dan mampu menelaah masalah serta dapat mengambil keputusan yang tepat untuk menangani anak. Memang tak dapat dipungkiri, anak telah bermasalah dengan narkoba. Ini realita, sehingga tak ada gunanya kita berusaha mencari kambing hitam siapa yang salah atau saling menyalahkan. Begitu juga, mengumbar kemarahan pun tidak merubah kenyataan yang telah terjadi. Kita pun tak bisa berharap dengan melampiaskan kemarahan, memojokkan dan menghakimi anak, dapat membuat anak sembuh dan menjauhi narkoba. Malah sebaliknya, reaksi emosional kita dapat membuat anak semakin terpuruk pada penyalahgunaan narkoba. Permasalahan yang utama adalah anak harus segera ditangani dengan benar karena dia membutuhkan pertolongan segera. Anak sangat membutuhkan dukungan penuh dan pemahaman keluarga. Bicaralah dan yakinkan serta sadarkan anak, apa dampak yang dia rasakan akibat perbuatannya. Biarkan dia menilai dan merasakan sendiri apa yang diperbuatnya. Misalnya, apa kamu tidak lelah dengan petualanganmu?, Apa yang kamu dapat secara riil petualanganmu itu? Rangsanglah kemauan dari dalam dirinya untuk merubah dirinya dan menata hidupnya kembali. Bangkitkan semangat dan motivasi dirinya, bahwa dirinya masih punya arti dan masih banyak hal yang masih bisa dia perbuat.

Kedua, Merubah paradigma penyalahgunaan narkoba yang tadinya dianggap sebagai aib besar yang harus ditutup-tutupi atau disembunyikan menjadi sebuah kejadian luar biasa (malapetaka) yang harus dicegah dan ditanggulangi segera.
Kita harus menepis perasaan malu dan perasaan bersalah menghadapi anak yang bermasalah dengan narkoba. Perasaan tersebut tidak merubah keadaan anak menjadi sembuh dari pengaruh narkoba. Kita tidak dapat menyembunyikan atau menutup-nutupi masalah anak dan berusaha menangani sendiri perawatan anak. Bermasalah dengan narkoba bukan masalah penyakit fisik belaka, seperti cukup melakukan detoksifikasi atau menawarkan racun narkoba dari tubuh anak. Jika efek racun dari narkoba dari tubuh telah hilang, bukan berarti anak sudah sembuh. Secara fisik anak bisa saja kembali segar, namun otak anak masih obsesif dan kompulsif ingin kembali menggunakan narkoba. Inilah justru yang jadi masalah terbesar yang membuat anak sulit disembuhkan karena anak selalu kambuh dan terus kambuh lagi.
Masalah ketergantungan narkoba merupakan sebuah kejadian yang luar biasa, yang mencakup kerusakan fisik, psikologis (mental), sosial maupun spiritual anak, sehingga penanganannya membutuhkan proses khusus secara menyeluruh. Bagaimana cara membangkitkan kemauan kuat dari dalam diri anak sendiri untuk sembuh, ini yang sulit dan butuh suatu program khusus pemulihan. Oleh karena itu, kita tak boleh menutup-nutupi masalah anak dan harus segera mengambil tindakan dan menempatkan anak pada program khusus pemulihan. Keberhasilan memulihkan anak dari ketergantungan narkoba merupakan sebuah prestasi luar biasa.

Ketiga, Kita harus bersikap tegas.
Jika kita sayang pada anak, maka kita harus bersikap tegas menangani anak. Setiap orang tua pasti sayang dan cinta pada anak, tapi bukan berarti kita harus lemah, tunduk dan menuruti pada setiap keinginannya. Kita harus membuang perasaan tak tega pada anak. Anak yang kita hadapi kini seperti telah memiliki kepribadian ganda, penuh sikap manipulatif dan pembohong besar. Di satu sisi, dia ingin menjadi anak yang manis dan patuh pada orang tua, tapi di sisi lain dia pribadi pecandu yang tak mau melepas kecanduannya. Yang harus kita cintai adalah anak, tetapi bukan mentolerin perilaku adiksinya. Makanya, kita tak dapat menggantungkan harapan dan mempercayai sikap kompromis dan janji-janji anak yang telah ketergantungan narkoba. Orang yang telah ketergantungan narkoba seperti orang yang telah menandatangani kontrak mati dengan berbagai dampak buruk yang ditimbulkannya. Ini hanya masalah waktu. Salah kita memperkirakan sikap anak, mengulur waktu penanganan anak atau tak berani bertindak dalam seperkian detik, taruhannya nyawa anak. Oleh karena itu, Anak sangat membutuhkan pertolongan, dukungan penuh keluarga dan kita harus bersikap tegas dengan berani mengambil tindakan tegas dan cepat dengan menempatkan prioritas untuk menyelamatkan nyawa anak.

Keempat, Mintalah bantuan professional adiksi.
Kita harus bertindak cepat dan jangan menunda-nunda waktu menangani anak dengan membawanya ke professional adiksi, seperti merujuk ke RSKO atau Panti Rehabilitasi. Kita tidak dapat mengambil keputusan sendiri untuk menangani/merawat anak yang telah bermasalah dengan narkoba tanpa mendapat bantuan professional adiksi. Sebab, masalah narkoba adalah masalah yang kompleks, sangat sulit menentukan kebijakan sendiri tanpa didukung oleh pengetahuan, pengalaman dan keterampilan penanganan masalah narkoba dengan benar. Mintalah bantuan dan petunjuk professional adiksi untuk menelaah kondisi anak dan cara atau program pemulihan yang tepat untuk anak.

Kelima, Berusaha membangkitkan kesa-daran dan kemauan anak untuk pulih.
Tak dapat dipungkiri, untuk membangkitkan kesadaran dan kemauan anak untuk pulih dari penyalahgunaan narkoba bukanlah masalah yang mudah. Untuk itu, anak sangat membutuhkan dukungan positif dari lingkungannya yang dapat merangsang keinginannya untuk pulih. Kerjasama antara konselor dan orang tua sangat dibutuhkan untuk menemukan kesadaran anak untuk sembuh. Kesadaran untuk pulih ini hanya bisa dimunculkan apabila anak dapat diarahkan untuk mau merenung dan berpikir jernih tentang dirinya.
Pada umumnya, orang yang bermasalah dengan narkoba mau merenung dan berpikir setelah melewati suatu krisis, dimana dirinya sudah merasakan benar-benar tidak berdaya dan dia tak mampu mengendalikan kondisi hidupnya lagi. Atau mengalami suatu kejadian yang luar biasa dan sangat mengguncang dirinya serta membuat hidupnya terasa sudah di luar kontrol dirinya. Pecandu sudah menghadapi jalan buntu, dia tak tahu lagi harus bagaimana berbuat. Kejatuhan dan tekanan peristiwa traumatik ini yang membuat dirinya lelah kecanduan narkoba. Namun pengalaman traumatik setiap orang berbeda-beda, ada yang cepat dan ada yang lambat. Tetapi pada umumnya, dibutuhkan proses perjalanan panjang untuk mengalami kesadaran ini.
Salah satu cara merangsang anak yang bermasalah dengan narkoba untuk mau merenung dan berpikir dapat diciptakan dengan ketegasan sikap orang tua dan lingkungan terdekatnya untuk menutup atau menolak memudahkan anak memakai narkoba. Begitu juga, menolak menanggung atau melindungi berbagai akibat yang ditimbulkannya, sampai anak mengalami krisis atau tak berdaya, sehingga menuntun dirinya untuk berubah atau menuntun dirinya mencari pertolongan yang tepat karena dirinya telah lelah kecanduan.
Di samping itu, kita dapat mengajak komunikasi dengan memasuki alam pikiran anak. Kita harus mampu menyentuh titik peka anak untuk merasakan dan menghayati akibat-akibat riil perbuatannya sendiri. Kita harus menggiring akal pikiran anak untuk menjelajahi dirinya sendiri tanpa tekanan. Gali harga diri anak, keinginan-keinginannya dan harapan riil anak. Rangsang anak untuk mewujudkan harapan-harapannya, sehingga timbul keinginan dan tekadnya untuk berubah. Selanjutnya, untuk mendukung tekad anak untuk berubah, maka diskusikanlah dengan professional adiksi atau konselor mengenai program pemulihan anak.

Keenam, Arahkan anak pada kegiatan positif yang membangun harga dirinya.
Untuk menghilangkan gaya hidup adiksi anak, maka sangat dibutuhkan kegiatan positif yang mampu merangsang dan membangun harga diri anak, agar dirinya tetap bersih dari pengaruh narkoba. Kita dapat memotivasi dan menggiring anak untuk mengikuti program khusus pengembangan dirinya sesuai dengan minat, bakat dan hobi anak. Jika anak mampu mengembangkan sesuatu yang berharga dalam hidupnya dan selalu menyibukkan diri dengan kegiatan positif yang menggembirakannya, tentu anak akan menjauhi kehidupan narkoba. Sebab, hidup terarah tanpa narkoba sungguh membahagiakan.

Ketujuh, Kembangkan keterampilan menolak (refusal skill) narkoba anak.
gar anak tidak mudah jatuh kembali ke dunia narkoba, maka perlu dikembangkan keterampilan menolak (refusal skill) narkoba anak. Kita bangun pola kepribadian yang matang pada anak, percaya dirinya, keterampilan mengatasi masalah, kekecewaan, rasa malu, kemarahan maupun kecemasannya, kemampuan mengembangkan pergaulan yang positif, kemampuan mengembangkan dirinya dan mengembangkan tujuan hidupnya.

Sabtu, 21 Februari 2009

Kurang Gaul


Perasaan malu acapkali menjadi penghambat bagi anak untuk bergaul atau berkumpul dengan teman sebayanya. Anak menjadi canggung dan sulit membangun interaksi di tengah-tengah temannya. Anak merasa asing dan terkucil di tengah-tengah keriuhan teman-temannya dalam bermain. Alhasil, anak cenderung ingin menarik diri. Padahal, kita selalu mengharapkan anak menjadi anak yang supel bergaul, banyak temannya dan mudah beradaptasi di tengah pergaulannya.

Hal lain, kadangkala kita pun sering direpotkan oleh perilaku anak di saat ada banyak teman sebayanya di dekatnya. Anak malah takut bermain bersama dan terus berlindung di balik badan orang tuanya. Jika anak dianjurkan untuk turut bergabung bermain bersama temannya, namun anak dihinggapi perasaan malu dan seperti ketakutan. Anak pun menjadi sangat tergantung pada orang tuanya.

Namun adakalanya sebahagian orang tua menganggap perasaan malu anak saat belajar bersosialisasi, merupakan perilaku yang lumrah terjadi pada masa anak-anak. Kemudian, orang tua menganggap perasaan malu itu akan menghilang seiring dengan perkembangan usianya. Padahal, tidak jarang perasaan malu tersebut menjadi berlarut-larut dan menjadi penghambat kemampuan anak untuk dapat bersosialisasi dengan baik. Hal yang tidak boleh diremehkan, bahwa perasaan malu yang tidak ditanggulangi sedini mungkin ini, dapat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Di mana anak menjadi tidak cakap untuk bergaul, kurang memiliki inisiatif, tidak punya keberanian menghadapi berbagai hal atau tantangan dan hidup serba tergantung pada orang lain.

Mengapa anak suka malu bergaul?

Kalau kita amati timbulnya perasaan malu pada anak (seseorang) ini, adalah sebagai bentuk manifestasi reaksi emosional yang tidak menyenangkan hati anak (seseorang), akibat dari cara pandang atau adanya penilaian negatif terhadap diri sendiri. Padahal, penilaian negatif itu belum tentu benar adanya, sehingga mengakibatkan munculnya rasa rendah diri, jika berhadapan dengan orang lain atau kelompoknya.

Kita pun dapat membedakan faktor pencetus perasaan malu pada anak atas dua penyebab, yaitu:

  1. Perasaan malu sebagai akibat dari rasa bersalah atas perbuatan yang telah dilakukannya. Seperti melakukan perbuatan yang kurang sopan, telah berbohong, suka mengejek, telah mengambil barang orang lain, secara tak sengaja telah merusak barang orang lain atau menghilangkan barang orang lain dan sebagainya.
  2. Perasaan malu sebagai akibat merasa memiliki kemampuan di bawah standar orang lain atau lingkungan sosialnya, sehingga menimbulkan rasa takut yang berlebihan untuk berinteraksi.

Perasaan malu tersebut menimbulkan anasir-anasir (dugaan) perlakuan negatif yang mungkin bakal diterimanya dari orang yang akan dihadapinya. Seperti takut dimusuhi, dikucilkan, tidak diterima, dianggap tidak sepadan, tidak dipedulikan, tidak ditanggapi, dihina dan sebagainya. Anasir-anasir negatif tersebut membuat anak merasa tak berdaya dan merasa rendah diri. Perasaan malu ini membuat anak menjadi merasa tak nyaman berada di hadapan orang lain atau di tengah-tengah kumpulan orang banyak. Anak menjadi sangat kikuk dan canggung, sehingga merasa sangat tersiksa. Anak tidak tahu harus bagaimana, tidak tahu apa yang harus diperbuatnya atau tidak tahu menentukan sikap yang seharusnya, sehingga anak pun menjadi takut untuk berinteraksi dengan orang lain. Alhasil, dari dalam diri anak bisa timbul perasaan untuk mengasihani diri. Lantas, dia cenderung menjadi bersikap pasif dan sangat mengharapkan orang lain yang datang padanya dan peduli dengannya.

Bagaimana cara mengatasi rasa malu anak untuk bergaul?

Untuk membantu anak mengatasi perasaan malunya, ketika dirinya hendak berinteraksi sosial atau bergaul, maka hal-hal yang perlu kita lakukan, adalah sebagai berikut:

° Berusahalah untuk memahami kecemasan anak

Kita harus peka terhadap perasaan negatif hati anak dan yang membuat hilangnya keberanian anak untuk memulai interaksi sosialnya atau bergaul. Kita perlu mencari tahu penyebab atau pemicu yang membuat anak tidak memiliki keberanian untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mengetahui pemicu ketakutan anak untuk berinteraksi, maka kita harus secara aktif menjalin komunikasi dengan anak. Kita harus mau mendengarkan, memperhatikan dan menangkap, baik secara tersurat maupun yang tersirat bentuk-bentuk keluhan anak, mengapa dirinya tidak memiliki keberanian untuk berinteraksi.

Kita harus mengetahui pemicu perasaan malu anak, apakah bersumber dari rasa bersalah atau karena merasa kurang percaya diri atau merasa kemampuannya yang kurang dan di bawah standar. Jika kita telah mengetahui sumber pemicu perasaan malu anak, maka kita perlu memberi dukungan emosional pada anak, agar dirinya memiliki keberanian untuk berinteraksi dan menepis perasaan malu anak tersebut.

Kalau kita temukan perasaan malu anak bersumber dari rasa bersalahnya, maka kita harus mampu membuat anak untuk mengatasi rasa bersalahnya. Untuk mengatasi rasa bersalah anak, kita dapat menyadarkan akan pentingnya rasa bertanggung jawab atas perbuatannya. Kita dapat mendorong anak untuk berani mengakui kesalahannya dan berani mengucapkan “minta maaf” atas perbuatan yang kurang baiknya, sebagai wujud rasa bertanggung jawabnya.

Cara untuk menghilangkan kecemasan, ketakutan atau menyadarkan akan pentingnya rasa bertanggung jawab pada anak, adakalanya tidak harus dengan mengatakan langsung atau memvonis anak telah bersalah dengan perkataan yang dapat memojokkan anak. Melainkan, kita dapat mempergunakan perumpamaan. Misalnya, kita dapat bercerita atau mendongeng pada anak tentang cerita yang mengandung nilai-nilai ksatriaan.

Nah, jika anak merasa tertarik dan tergugah perhatiannya akan nilai-nilai ksatriaan, tentu akan dapat merasakan, bahwa apa yang telah diperbuatnya ternyata salah, tidak baik dan dapat merugikan orang lain. Dalam menuturkan cerita, kita harus piawai menyertakan anak dalam alur cerita, sehingga anak terlibat dalam mencerna nilai-nilai positif yang akan kita sampaikan padanya. Kita dapat menggiring pendapat anak akan pentingnya memiliki rasa tanggung jawab atas perbuatannya. Begitu juga, kita dapat menggiring anak, untuk merasa tertantang mencari “cara”, agar dirinya dapat “diterima” dengan terbuka oleh teman-temannya maupun orang lain. Dengan kata lain, merangsang inspirasi pada anak untuk “memikirkan cara”, agar dirinya dapat dengan mudah di terima dalam kelompok bermain dengan sikap terbuka. Untuk itu, kunci utamanya dapat kita tuturkan, bahwa anak harus bersedia dengan tulus untuk mau mengucapkan kata “maaf” dari lubuk hatinya pada teman-temannya.

Jika anak telah berani mengungkapkan rasa bersalahnya, maka berarti anak pun telah berhasil membongkar atau menyingkirkan beban perasaannya, sehingga diharapkan timbulnya sikap optimisme anak untuk dapat berinteraksi atau bergaul dengan orang lain. Begitu juga, sikap bertanggung jawab yang dipertunjukkan anak dapat mengundang simpati orang lain padanya, sehingga membuka pintu “penerimaan” teman-temannya untuk bermain atau bergaul.

Kalau perasaan malu anak itu bersumber dari rasa kurang percaya diri atau rasa memiliki kemampuan yang di bawah standar, maka perlu diusahakan untuk memberi dukungan emosional pada anak, agar dirinya tidak selalu memandang rendah dirinya maupun kemampuannya. Perlu diingatkan atau dibangkitkan kesadaran serta semangat anak, bahwa dirinya masih memiliki potensi yang sama baik dengan orang lain.

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak, terutama anak yang masih balita, maka dapat kita lakukan dengan cara:

- Membantu anak untuk lebih mengenal dirinya

Memang untuk memilih bahasa atau cara yang tepat, agar anak dapat memahami apa yang kita sampaikan tidak mudah. Namun kita dituntut untuk peka dan memperlakukan anak dengan sabar serta penuh perhatian. Kita dapat mendekati anak dengan cara memberi dukungan emosional, seperti merangkulnya, memeluknya dan menatap langsung mata anak, sembari memberi senyuman yang dapat menyejukkan hatinya. Kita harus dapat menunjukkan rasa empati kita terhadap kesulitan anak, agar rasa gundah anak menghilang dan dirinya mau berkeluh kesah pada kita. Kita harus menghilangkan rasa cemas atau kesal anak dengan menunjukkan dirinya masih mempunyai sesuatu yang membanggakan dirinya. Sesuatu yang membanggakan diri anak dapat menjadi sumber motivasi kekuatan diri anak.

Pujian adalah sumber kekuatan yang dapat membangkitkan rasa percaya diri anak. Kita dapat menunjukkan atau menyebutkan sesuatu yang dimiliki anak. Dengan menunjukkan kelebihan yang dimiliki anak dapat membangkitkan kekuatan dan keberanian anak. Dengan menonjolkan kekuatan atau kelebihan yang dimiliki anak menjadi modal anak untuk tampil lebih percaya diri. Anak yang menyadari dirinya mempunyai kekuatan atau kelebihan, berarti dirinya siap untuk dapat bersosialisasi dan berkumunikasi dengan orang lain.

Contohnya:

Mengapa Ani bersedih dan takut bermain dengan Dewi, Rita dan Rani? Bukankah Ani lebih baik dari mereka? Ani bisa bernyanyi, Ani lebih pintar dan Ani pandai bercerita. Coba tunjukkan Ani memang lebih baik dari mereka, pasti mereka akan kagum pada Ani dan mereka akan senang menerima Ani!”

Namun penonjolan kelebihan diri anak ini, jangan sampai berlebihan atau membuat anak menjadi sombong. Kesombongan dapat menimbulkan respon yang kurang baik dari orang lain. Orang lain atau teman-temannya akan menilai dan menganggap anak terlalu berlebihan dan menunjukkan diri paling hebat, sehingga teman-temannya merasa tidak mempunyai arti atau merasa disepelekan. Oleh karena itu, kita pun harus juga mengarahkan anak untuk dapat menghargai teman-temannya, agar tidak dijauhi teman-temannya.

- Mengajak anak mau belajar dan berinteraksi

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri mutlak dibutuhkan perluasan wawasan atau pengetahuan. Dengan banyak belajar berarti semakin banyak tahu. Dengan mengajak anak belajar berarti membuat anak memiliki pengetahuan dan modal yang memadai untuk dapat bergaul dengan baik dan dengan siapa saja.

Kalau anak belum mampu belajar sendiri dapat kita lakukan dengan cara bercerita atau mendongeng di hadapan anak. Kita mengajak anak untuk berinteraksi dalam cerita tersebut. Atau anak kita ajak melihat cerita bergambar bersama-sama. Kita bertutur menceritakan jalan cerita bergambar tersebut pada anak. Kita pun harus pandai merangsang respon anak terhadap isi cerita tersebut atau memasukkan anak dalam peran cerita tersebut.

Keterlibatan anak secara langsung dan mendiskusikan isi jalan cerita yang kita kembangkan pada anak, maka secara tak langsung menumbuhkan rasa percaya diri anak. Sebab, berdiskusi merupakan unsur penting dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman bagi anak.

Begitu juga, mendiskusikan sesuatu masalah atau jalan cerita mengajarkan anak cara berinteraksi dan siap menerima masukan-masukan atau informasi yang dianggap penting dan berguna bagi dirinya.

- Mengajarkan anak untuk mahir bertanya dan bersikap terbuka

Untuk membuka kebuntuan dalam bergaul dapat diatasi dengan bertanya dan mau mengembangkan sikap terbuka. Dengan kata lain, kemahiran bertanya dan bersikap terbuka merupakan jalan untuk mempermudah membangun interaksi dalam bergaul. Begitu juga, anak harus dibimbing agar mahir bertanya dan mau bersikap terbuka dalam mengatasi kecanggungannya dalam berinteraksi atau bergaul. Pada anak perlu diyakinkan, bahwa bertanya bukan berarti membuat kita merasa rendah diri dan membuat malu diri. Namun, kemahiran bertanya menunjukkan kemampuan berinisiatif mengembangkan komunikasi dua arah. Orang yang ditanya pun tentu akan merasa senang dan bangga, sebab pertanyaan yang ditujukan padanya dapat diterima atau dinilai sebagai sikap menghormati dan menghargai dirinya. Dengan bertanya, anak akan lebih mengenal orang yang ditanya, sehingga membuat anak merasa dekat dan akrab.

Kita pun perlu membimbing anak, bagaimana cara bertanya atau etika bertanya yang baik, agar orang yang ditanya tidak tersinggung, jengkel atau marah. Bagaimana cara bertanya dengan santun dan nada suara yang tidak menyinggung perasaan orang yang ditanya.

Untuk melatih kemahiran bertanya pada anak, maka kita pun harus senantiasa merangsang pengetahuan anak dengan membiasakan memberi contoh mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung pada anak. Anak harus dibuat terbiasa dengan berbagai pertanyaan dan terbiasa untuk mengungkapkan pendapatnya.

Selanjutnya, kita perlu mengajarkan pada anak untuk selalu bersikap terbuka dalam berinteraksi. Anak harus dapat atau mau menerima pendapat maupun kritikan temannya, sebagai masukan baginya. Anak harus diajarkan bagaimana menghargai pendapat atau kritikan teman. Anak harus dapat mengucapkan kata “terima kasih” atas kebaikan, masukan atau hal yang diingatkan temannya. Dengan menerima kritikan atau pendapat berarti anak akan lebih mengenal atau memahami kelebihan atau kekurangan yang dimilikinya. Kritikan dapat dijadikan alat untuk mengukur atau menilai kemampuan dirinya, sehingga dapat memotivasi dirinya untuk selalu berpikir maju.

  • Bantu anak untuk melakukan pendekatan (PDKT) pada teman-temannya.

Untuk sebahagian anak, tentu ada yang mengalami kesulitan dalam memulai membangun relasi dalam pergaulan anak. Ada perasaan tak nyaman dan tak mengenakkan anak, ketika akan memulai serangkaian relasi dalam pertemanannya. Sebahagian ada yang cenderung pasif atau pemalu dalam pertemanan, sehingga anak cenderung menunggu temannya untuk memulai pendekatan padanya, baru terbangun relasi. Tentunya kita tidak menginginkan hal ini terjadi pada anak kita, bukan? Makanya untuk memudahkan anak melakukan pdkt pada teman-temannya, maka anak membutuhkan keterampilan atau kemahiran, antara lain:

- untuk bersikap lebih agresif dan adaptif.

Untuk bersikap lebih agresif dan adaptif maksudnya adalah membantu anak untuk memiliki keberanian dalam membangun serangkaian relasi pertemanan dengan teman bermainnya. Kita dapat membimbing dan mendorong anak untuk selalu aktif memulai pendekatan-pendekatan pada temannya dengan menepis perasaan tak enaknya, sungkannya dan takutnya. Untuk itu, anak membutuhkan kemahiran menyapa, menegur atau bertanya.

Agar anak dapat memiliki kemahiran menyapa atau bertanya, maka anak perlu kita biasakan menyapa atau bertanya pada siapapun yang ditemuinya. Kita dapat memberi contoh padanya untuk menyapa atau menegur temannya, saudaranya, kakek-neneknya, pamannya, orang lain dan lain-lain. Atau kita dapat mengajak anak berkomunikasi secara interaktif. Kita latih anak untuk dapat menyapa, mengeluarkan pendapatnya, atau kita rangsang anak untuk mau aktif bertanya dalam berbagi pikiran dan perasaan. Dengan demikian anak terbiasa menempatkan perhatian dan minatnya pada orang lain dengan lebih serius. Contohnya:

- Selamat pagi, Nenek…!

- Dari mana, Kak…?

- Apa yang kau cari, Nana…?

- Dan sebagainya.

Kalau anak sudah terbiasa menyapa atau bertanya, tentu memudahkan dirinya untuk memulai serangkaian pendekatan-pendekatan pada teman sepermainnya atau orang lain tanpa dibebani oleh perasaan sungkan, tak enak atau takutnya. Upaya pelatihan anak ini sebaiknya sedini mungkin, usia 2-6 tahun adalah usia yang paling baik untuk memulai pelatihan, karena lebih mudah untuk menanamkan dan membiasakan sesuatu pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa.

- mau berempati.

Kita dapat melatih anak untuk memiliki empati terhadap orang lain, agar anak memiliki dasar perilaku sosial. Anak kita biasakan untuk mengenal, memahami dan menanggapi perasaan, pikiran dan pengalaman orang lain, agar terbentuk dalam diri anak perasaan sense belonging (Perasaan Kebersamaan), sehingga anak mudah tersentuh dan peduli terhadap kebutuhan orang lain. Pada anak tumbuh kepekaan perhatian terhadap orang lain, baik di kala senang dan susah, sehingga anak mudah melakukan adaptif terhadap suasana yang terbangun dalam pertemanannya. Caranya kita dapat membiasakan anak untuk dapat memberi perhatian dan mau memahami pikiran dan perasaan teman-temannya. Seperti ajarkan pada anak untuk memberi perhatian pada teman di saat ulang tahunnya, sedang kesusahan dan membantu menyelesaikan sesuatu pekerjaan temannya dan lain-lain.

Kemampuan berempati anak ini, dapat kita bentuk melalui hal-hal yang sederhana dalam kesehari-harian kita, seperti mengajak anak untuk membantu, peduli dan menolong kita, “Ayo bantu Mama memasak, yok…!” “Ayo bantu pekerjaan Ayah, yok…!” atau “Ayo bantu Kakak membersihkan rumah, yok…!” Di samping itu, kita dapat mengajak anak untuk berbagi perasaan atau sesuatu, seperti meminta anak untuk berbagi makanan dengan saudaranya atau temannya, berbagi mainan dan sebagainya. Begitu juga, kita dapat mengajarkan pada anak untuk belajar menghargai. Anak belajar memperhatikan sesuatu, menyayangi dan melindungi, seperti merawat bunga dan hewan. Agar daya empati anak berkembang, kita dapat memberi contoh memberi makan hewan, menyiram bunga atau tanaman lainnya. Kita ajak anak berpikir dan turut merasakan, kalau tanaman atau hewan tersebut tidak dirawat, bagaimana kondisinya dengan memberi contoh kalau anak sendiri tidak diberi makan, minum dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan sebagai contoh sederhana bagi anak untuk merasakan sesuatu.

Cara lain untuk membentuk kemampuan berempati pada anak dengan cara bercerita atau mendongeng pada anak mengenai pentingnya sikap empati terhadap orang lain dan faedahnya. Kita ajarkan pada anak sikap untuk menyayangi orang lain atau makhluk lainnya, seperti hewan dan tumbuhan. Melalui cerita, kita dapat berdiskusi, berbagi pikiran dan perasaan dengan anak tentang orang lain, maupun makhluk lain.

- Membiasakan anak berada di tengah-tengah teman sebayanya.

Untuk membiasakan anak senang bergaul atau berteman, maka anakpun mutlak dibiasakan berada di tengah-tengah teman sebayanya, untuk bermain dan sebagainya, seperti di play group atau di lingkungan sebaya seputar tempat tinggalnya. Anak kita latih dan biasakan menghadapi bermacam-macam karakter anak. Dengan sendirinya anak belajar berinteraksi, bermain dan beradaptasi dengan bermacam-macam karakter anak.

- Membangun relasi dengan t eman.

Agar anak dapat membangun relasi dengan teman sebayanya, maka anak diarahkan memiliki keterampilan mengembangkan komunikasi dengan temannya. Untuk dapat mengembangkan komunikasi dengan teman-temannya, maka anak diarahkan, agar mau menyimak atau mendengar berkataan teman dengan penuh perhatian. Agar anak mau mendengar atau menyimak dengan baik, perlu kita biasakan berkomunikasi secara interaktif dengan anak. Kita rangsang respon anak untuk menanggapi materi/cerita yang kita bicarakan padanya, secara verbal maupun nonverbal. Secara verbal maksudnya tanggapan melalui perkataan, pujian, pertanyaan, komentar dan sebagainya. Sedangkan nonverbal tentunya melalui bahasa tubuhnya, seperti sorot mata, raut wajah, senyuman, bahu, tangan dan sebagainya. Pada anakpun diarahkan untuk tidak suka mencela atau melecehkan perkataan temannya. Sikap suka mencela atau reaktif ini, tentu menimbulkan ketidak-enakan atau ketidak-senangan temannya, sehingga anak dapat dijauhi atau dimusuhi oleh temannya. Kalaupun anak ingin mengkritik, itu bisa dilakukannya bila diminta.

Untuk menarik perhatian teman-temannya, alangkah lebih baiknya kalau anak dilatih memiliki selera humor yang baik. Jika anak mampu menampilkan cerita-cerita lucu, tentu dapat dijadikan jembatan untuk menarik perhatian temannya. Anakpun menjadi sangat disenangi oleh teman-temannya. Untuk itu, kitapun dituntut untuk pandai menampilkan cerita-cerita lucu pada anak. Rajinlah mendongeng di hadapan anak. Ajak anak secara interaktif untuk terlibat dalam alur cerita yang kita tuturkan padanya. Niscaya lambat laun anakpun memiliki kemampuan untuk bercerita atau melucu secara jenaka.

- Mengembangkan sikap toleransi anak dalam berteman.

Agar anak dapat bermain dengan asyik dengan teman-temannya, maka anak kita arahkan tidak boleh memaksakan kehendaknya pada temannya. Anak harus dapat memperhatikan dan mendengar keinginan-keinginan temannya. Begitu juga, anak diarahkan, agar dapat menghargai pendapat temannya.